Minggu, 31 Juli 2016

Aku Tak Ingin Melindungi Dunia Ini Part-2

  Episode sebelumnya! Aku dan Zein tiba di desa Fulgilin untuk mencari uang dan makan. Kami menerima pekerjaan untuk memusnahkan sarang slime dan saat itulah aku melalui pertarungan pertamaku melawan monster laba-laba berkepala singa dan slime!

Uang yang kami dapatkan cukup untuk hidup secara layak selama satu hari penuh dan juga cukup untuk membelikanku sendal yang baru. Tetapi kemana kira-kira kita selanjutnya? Zein sama sekali tidak memberi tahuku...




**********
Aku Tak Ingin Melindungi Dunia Ini
Part-2
Si Jenius Senjata


  Setelah melalui perjalanan selama 2 hari bersama-sama dengan rombongan pedagang dan petualang, Aone dan Zein tiba di desa Smitherville; Desa produsen produk-produk perang. Desa yang selalu dipenuhi oleh suara pandai besi yang sibuk membuat senjata dan peralatan perang untuk Kerajaan Multina.

Alasan kenapa desa Smitherville dipenuhi oleh pandai besi adalah karena desa ini terletak di area yang kaya akan sumber daya alam yang cocok untuk profesi pandai besi terutama gunung Oregon.

Karena desa ini mengsupplai sebagian besar kebutuhan perang untuk Kerajaan Multina, tak heran pasukan Kerajaan memiliki pos pertahanan di desa ini dan membangun tembok mengelilingi desa ini.

Aone takjub melihat giatnya orang-orang lokal membuat persenjataan dan bagaimana pasukan Kerajaan Multina secara aktif menyebarkan poster rekrutmen untuk bergabung dengan pasukan mereka tetapi pada saat bersamaan dia merasa khawatir juga.

Sebagai Dewi Kehidupan, salah satu tugasnya adalah menjaga kehidupan tetap ada melalui pemberkatan sementara inti dari perperangan adalah merebut kehidupan. Aone memang pernah menyaksikan banyak perperangan tetapi ini adalah pertama kalinya dia melihat secara langsung dan dekat bagaimana senjata dan perlengkapan perang dibuat.

  "Teliti sekali mereka" komentar Aone melihat seorang pandai besi yang sedang bekerja
  "Yah... Tidak ada orang yang mau bertarung dengan senjata yang mudah patah" balas Zein
  "Oooh..." Aone menanggukan kepalanya. "Lalu kenapa kita ke sini?"
  "Aku dengar ada seorang pandai besi di kota ini yang ingin mengambil bahan langka untuk membuat senjata"

Zein mengeluarkan selembaran kertas pengumuman dari dalam saku di pinggangnya dan membacanya.

  "Aku memerlukan seseorang untuk pergi mengambil bahan langka di gunung Oregon. Temui aku untuk detailnya. Aku akan membayar 2 keping emas untuk siapapun yang berhasil memenuhi permintaanku"

  Setelah tiba di alun-alun desa, Zein dan Aone berpamitan pada kelompok petualang dan pedagang dan segera menuju pada alamat yang tertera pada kertas yang dipegang oleh Zein; sebuah toko senjata bercat putih dan berlantai 2.

Di depan pintu masuk tertampang sebuah papan kayu bertuliskan "Ironforge" dan di tepat di bawahnya terukir "Buka 24 jam". Dari dalam toko terdengar jelas suara dari besi yang sedang dipukul dengan palu.

Mereka masuk ke dalam dan langsung mendengar suara bel pintu berbunyi. Di dalamnya ada seorang perempuan sedang memukul sebuah pedang di atas anvil dengan palu. Pedang tersebut masih berwarna merah membara.

Panas dari pedang tersebut terasa sampai di Zein dan Aone yang berdiri di dekat pintu.

Perempuan berambut coklat berponi satu itu sama sekali tidak menyadari kehadiran Zein dan Aone. Pakaian dari kulit hewan yang hanya menutupi bagian dada saja dan celana panjang berwarna biru yang dikenakannya dipenuhi dengan keringat.

  "Permisi!" panggil Zein

KLANG! KLANG! Perempuan itu masih terus memukul palunya pada pedang yang sedang diperhatikannya, kemudian memasukan pedang tersebut ke dalam air. BRSSSHH, uap air mengepul-ngepul.

  "PERMISI!!!!!" teriak Zein mencoba menarik perhatian perempuan itu

Perempuan itu tampaknya tidak mendengar panggilan Zein. Dia sangat terfokus pada pekerjaannya dan kembali memukul pedang tadi dengan palunya. Zein menghela napas.

  "Dasar perempuan setengah bugil tuli...." gumam Zein

BLETAK! Palu yang dipegang perempuan tadi melayang dengan cepat mengenai hidung Zein. Zein langsung jatuh terkapar sambil menutupi hidungnya yang mengeluarkan darah. Aone langsung berdiri gemetaran.

Perempuan yang tadi berbalik badan dan terkejut melihat Zein dan Aone berada di dalam toko.

  "Oh, maaf! Aku tidak mendengar kalian!" ucapnya. "Panggil aku perempuan setengah bugil lagi dan aku akan melemparkan pisau ke arahmu"

Zein bangkit berdiri sambil menahan rasa jengkelnya. Hidungnya terasa sangat sakit dan mengeluarkan sedikit darah. Aone mengeluarkan sebuah tisu dari tas kecilnya dan memberikannya pada Zein.

  "Jika perempuan ini bukan orang yang memasang pengumuman ini, aku akan menghajarnya sampai babak belur" ucap Zein dalam hati dengan jengkel
  "Ada yang bisa kubantu? Jika kalian ingin memesan senjata, lebih baik kalian segera menuliskan pesanan kalian pada buku di atas counter" ucap perempuan tadi
  "Emm.... Kami adalah orang-orang yang melihat permintaanmu di papan pengumuman di desa Fulgilin" jawab Aone sambil melihat kertas yang masih dipegang oleh Zein

  Perempuan tadi sangat senang mendengar ada seseorang yang mau menerima permintaanya. Dirinya yang tadi sedikit terlihat fokus pada pekerjaanya sekarang terlihat sangat memperhatikan Zein dan Aone.

  "Oh, jadi kalian melihat permintaanku? Syukurlah!!! Kukira tak ada yang mau melihatnya!" ucapnya dengan wajah riang. "Tapi...."

Dia menatap Zein dan Aone secara teliti dari ujung kepala hingga ujung kaki dan terlihat sangat ragu-ragu dengan mereka berdua. Zein tampak seperti petualang pemula dan Aone terlihat seperti anak kecil yang tak bisa melakukan apa-apa.

  "Apakah kalian yakin? Ingin benar-benar pergi ke gunung Oregon?" tanya perempuan itu
  "Kau meragukan kami kan?" balas Zein
  "Yaaah.... Sedikit..." balasnya ragu-ragu sambil mengangkat alis. "Masalahnya, terakhir kali ada veteran perang dari pasukan Multina yang pergi tetapi yang kembali darinya hanyalah namanya saja"
  "Kami hanya perlu mendapatkan barang yang kau cari kan?" tanya Zein

Perempuan itu menganggukan kepalanya kemudian kembali menatap Zein dan Aone dengan curiga. Zein menghela napas sesaat.

  "Biar kutebak, kau ingin kami mengambil Oregon ore dari gunung Oregon kan?"
  "Wow! Ya! Ya! Bagaimana kau bisa tahu?! Apa kau juga pandai besi?" tanya perempuan itu dengan semangat dan takjub
  "Tidak. Oregon ore adalah satu-satunya bahan langka yang bisa kupikirkan untuk tempat seperti ini. Tentu saja, kami tahu persis resiko pergi ke gunung Oregon" balas Zein

Mendengar jawaban Zein yang penuh dengan percaya diri, perempuan ini tersenyum. Dia mengambil sebuah kertas dari dalam laci counter yang tak jauh dari pintu kemudian memberikannya pada Zein. Kertas tersebut adalah lukisan dari Oregon ore yang diinginkan olehnya.

Aone yang tidak memahami apa-apa hanya bisa bingung bagaimana caranya manusia menggunakan barang-barang seperti itu dan mengubahnya menjadi senjata.

  "Omong-omong, aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Stellarin, pemilik toko ini. Aku juga bisa memperbaiki senjata kalian sebelum kalian pergi"
  "Ah, aku Zein dan anak kecil yang cengeng ini adalah Aone" balas Zein
  "Aku bukan anak kecil!!!" bantah Aone
  "Waaahh, lucuuunyaaaa" ucap Stellarin melihat tingkah Aone. "Hmn? Tunggu dulu, kau ingin membawa anak kecil ini ke gunung Oregon?!"
  "Memangnya kenapa?" tanya Zein

Aone menghentak-hentakan kakinya beberapa kali karena kesal semua orang memanggilnya anak kecil. Secara fisik, Aone memang seperti anak kecil padahal sebenarnya dia adalah reinkarnasi Dewi Kehidupan.

  "Bukankah... Itu sedikit berlebihan Zein?" tanya Stellarin
  "Kau tidak akan pernah tau sudah berapa kali anak kecil ini membuatku terkejut" balas Zein
  "Aku punya nama jadi berhentilah memanggilku anak kecil!" komplain Aone
  "Tetapi anak kecil tetaplah anak kecil" bantah Stellarin
  "HEI!!!! AKU BUKAN ANAK KECIL!!!!"

***********

  Siang harinya pada hari yang sama, Aone dan Zein mendaki gunung Oregon. Stellarin, ternyata sangat khawatir pada Aone hingga dia ingin sekali memberikan Aone senjata, tetapi karena umur dan fisik Aone yang lemah, Stellarin memutuskan untuk nanti membuatkan sesuatu yang bisa dibawa oleh Aone yang tak akan melanggar hukum.

Perjalanan menuju gunung Oregon sendiri harus melalui padang rumput hijau yang dijaga ketat oleh pasukan Kerajaan Multina. Kesulitan terbesar yang dihadapi mereka adalah ketika mereka berusaha melalui pasukan penjaga jalan menuju gunung Oregon, penampilan Zein dan Aone yang terkesan seperti orang yang tak bisa apa-apa membuat penjaga ragu-ragu apakah mereka harus membiarkan Zein dan Aone masuk. Zein pun akhirnya menantang kedua penjaga berduel 2 lawan 1, Zein sendiri tidak menggunakan senjata untuk melawan kedua penjaga namun dia dengan mudahnya menang dan akhirnya diizinkan masuk.

Aone selalu penasaran dengan hal-hal baru yang ditemuinya sepanjang perjalanan mendaki gunung Oregon. Hewan-hewan liar yang ditemuinya, tumbuhan-tumbuhan yang tumbuh hingga struktur bebatuan dan tebing yang dilihatnya di gunung Oregon.

  "Oi, Dewi cengeng, jangan sampai kau terpleset!" tegur Zein
  "Eh? Ah, iya!"

Gunung Oregon sendiri memiliki banyak tebing yang tak stabil. Ditambah lagi ada banyak monster-monster yang berkeliaran di tempat ini seperti laba-laba raksasa dan cacing tanah raksasa. Terkadang sejumlah Harpy juga terlihat terbang kesana-kemari. Tak heran kenapa tak ada yang mau mengambil permintaan dari Stellarin.

Beruntungnya Aone karena dia bersama Zein. Meskipun dia terlihat seperti orang tak berguna, Zein sebenarnya sangat mengetahui jalan-jalan pintas yang aman untuk melewati monster-monster yang berkeliaran. Memang jalan pintasnya sedikit berat, tetapi dengan sedikit magic milik Aone, mereka berdua bisa melalui sekian banyak monster tanpa ketahuan.

Sekitar 5 jam mereka menempuh perjalanan, mereka masih juga belum menemukan Oregon ore. Saat ini, mereka sedang memeriksa sebuah tambang yang terabaikan. Ada sejumlah ore di sini tetapi mereka bukan yang diminta oleh Stellarin.

  "Hei Zein, bagaimana dengan yang ini?" tanya Aone mengambil bijih timah
  "Bukan... Bukan yang itu. Bedanya terlalu jauh" jawab Zein
  "Uuuh.... Susaaaah...." komplain Aone membuang barang pungutannya
  "Simpan tenagamu Aone, kita belum memeriksa sebelah sana"

Mereka berdua keluar dari tambang dan menemukan sebuah lapangan datar yang luas. Tak terasa hari sudah sore dan Aone mulai terlihat gelisah karena pada malam hari, perjalanan di tempat ini akan menjadi sangat sulit.

Melihat wajah Aone yang gelisah, Zein menepuk pundak Aone.

  "Percayalah, kita akan menemukan Oregon ore" ucap Zein. "Bagian ini terlihat aman, jadi akan lebih baik kita berpencar di sekitar sini untuk menghemat waktu. Jika terjadi apa-apa, segera kembali ke tempat ini. Oke?"
  "Oke!" jawab Aone
  "Anak pintar, periksa bagian sana, aku akan periksa bagian sana"

  Zein memberi Aone gambar dari Oregon ore dan pergi ke arah lain. Aone dengan serius mulai mencari Ore yang mirip seperti gambar yang didapatkannya dari Zein.

Aone sadar dia memang dia tidak tahu apa-apa, tetapi dia merasa sangat senang karena sebelum dia bereinkarnasi, dia hanya memberikan pemberkatan saja sepanjang hari. Baru kali ini dia benar-benar melakukan sesuatu.

Karena terlalu senang mencari, tanpa disadarinya, Aone sudah berjalan terlalu jauh. Akibatnya, dia benar-benar bingung tentang dimana dia sekarang.

  "Zeein? Zeeeeeiiiin???" Panggil Aone. "ZEEEEIIIIN!!!!!"

Teriakan Aone yang lumayan keras bergema. Dia mendapatkan balasan, tetapi bukan dari Zein, melainkan dari sekelompok Harpy pemburu. Mendengar suara raungan Harpy dari kejauhan, Aone langsung ketakutan dan berlari menuju tambang terdekat untuk bersembunyi.

Ukuran badannya yang kecil lebih dari cukup untuk merangkak masuk melalui celah ke dalam tambang tersebut yang pintu masuknya diblokir dengan kayu. Nafasnya tidak beraturan karena saking takutnya.

Kretek. Suara reruntuhan batu dari ujung tambang menarik perhatian Aone, dia tersenyum lebar karena menemukan Oregon ore tetapi senyuman itu langsung hilang begitu dia melihat Oregon ore tersebut mulai bergerak sendiri dan membentuk formasi yang mirip seperti manusia.

  "AAAAH!!!!" teriak Aone karena takut. "ZEEEIN! ZEEEIIIIN!!!!!"

Saking takutnya, Aone kembali merangkak keluar secepat mungkin. Sialnya, di luar malah ada 3 ekor Harpy yang sedang melayang. BRAK!!! Monster yang terbuat dari Oregon ore tadi memukul patah penghalang kayu.

  "ZEEEIIIN!!!!! TOLOOONGG!!!!"
  "Yo Dewi cengeng! Kerja bagus!" teriak Zein yang berada di dataran yang sedikit lebih tinggi

  Seperti biasa, Zein tetap terlihat tenang. Zein mencabut pedang beserta sarungnya dan berlari menuruni lereng. Aone terlihat kebingungan, dimana-mana ketika orang bersiap untuk bertempur, mereka akan menghunus pedang tetapi Zein, dia tidak mengeluarkan pedangnya dari sarungnya; melainkan dia bertempur dengan sarung pedangnya sekaligus.

Begitu cukup dekat, Zein memukul monster yang terbuat dari Oregon ore dengan sekuat tenaga. BRUAAGKH!!! Satu pukulan saja dan bagian kepala monster itu terlepas. Dengan cepat, Zein menendang monster itu hingga monster itu terpental dan jatuh ke dalam jurang.

  "Aone! Ambil  Oregon ore itu! SEKARANG!" perintah Zein

Aone melihat potongan kepala monster itu yang terbuat dari Oregon ore. Tanpa berpikir Aone langsung memungut Oregon ore dengan cepat sementara Zein melawan balik Harpy yang menyerang.

  "Oke! Aku sudah mendapatkannya!"

Zein melemparkan sebuah kantong ke udara, tak lama kemudian, kantong tersebut mengeluarkan api dan meledak. BLEDAR!!!! Ledakan kecil yang dihasilkan oleh kantong tadi cukup untuk membuat para Harpy panik dan terbang tak menentu. Salah satu dari mereka bahkan sampai jatuh ke tanah.

Dengan cepat, Zein menggendong Aone dan sesaat sebelum Harpy tersebut kembali terbang, Zein berpegangan pada kaki Harpy tersebut.

  "KIEEEEEK!!!" teriak Harpy terkejut karena Zein bergantung di kakiknya. "Lepaskan! Dasar manusia menjijikan!"

Mendengar ancaman dari Harpy tersebut, Zein hanya tersenyum licik dan tertawa. Dia kemudian mulai mencabut salah satu bulu ekor Harpy.

  "KAAAAAARRKK!!!! OKE! OKE! AKU AKAN MENGANTARKAN KALIAN KEMANAPUN YANG KALIAN MAU!!!"

*************

  Malam harinya, Zein dan Aone tiba kembali di desa Smitherville dengan menggunakan Harpy tadi. Saat mereka kembali pada Stellarin, dia sangat terkejut melihat cepatnya Zein dan Aone pergi dan kembali lagi.

  "Aku terkesan! Kalian berdua benar-benar luar biasa!" pujinya. "Sesuai dengan perjanjiannya; ini bayaran kalian"

Stellarin memberikan 2 keping emas pada Zein dan Aone. 2 keping emas... Zein dan Aone merasa sangat senang mendapatkan bayaran yang tinggi meskipun nyawa adalah taruhannya.

  "Ah iya, bagaimana caranya kalian bisa mendapatkan barang ini secepat ini? Bahkan aku memerlukan waktu lebih dari 1 minggu untuk mendapatkannya tetapi kalian bisa mendapatkannya dalam 1 hari saja" ucap Stellarin terlihat penasaran
  "Ahah, soal itu..."

Zein menepuk pundak Aone sekali, sebuah permata kecil berwarna biru terjatuh dari pakaian Aone. Zein memungut permata itu dan menunjukannya pada Stellarin. Stellarin mengambil permata kecil tersebut dan memperhatikannya secara teliti. Tak lama kemudian, dia terkejut.

  "Jujur saja, kami tak tahu di mana kami bisa menemukan Oregon ore, jadi daripada susah payah mencari, kenapa tidak membiarkan Oregon ore datang kepada kami saja?" ucap Zein

Mendengar itu, Aone teringat monster yang terbuat dari Oregon ore yang mengejarnya di gunung Oregon. Dia tak menyangka ada monster seperti itu. Monster seperti itu disebut Golem; mereka adalah produk dari penyihir sakti yang menggunakan suatu objek untuk menjaga sesuatu.

  "Ah, kau membicarakan golem ya?" tanya Stellarin
  "Ya, di gunung Oregon ada golem yang terbuat dari Oregon ore" jawab Zein. "Tempat itu, dulunya merupakan tempat persembunyian penyihir-penyihir sakti yang menjadi buronan kan?"
  "Memang benar, tetapi apa hubungannya dengan permata ini?" tanya Stellarin
  "Permata itu adalah permata yang sering digunakan untuk melakukan ritual. Tak sulit untuk menemukan barang itu di gunung Oregon. Aku memasangnya pada Aone, supaya para golem datang menghampirinya karena mereka tertarik pada energi magis dari permata itu"

Mendengar penjelasan itu, Aone dan Stellarin diam sesaat. Aone langsung menangis tersedu-sedu sambil memukul-mukul Zein sementara Stellarin benar-benar marah. Bagi Stellarin, menggunakan anak kecil sebagai umpan merupakan tindakan yang tak bermoral sementara Aone sendiri hanya bisa menahan dirinya karena jika sampai dia mati maka dunia sudah pasti kiamat. Zein? Dia tidak peduli.

  "Zeeein, kau kejam! Huaaaa, hiks.... Kenapa kau setega itu padaku?"
  "Barbar! Dasar kau lelaki hina!" ucap Stellarin yang terlihat ingin memukul Zein
  "Hoi... Kalau aku tak bertindak seperti itu, aku dan Aone bisa mati kelaparan di atas gunung tadi lho"

Stellarin mengelus-ngelus kepala Aone untuk membuat Aone merasa nyaman.

Zein hanya menggelengkan kepalanya. Ya, Zein adalah salah satu dari sedikit orang yang tak peduli dengan kode etik atau peraturan sosial. Dia hanya melakukan apa yang harus dia lakukan.

  "Ah, iya, Stellarin, aku ingin membeli senjata untuk Aone" ucap Zein

Mendengar ucapan tersebut, Stellarin dan Aone terkejut. Stellarin terkejut karena anak kecil dilarang membawa senjata dalam bentuk apapun; itu adalah peraturan yang mutlak dalam Kerajaan Multina apalagi kenapa Zein ingin membelikan Aone sebuah senjata padahal dia sudah 2 kali menggunakan Aone 2 kali sebagai umpan?

Jawabannya sederhana; Zein peduli pada Aone dan dia sadar akan tiba waktunya dimana Aone harus bisa menjaga dirinya sendiri.

  "Zein, itu melanggar peraturan" ucap Stellarin
  "Aku ini Zein Ford, persetan dengan peraturan" jawab Zein singkat. "Kalau bisa, buatkan sesuatu saja yang ringan dan bisa mengalirkan kekuatan magis tingkat tinggi"
  "Uhm... Sesuatu yang bisa mengalirkan kekuatan magis"

Stellarin mengelus-ngelus dagunya sambil berpikir keras.

  "Aku ini pandai besi jadi biasanya tidak membuat sesuatu yang bisa mengalirkan magic tapi aku kenal seseorang yang biasa bergulat di bidang itu" ucap Stellarin
  "Aaah, begitu ya. Kalau begitu apa kau bisa memberikan kami alamatnya?"

Stellarin menganggukan kepalanya, dia mengambil sebuah kertas dan menuliskan alamat dari kenalannya. Saat Zein dan Stellarin sedang berbicara mengenai senjata, tiba-tiba Aone teringat bagaimana sarung pedang milik Zein bisa memotong putus golem.

Aone memang bukan Dewi perang tetapi dia tahu persis sarung pedang tidak akan bisa memotong putus golem. Dengan kata lain; ada sesuatu yang berbeda dari pedang milik Zein dan sarung pedangnya itu.

  "Kakak Stellarin, apakah sarung pedang bisa memotong golem?" tanya Aone
  "Hmn? Sudah jelas tidak mungkn!" bantah Stellarin. "Semua orang di Kerajaan juga tahu hanya salah satu dari senjata buatanku yang bisa menebas golem dengan mudah; Soultaker!"
  "Soultaker? Nama yang konyol untuk senjata" ledek Zein
  "Kau mau kupukul lagi dengan palu?" tanya Stellarin

Stellarin dengan penuh rasa bangga berjalan mengeluarkan sebuah pedang pesar dari dalam laci kaca dan meletakannya di atas meja kayu dekat counter. Bilah pedang tersebut berwarna biru mengkilap dan terlihat dibuat dengan sangat baik.

Zein memang bukan ahli senjata, tetapi hanya dengan melihatnya saja, dia sudah bisa menebak secara kasar kualitas dari sebuah senjata.

  "Lihatlah dengan mata kalian sendiri; salah satu dari mahakaryaku! Soultaker! Pedang yang bisa menebas golem seperti mentega!" pamer Stellarin

Zein mendekatkan wajahnya pada Soultaker dan memperhatikannya layaknya seorang ahli berlian yang sedang memperhatikan berlian. Tak lama kemudian Zein tersenyum kecil kemudian menatap Stellarin.

  "Sudah kuduga, kau ini anggota Blood Reapers kan?" tanya Zein
  "Blood Reapers?" Aone terlihat bingung
  "Mereka adalah kelompok tentara bayaran yang terkenal dengan kemampuan bertarung mereka di barisan depan" sambung Zein

Stellarin hanya bisa tersenyum karena Zein mengetahui hal tersebut. Dia menganggukan kepalanya tetapi ekspresi wajahnya terlihat sangat lesu ketika dia mencoba mengingat masa lalunya.

  "Ya... Aku dulunya adalah anggota Blood Reapers. Sekarang aku hanya pandai besi yang memiliki seorang murid di sini" jawabnya dengan tak semangat. "Tapi jika mengetahui tentangku, apa itu berarti kita pernah bertemu sebelumnya?"
  "Tidak, kita tak pernah bertemu. Aku hanya mendengar rumor tentang seorang perempuan gila setengah bugil yang bertarung di barisan depan; sendirian melawan 2000 pasukan Kerajaan Flarence" jawab Zein
  "Jika kau memanggilku dengan julukan itu lagi, aku akan menendangmu dari belakang" balas Stellarin terlihat kesal

Zein hanya tersenyum sambil melangkah mundur mendengar ancaman dari Stellarin karena dia sudah tahu akan sesakit apa rasanya jika dia ditendang oleh Stellarin.

  "Aku tak tahu apa yang terjadi tetapi bolehkah aku mengetes kekuatan Soultaker?"  tanya Zein

Mendengar itu Stellarin hanya tertawa terbahak-bahak, Soultaker adalah mahakaryanya yang paling kuat, tidak ada satupun senjata di dunia ini yang bisa menandingi kekuatan pedang ini.

Zein mencabut sarung pedangnya seperti biasa dan mengayunkannya sekuat tenaga membentur Soultaker. GLAGNK!!! Satu ayunan saja, pedang Soultaker yang dibuat oleh Stellarin patah. Mata Stellaring langsung membesar, dia hanya bisa diam dan syok melihat apa yang terjadi di depan matanya.

  "Ups..." Zein menutup mulutnya. "Sialan..."

Zein menatap pada Stellarin yang sudah mengepalkan kedua tangannya.

  "Kau...." geramnya
  "Ehmn, oh lihat! Ada alien di luar!" ucap Zein mencoba melarikan diri
  "KEMARI KAU ZEEIIIN!!!"
  "UWAAA!!!"

Zein menggendong Aone dan langsung melarikan diri.

*****************

  Keesokan harinya, Zein dan Aone sedang berkumpul di alun-alun kota dengan sejumlah petualang yang akan berangkat meninggalkan Smitherville.

Zein terlihat sangat pucat hari ini karena dia baru saja mematahkan Soultaker. Tetapi Aone malah justru masih terkesan mengingat kejadian itu. Memang benar-benar ada sesuatu yang berbeda dari pedang dan sarung pedang milik Zein. Jika sarungnya saja sudah sekuat itu, pedangnya sudah pasti jauh lebih kuat.

  "Baiklah, kita akan segera berangkat dalam 5 menit!" ucap pemimpin kelompok. "Kalian siapa?"
  "Menumpang..." jawab Zein tak bersemangat
  ".... Oh.... Baiklah! Kita akan berangkat dalam 5 menit!"

Zein menghela nafas. Dia mencoba melupakan kejadian tadi malam dan Stellarin yang marah. Zein berfokus tentang tujuan selanjutnya.

  "Zein, kita akan ke mana selanjutnya?" tanya Aone
  "Desa Lakeia... Sekaligus kita akan pergi menemui kenalannya Stellarin" jawab Zein
  "Kau merasa bersalah ya karena mematahkan Soultaker?" tanya Aone
  "Begitulah... Senjata itu pasti memiliki kenangan pribadi bagi perempuan gila itu"

Zein menjelaskan analisanya pada Aone mengenai senjata Soultaker. Memang benar senjata itu adalah senjata yang bisa menebas segala sesuatu, tetapi Zein pernah melihatnya beberapa tahun yang lalu dan pada waktu itu Zein sudah pernah mendengar rumor tentang si jenius senjata yang membuat senjata terkuat yang pernah ada.

Siapapun pasti akan mau membayar mahal untuk senjata seperti itu, tetapi kenapa setelah bertahun-tahun senjata itu masih menjadi milik Stellarin? Jawabannya sederhana; karena Stellarin tidak mau menjual senjata itu.

  "Aaah, begitu rupanya..." ucap Aone. "Kehidupan manusia ternyata serumit itu ya"
  "Begitulah... Aku tak tau bagaimana caranya aku bisa mengganti rugi padanya" keluh Zein. "Pedang bisa dibuat lagi, tetapi kenangan adalah sesuatu yang tak bisa kau dapatkan lagi"

Klak, klak... Suara sepatu yang terbuat dari besi dapat terdengar mendekati Zein dan Aone. Saat mereka menatap siapa yang mendekati mereka, Zein hampir ingin segera melarikan diri.

Ya, yang menghampiri mereka adalah Stellarin. Di punggungnya, dia memikul sebuah Greatsword yang ukurannya sangat besar dan terlihat sangat berat.

  "Geh! P-perempuan gila?!" ucap Zein terkejut
  "Umurnya benar-benar panjang..." sambung Aone

Stellarin menghela nafas sesaat.

  "Kita akan ke mana selanjutnya?" tanya Stellarin
  "Hah?" Zein terlihat bingung
  "Aku akan pergi bersama kalian sampai kau bisa melunasi hutangmu pada Soultaker" jawab Stellarin. "Lagipula, aku tak bisa membiarkan kau menggunakan anak kecil lagi sebagai umpan"
  "HAAAAH?!" Zein membuka mulutnya lebar-lebar

Mendengar itu Aone langsung memeluk Stellarin. Kebahagiaan memancar dari wajah mereka berdua. Zein hanya bisa menutup wajahnya dengan tangannya.

  "Kakak Stellarin akan ikut bersama kami?" tanya Aone
  "Ya!" jawab Stellarin dengan penuh semangat. "Anu.... Bolehkah aku mengelus-ngelus kepalamu Aone?"
  "Ya!" jawab Aone

Zein hanya bisa pasrah. Meskipun Stellarin masih terlihat cukup normal, firasat Zein mengatakan ada yang tak beres dari Stellarin sama seperti Aone.

  "Dan sekarang aku harus berurusan dengan 2 orang aneh...."

*************
Bersambung

  Episode selanjutnya! Dengan kehadiran kakak Stellarin, kami sudah resmi menjadi semacam kelompok! Zein berniat untuk membelikanku sebuah senjata yang akan membantuku mengeluarkan kekuatan magisku di desa Lakeia.

Itu akan benar-benar membantuku mengingat aku masih belum terbiasa mengalirkan kekuatan magisku dalam wujud manusia... Apalagi wujud manusiaku ini masih sangat lemah, aku hanya bisa mengeluarkan sedikit kekuatanku saja jika berlebihan maka aku bisa pingsan... Jika aku menggunakan medium untuk mengalirkan kekuatanku; aku akan bisa lebih mudah melakukan segala sesuatu!

Aku Tak Ingin Melindungi Dunia Ini Episode 3; Pelayan Dewi yang Pemabuk! Tunggulah episode selanjutnya minggu depan! 

  "Oooi Aone! Kau akan ketinggalan lho!"

Aah! Tunggu aku Zeeiin!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar