Apakah kau percaya tentang reinkarnasi? Tentang ramalan akan datangnya bencana maha dashyat yang akan meratakan seluruh bumi? Apakah kau benar-benar percaya jika Dewi Kehidupan telah benar-benar mengabaikan tugasnya?
Memang benar Dewi Kehidupan telah mengilang dan sekte sesat Planare telah berhasil membuka segel yang memisahkan dunia ini dengan alam kehancuran, alhasil makhluk jahat penghuni alam kehancuran mulai membanjiri dunia ini.
Beruntung, segel tersebut tidak cukup untuk membuat raja iblis dari alam kehancuran bisa memasuki dunia ini. Satu-satunya yang mampu menyegel kembali para iblis tersebut kembali pada asalnya hanyalah Dewi Kehidupan.
Namaku adalah Aone... Reinkarnasi dari Dewi Kehidupan yang dikenal sebagai Airyn. Aku tidak akan membiarkan sekte Planare menghancurkan dunia ini.
Memang benar Dewi Kehidupan telah mengilang dan sekte sesat Planare telah berhasil membuka segel yang memisahkan dunia ini dengan alam kehancuran, alhasil makhluk jahat penghuni alam kehancuran mulai membanjiri dunia ini.
Beruntung, segel tersebut tidak cukup untuk membuat raja iblis dari alam kehancuran bisa memasuki dunia ini. Satu-satunya yang mampu menyegel kembali para iblis tersebut kembali pada asalnya hanyalah Dewi Kehidupan.
Namaku adalah Aone... Reinkarnasi dari Dewi Kehidupan yang dikenal sebagai Airyn. Aku tidak akan membiarkan sekte Planare menghancurkan dunia ini.
***********
Aku Tak Ingin Melindungi Dunia Ini
Prolog
Dewi Kehidupan dan Seorang Pengangguran
Seorang perempuan berlari di tengah-tengah hutan pada malam hari. Dia sangat ketakutan. Beberapa kali dia menoleh ke belakang untuk melihat apakah yang mengejarnya masih mengikutinya ataukah tidak.
Sejumlah orang berjubah hitam mengejar perempuan itu dengan pisau. Mereka adalah anggota sekte sesat Planare. Orang-orang ini tahu persis yang mereka kejar adalah Aone, reinkarnasi dari Dewi Kehidupan. Membunuh Dewi adalah hal yang mustahil tetapi jika sang Dewi dalam wujud manusia, maka membunuh Dewi Kehidupan bukan hal yang mustahil lagi.
Dewi Kehidupan adalah satu-satunya penyebab kenapa segel yang menahan iblis dari alam kehancuran belum hilang sepenuhnya. Selama dia masih ada, iblis dari alam kehancuran tidak bisa bebas mengamuk di dunia ini. Menyingkirkan segel tersebut adalah prioritas utama dari orang-orang sekte Planare.
Aone sendiri mengetahui hal ini. Dia tidak bisa melawan balik orang-orang sekte Planare dalam wujudnya sebagai manusia. Fisik dari wujud manusianya terlalu lemah. Merupakan suatu keajaiban dia masih bisa terus berlari selama beberapa jam mencoba menghindari orang-orang sekte Planare yang ada di belakangnya.
Nafasnya semakin tidak beraturan dan kedua kakinya mulai terasa berat karena kelelahan dari pelariannya sementara orang-orang dari sekte Planare tidak terlihat lelah; mungkin karena pengaruh dari ritual sesat yang mereka lalui merubah mereka menjadi separuh undead.
Dari kejauhan, dia melihat sebuah kandang kuda. Aone memaksakan dirinya untuk terus berlari mengecoh orang-orang yang mengejarnya di antara pepohonan yang ada kemudian berlari masuk ke dalam kandang kuda yang merupakan gedung kayu yang sangat besar.
Di dalam kandang tersebut tidak ada kuda sama sekali. Aone tidak mencoba memikirkan alasan kenapa kandang ini kosong. Dia bersembunyi pada salah satu kandang kecil yang kosong. Nafasnya masih tidak beraturan.
"Kumohon.... Jangan periksa kandang ini..." pikirnya
Tak lama kemudian dia mendengar beberapa langkah kaki mulai memasuki gedung kayu besar ini. Aone menutup mulutnya dan merayap perlahan-lahan menuju tumpukan jerami; mencoba untuk tak membuat suara sedikitpun.
"Cepat juga anak kecil itu!"
"Namanya juga reinkarnasi Dewi"
"Berisik! Berpencar! Cari dia! Dia pasti ada di salah satu kandang ini!"
"Kenapa kita tidak membakar kandang ini saja?"
"Memangnya kau membawa minyak?"
"Benar juga..."
Aone menutupi dirinya dengan jerami, meninggalkan sedikit ruangan untuknya bernapas dan melihat ke arah pintu kandang tempat dia bersembunyi. Dia mulai mencoba mengatur nafasnya supaya tidak terlalu kuat. Dia gemetaran, ketakutan... Meskipun dia memiliki kekuatan magis yang luar biasa, dia sama sekali tidak bisa bertarung sementara orang-orang sekte Planare yang mengejarnya merupakan orang-orang yang sudah terbiasa membunuh.
Sebuah langkah kaki semakin mendekati kandang tempat dia bersembunyi. Pintu kandang pun dibuka. Aone bisa melihat salah satu dari 8 anggota Planare yang mengejarnya memasuki ruangan dengan pisau di tangannya. Jantung Aone berdebar-debar dengan kencang.
Anggota sekte Planare ini melihat-lihat sekelilingnya. Dia hanya melihat tumpukan jerami saja tetapi sama sekali tidak menyadari jika Aone sedang bersembunyi diantara tumpukan jerami yang sangat banyak.
"Cih"
Dia menggelengkan kepalanya lalu meninggalkan kandang itu dalam kondisi pintu tertutup. Aone merasa sangat lega.
"Bagaimana?"
"Kosong"
"Sial, kemana bocah sialan itu pergi?!"
Aone membersihkan keringat yang membasahi wajahnya dengan salah satu tangannya. Dia merasa sedikit lebih tenang tetapi masih sangat was-was.
"Tenanglah Aone... Mereka tak menyadarimu... Yah... Mereka tak menyadarimu" gumam Aone pada dirinya sendiri
Glep! Aone merasa ada yang memegang kakinya. Spontan, tanpa berpikir, Aone langsung menjadi panik dan berteriak.
"KYAAAAAA!!!!!!!!!!"
Aone langsung menutup mulutnya dengan penuh rasa menyesal. Anggota sekte Planare yang masih di dalam gedung kayu mendobrak pintu dimana Aone bersembunyi. Aone yang terlanjur kaget kini tidak punya tempat untuk lari lagi.
"Aha!!" ucap salah satu anggota Planare
Aone menghitung jumlah anggota Planare yang menyerbu masuk. 1...2...3..4..5..6....7...8... Jika mereka semua menyerbu masuk... Lalu siapa yang memegang kakinya?
Tiba-tiba seorang laki-laki berwajah kusut dengan pakaian sederhana yang kusam dan celana panjang biru yang lusuh bangkit berdiri dari tumpukan jerami. Di pinggangnya ada sebuah sarung pedang, tangan kanannya memegang kaki Aone. Wajahnya... Terlihat benar-benar geram.
"BERISIK!!!!! ADA APA DENGAN KALIAN SEMUA HAH?!!!?!?" bentaknya dengan suara lantang
"Eh? Kau siapa?" tanya Aone
"DIAM! JUSTRU KALIAN YANG SIAPA?!?!?!? TIDAK BISAKAH KALIAN MEMBIARKAN AKU TIDUR DENGAN TENANG DI SINI??!?! DAN KENAPA KALIAN MASUK DENGAN SENDAL?! AKU BARU SAJA MEMBERSIHKAN KANDANG INI!!!!"
Suaranya yang sangat lantang dan tegas ditambah dengan ekspresi wajahnya yang sangat garang membuat anggota Planare melangkah mundur sedikit. Aone lansung berlutut di hadapan laki-laki yang tak dikenallnya ini.
"Kumohon! Selamatkan aku!" pinta Aone
"KAU JUGA!!! SIAPA KAU?! KENAPA KAU TIDUR DISAMPINGKU?!" bentaknya. "ASAL KAU TAHU SAJA! AKU INI BUKAN LOLICON!"
"M-m-m...maaf! Aku benar-benar minta maaf!"
Hal pertama yang terlintas di pikiran Aone dan para anggota Planare adalah; orang ini gila. Dia sama sepertinya sama sekali tidak menyadari dia sedang berhadapan dengan reinkarnasi Dewi Kehidupan dan anggota-anggota dari sekte sesat Planare yang paling ditakuti di dunia. Dia jauh lebih mementingkan waktu tidurnya dibandingkan melihat kenyataan jika dirinya sedang berada di tengah-tengah situasi dimana nasib seluruh dunia sedang dipertaruhkan.
"Kalian! Kenapa kalian semua ke sini?!" tanya orang itu masih terlihat kesal
"Kumohon! Mereka ingin membunuhku!" jawab Aone mendahului anggota Planare
"Kami hanya ingin perempuan itu. Serahkan dia dan kami akan meninggalkan tempat ini" jawab salah satu anggota Planare
"Oh?" balas laki-laki itu menggaruk kepalanya. "Jadi kalian hanya ingin dia kan? Tak masalah denganku"
Mendengar jawaban itu. Aone merasa syok berat.
"Kumohon! Lindungilah aku! A-...a...-Aku akan melakukan apa saja!" ucap Aone
"Apa saja?" tanya laki-laki ini
"Ya! Kumohon!!!"
Laki-laki ini menatap langit untuk sesaat kemudian menghela napas. Dia menepuk kepala Aone.
"Jadilah perempuan yang baik dan pergi sana dengan mereka" ucapnya dengan wajah yang santai tapi mengantuk
"TIDAAAAK!!!!" Balas Aone. "Kumohon jangan serahkan aku pada mereka!!!"
Aone memeluk laki-laki tak dikenal ini erat-erat. Dia mencoba mendorong Aone menjauhi dirinya dan dia terlihat benar-benar kesal. Anggota sekte Planare hanya diam menatap mereka berdua. Biasanya sekte Planare akan memanfaatkan segala situasi yang menguntungkan mereka tetapi situasi ini.... Terlalu absurd untuk mereka. Saking absurdnya sampai-sampai mereka tidak tahu harus berbuat apa selain menatap mereka.
Laki-laki asing ini mencoba mendorong Aone menjauhi dirinya sementara Aone bersikeras tidak mau melepas pelukannya dengan air mata yang berlinang. Sekilas mereka berdua terlihat seperti orang yang keterbelakangan mental.
"BERISIK!!! LAGIPULA SIAPA KAU?!" tanya dia
"Aku... Aku adalah Aone! Reinkarnasi dari Dewi Kehidupan Airyn! Kau sadar kan raja iblis dari alam kehancuran akan bisa datang ke alam ini jika aku mati kan?"
"BODOH AMAT!!! BIARLAH RAJA IBLIS MAU DATANG ESOK HARI ATAU KIAMAT AKAN TERJADI ESOK HARI, YANG JELAS WAKTU TIDURKU BERKURANG!!!!" Bentaknya
"Hiks... Huaaa... Kumohon!!! Apakah bagimu waktu tidurmu jauh lebih penting daripada nasib seluruh dunia?" tanya Aone
"Bodoh!!! Dengar ya! Manusia itu minimum perlu waktu tidur 8 jam dalam 1 hari supaya bisa melanjutkan aktivitasnya dengan lancar untuk sisa 16 jam dalam 1 hari! Aku sudah tidak tidur selama 2 hari yang berarti aku harus tidur selama 16 jam!!! Bisakah kau bayangka betapa susahnya untuk beraktivitas selama 32 jam tanpa istirahat?!"
Laki-laki asing ini akhirnya berhasil melepaskan pelukan Aone yang begitu erat.
"Kumohon!!! Lindungilah aku! A-aku akan meminjamkan kekuatan magisku untukmu sebagai imbalannya!" tawar Aone
"H-hoi.... Apa kau bahkan sadar ada 8 orang sekte Planare di dalam kandang ini?" sela salah satu anggota Planare
Laki-laki asing ini terdiam. Dia menatap ke-8 anggota Planare yang ada di dalam kandang. Anggota Planare tersenyum licik, mereka yakin segila-gilanya orang ini, dia pasti pernah mendengar kekejaman dan kebengisan dari sekte mereka; sekte yang mampu memanggil dan mengendalikan iblis.
"S-sekte Planare katamu?!" ucapnya
"Ya... Kami tidak peduli darah siapa yang harus kami teteskan, berapa banyak orang yang harus kami bunuh... Kami adalah pelayan setia dari raja iblis... Kau sendiri pasti tahu kan? Betapa kejamnya kami?"
Laki-laki asing ini menatap mereka. Tubuhnya mulai gemetaran. Bagi Aone, ini benar-benar buruk... Orang yang takut pada sekte Planare cenderung berpihak pada mereka karena takut dengan kekejaman dan kebengisan mereka.
"Ja-jangan termakan ucapan mereka! Memang benar mereka itu orang berbahaya tapi... Uhm... Ehmm.."
Aone menggelengkan kepalanya. Dia sadar dia memang kurang pintar dalam berbicara. Dia berpikir keras mencoba menemukan kata-kata yang akan membuat laki-laki asing ini tidak menyerahkannya pada Planare.
"Bahaya... Katamu?" ucapnya dengan badan yang gemetaran
"Jika kau tak ingin mati sekarang; serahkan perempuan itu pada kami dan kami ak-"
BUUUAGH!!! Dalam kejapan mata, laki-laki itu memukul anggota Planare yang sedang berbicara dengan penuh percaya diri. Satu pukulan darinya saja langsung membuat anggota Planare itu melayang keluar dari dalam gedung.
Anggota Planare yang lain terkejut dengan kecepatan dan kekuatan dari laki-laki asing yang wajahnya bahkan terlihat seperti orang yang tak pernah makan selama 2 abad (baca; berantakan).
"Kau!!! Kau berani dengan kami hah?! Apa kau tidak takut dengan kematia-"
BUGH! Laki-laki asing ini dengan cepat melakukan tendangan memutar, menendang anggota Planare yang lain melayang keluar dari dalam gedung. Sisa anggota Planare melangkah mundur, geram dengan serangan laki-laki asing ini.
Laki-laki ini mengepalkan kedua tangannya, suara tulang-tulang tangannya dapat terdengar. Dia terlihat benar-benar kesal. Aone hanya tertegun, diam menatap laki-laki tak dikenalnya ini berdiri tanpa menunjukan sedikitpun rasa takut terhadap anggota Planare.
Aone mengagumi keberanian dari orang ini dan berpikir untuk menjadikannya sebagai pengawal pribadinya.
"Aku tak mengerti semua omong kosong yang kalian katakan" ucapnya. "KENAPA KALIAN MASIH MEMAKAI SENDAL?!!!?" bentaknya
"Eh?" Aone memiringkan kepalanya
Aone secara tak sadar telah melepaskan sendalnya ketika dia bersembunyi di dalam tumpukan jerami tadi sementara orang-orang dari Planare sama sekali tidak melepaskan sendal mereka. Aone baru menyadari jika kandang ini menjadi sedikit kotor karena sendal dari anggota Planare.
Siapa laki-laki ini? Pikir Aone dalam hatinya...
"B-Bunuh dia dan sang Dewi!!!!" perintah salah satu anggota Planare
Anggota Planare yang tersisa mulai menyerang laki-laki ini. Tetapi gerakannya benar-benar cepat dan lincah. Semua serangan dari anggota Planare tidak ada satupun yang mengenalinya. Pergerakan kakinya, refleksnya... Melampaui kemampuan orang-orang Planare.
Dia melepaskan sarung pedangnya dari sabuknya dan mulai memukul ke-8 anggota Planare yang ada. Meskipun dia hanya menyerang dengan menggunakan pegangan pedang, tangan dan kakinya, setiap serangan dari laki-laki ini mampu melumpuhkan semua anggota Planare dan membuat mereka terlempar keluar dari dalam gedung.
Siapa sangka pertarungan 1 melawan 8 ini akan dimenangkan oleh 1 orang yang bahkan terlihat tak becus untuk berkelahi?
Dia melangkah di depan anggota-anggota Planare yang sedang meringis kesakitan di tanah di depan dengan ekspresi yang benar-benar jahat. Untuk pertama kalinya anggota-anggota Planare merasakan rasa takut yang luar biasa. Mereka gemetaran ketakutan melihat laki-laki ini.
"Kalian menganggap diri kalian bahaya kan?" ucapnya dengan intonasi mengejek. "AKU ADALAH BAHAYANYA! AKU MEMAKAN BAHAYA DAN MENGENCINGI KEMATIAN!!! TIDAK ADA SATUPUN YANG AKU TAKUTI! PLANARE ATAU RAJA IBLIS, PERSETAN DENGAN KALIAN SEMUA KARENA TELAH MENGOTORI KANDANG INI DENGAN SENDAL KALIAN!!!!!"
Aone benar-benar kagum dan tak bisa berkata-kata melihat bagaimana orang itu dengan berani mengejek sekte Planare. Ini adalah pertama kalinya dia melihat orang yang berani berhadapan dengan Planare dan bahkan membuat anggota mereka takut.
"Oh, benar juga..." gumam Aone. "Kesempatan!"
Aone berlari keluar dari kandang. Dia menutup kedua matanya, melihat ke langit sambil mengulurkan kedua tangannya perlahan pada langit malam hari yang gelap.
"Wahai kekuatan jahat.... Engkau yang menentang siklus kehidupan... Engkau yang melanggar peraturan dari kematian... Engkau yang membawa kesengsaraan dan penderitaan... Engkau yang ingin melihat keruntuhan dari kehidupan..." gumam Aone
Cahaya putih mulai keluar dari tanah tempat Aone berdiri. Seberkas cahaya dari langit menembus kegelapan malam, menerangi tempat dimana Aone berdiri yang kemudian disusul oleh seberkas cahaya terang lain yang menerangi tempat dimana ke-8 anggota Planare sedang tergeletak kesakitan.
Laki-laki asing tadi diam menatap apa yang dilakukan oleh Aone dengan emosi yang bercampur aduk.
"Aku... Dewi Kehidupan Airyn, dengan ini memutuskan hukuman kalian adalah kematian. Akan kucabut keabadian kalian.... LENYAPLAH!!" lanjut Aone
Cahaya yang sangat terang dan berkilau keluar dari tanah dimana ke-8 anggota Planare berdiri. Tubuh mereka mulai terbakar dan mengeluarkan asap. Mereka berteriak kesakitan. Hanya dalam hitungan detik, mereka lenyap terbakar tanpa menyisakan sedikitpun debu.
"Semoga jiwa kalian beristirahat dengan tenang dan menemukan kedamaian abadi..." lanjut Aone menundukan kepalanya dan berdoa
Laki-laki asing tersebut menghela nafas lega sambil memasang kembali sarung pedangnya kembali pada sabuk yang dikenakannya. Dia menjulurkan tangannya ke depan sesaat dan terlihat benar-benar mengantuk.
Dengan santai dia berjalan kembali ke gedung kayu kandang kuda. Saat dia melewati Aone, dia berhenti sebentar.
"Mereka sudah tidak ada kan?" ucapnya
"Eh... Ya... T-terimakasih!" balas Aone. "Um.... Anuu.... Kalau boleh.... Maukah kau-"
"Aku tak tertarik" sela laki-laki itu dengan santai. "Aku mau kembali tidur, jadi jangan bangunkan aku kecuali jika ada serigala yang mendekatimu"
Laki-laki itu dengan santai lanjut berjalan kembali ke dalam kandang kuda dan kembali tidur. Aone hanya diam menatap laki-laki itu. Dia tersenyum sendiri.
"Aku akan berbicara padanya besok pagi..." gumam Aone dalam hati
Aone menyadari jika dia meninggalkan sendalnya di dalam kandang dan kedua telapak kakinya sudah kotor untuk kembali masuk ke dalam kandang. Dia hanya tersenyum pasrah dan memutuskan untuk tidur malam ini di depan gedung kayu kadang ini. Angin malam yang dingin mulai berhembus.
Perlahan-lahan kedua mata Aone mulai terasa berat dan akhirnya tertidur pulas.
Sejumlah orang berjubah hitam mengejar perempuan itu dengan pisau. Mereka adalah anggota sekte sesat Planare. Orang-orang ini tahu persis yang mereka kejar adalah Aone, reinkarnasi dari Dewi Kehidupan. Membunuh Dewi adalah hal yang mustahil tetapi jika sang Dewi dalam wujud manusia, maka membunuh Dewi Kehidupan bukan hal yang mustahil lagi.
Dewi Kehidupan adalah satu-satunya penyebab kenapa segel yang menahan iblis dari alam kehancuran belum hilang sepenuhnya. Selama dia masih ada, iblis dari alam kehancuran tidak bisa bebas mengamuk di dunia ini. Menyingkirkan segel tersebut adalah prioritas utama dari orang-orang sekte Planare.
Aone sendiri mengetahui hal ini. Dia tidak bisa melawan balik orang-orang sekte Planare dalam wujudnya sebagai manusia. Fisik dari wujud manusianya terlalu lemah. Merupakan suatu keajaiban dia masih bisa terus berlari selama beberapa jam mencoba menghindari orang-orang sekte Planare yang ada di belakangnya.
Nafasnya semakin tidak beraturan dan kedua kakinya mulai terasa berat karena kelelahan dari pelariannya sementara orang-orang dari sekte Planare tidak terlihat lelah; mungkin karena pengaruh dari ritual sesat yang mereka lalui merubah mereka menjadi separuh undead.
Dari kejauhan, dia melihat sebuah kandang kuda. Aone memaksakan dirinya untuk terus berlari mengecoh orang-orang yang mengejarnya di antara pepohonan yang ada kemudian berlari masuk ke dalam kandang kuda yang merupakan gedung kayu yang sangat besar.
Di dalam kandang tersebut tidak ada kuda sama sekali. Aone tidak mencoba memikirkan alasan kenapa kandang ini kosong. Dia bersembunyi pada salah satu kandang kecil yang kosong. Nafasnya masih tidak beraturan.
"Kumohon.... Jangan periksa kandang ini..." pikirnya
Tak lama kemudian dia mendengar beberapa langkah kaki mulai memasuki gedung kayu besar ini. Aone menutup mulutnya dan merayap perlahan-lahan menuju tumpukan jerami; mencoba untuk tak membuat suara sedikitpun.
"Cepat juga anak kecil itu!"
"Namanya juga reinkarnasi Dewi"
"Berisik! Berpencar! Cari dia! Dia pasti ada di salah satu kandang ini!"
"Kenapa kita tidak membakar kandang ini saja?"
"Memangnya kau membawa minyak?"
"Benar juga..."
Aone menutupi dirinya dengan jerami, meninggalkan sedikit ruangan untuknya bernapas dan melihat ke arah pintu kandang tempat dia bersembunyi. Dia mulai mencoba mengatur nafasnya supaya tidak terlalu kuat. Dia gemetaran, ketakutan... Meskipun dia memiliki kekuatan magis yang luar biasa, dia sama sekali tidak bisa bertarung sementara orang-orang sekte Planare yang mengejarnya merupakan orang-orang yang sudah terbiasa membunuh.
Sebuah langkah kaki semakin mendekati kandang tempat dia bersembunyi. Pintu kandang pun dibuka. Aone bisa melihat salah satu dari 8 anggota Planare yang mengejarnya memasuki ruangan dengan pisau di tangannya. Jantung Aone berdebar-debar dengan kencang.
Anggota sekte Planare ini melihat-lihat sekelilingnya. Dia hanya melihat tumpukan jerami saja tetapi sama sekali tidak menyadari jika Aone sedang bersembunyi diantara tumpukan jerami yang sangat banyak.
"Cih"
Dia menggelengkan kepalanya lalu meninggalkan kandang itu dalam kondisi pintu tertutup. Aone merasa sangat lega.
"Bagaimana?"
"Kosong"
"Sial, kemana bocah sialan itu pergi?!"
Aone membersihkan keringat yang membasahi wajahnya dengan salah satu tangannya. Dia merasa sedikit lebih tenang tetapi masih sangat was-was.
"Tenanglah Aone... Mereka tak menyadarimu... Yah... Mereka tak menyadarimu" gumam Aone pada dirinya sendiri
Glep! Aone merasa ada yang memegang kakinya. Spontan, tanpa berpikir, Aone langsung menjadi panik dan berteriak.
"KYAAAAAA!!!!!!!!!!"
Aone langsung menutup mulutnya dengan penuh rasa menyesal. Anggota sekte Planare yang masih di dalam gedung kayu mendobrak pintu dimana Aone bersembunyi. Aone yang terlanjur kaget kini tidak punya tempat untuk lari lagi.
"Aha!!" ucap salah satu anggota Planare
Aone menghitung jumlah anggota Planare yang menyerbu masuk. 1...2...3..4..5..6....7...8... Jika mereka semua menyerbu masuk... Lalu siapa yang memegang kakinya?
Tiba-tiba seorang laki-laki berwajah kusut dengan pakaian sederhana yang kusam dan celana panjang biru yang lusuh bangkit berdiri dari tumpukan jerami. Di pinggangnya ada sebuah sarung pedang, tangan kanannya memegang kaki Aone. Wajahnya... Terlihat benar-benar geram.
"BERISIK!!!!! ADA APA DENGAN KALIAN SEMUA HAH?!!!?!?" bentaknya dengan suara lantang
"Eh? Kau siapa?" tanya Aone
"DIAM! JUSTRU KALIAN YANG SIAPA?!?!?!? TIDAK BISAKAH KALIAN MEMBIARKAN AKU TIDUR DENGAN TENANG DI SINI??!?! DAN KENAPA KALIAN MASUK DENGAN SENDAL?! AKU BARU SAJA MEMBERSIHKAN KANDANG INI!!!!"
Suaranya yang sangat lantang dan tegas ditambah dengan ekspresi wajahnya yang sangat garang membuat anggota Planare melangkah mundur sedikit. Aone lansung berlutut di hadapan laki-laki yang tak dikenallnya ini.
"Kumohon! Selamatkan aku!" pinta Aone
"KAU JUGA!!! SIAPA KAU?! KENAPA KAU TIDUR DISAMPINGKU?!" bentaknya. "ASAL KAU TAHU SAJA! AKU INI BUKAN LOLICON!"
"M-m-m...maaf! Aku benar-benar minta maaf!"
Hal pertama yang terlintas di pikiran Aone dan para anggota Planare adalah; orang ini gila. Dia sama sepertinya sama sekali tidak menyadari dia sedang berhadapan dengan reinkarnasi Dewi Kehidupan dan anggota-anggota dari sekte sesat Planare yang paling ditakuti di dunia. Dia jauh lebih mementingkan waktu tidurnya dibandingkan melihat kenyataan jika dirinya sedang berada di tengah-tengah situasi dimana nasib seluruh dunia sedang dipertaruhkan.
"Kalian! Kenapa kalian semua ke sini?!" tanya orang itu masih terlihat kesal
"Kumohon! Mereka ingin membunuhku!" jawab Aone mendahului anggota Planare
"Kami hanya ingin perempuan itu. Serahkan dia dan kami akan meninggalkan tempat ini" jawab salah satu anggota Planare
"Oh?" balas laki-laki itu menggaruk kepalanya. "Jadi kalian hanya ingin dia kan? Tak masalah denganku"
Mendengar jawaban itu. Aone merasa syok berat.
"Kumohon! Lindungilah aku! A-...a...-Aku akan melakukan apa saja!" ucap Aone
"Apa saja?" tanya laki-laki ini
"Ya! Kumohon!!!"
Laki-laki ini menatap langit untuk sesaat kemudian menghela napas. Dia menepuk kepala Aone.
"Jadilah perempuan yang baik dan pergi sana dengan mereka" ucapnya dengan wajah yang santai tapi mengantuk
"TIDAAAAK!!!!" Balas Aone. "Kumohon jangan serahkan aku pada mereka!!!"
Aone memeluk laki-laki tak dikenal ini erat-erat. Dia mencoba mendorong Aone menjauhi dirinya dan dia terlihat benar-benar kesal. Anggota sekte Planare hanya diam menatap mereka berdua. Biasanya sekte Planare akan memanfaatkan segala situasi yang menguntungkan mereka tetapi situasi ini.... Terlalu absurd untuk mereka. Saking absurdnya sampai-sampai mereka tidak tahu harus berbuat apa selain menatap mereka.
Laki-laki asing ini mencoba mendorong Aone menjauhi dirinya sementara Aone bersikeras tidak mau melepas pelukannya dengan air mata yang berlinang. Sekilas mereka berdua terlihat seperti orang yang keterbelakangan mental.
"BERISIK!!! LAGIPULA SIAPA KAU?!" tanya dia
"Aku... Aku adalah Aone! Reinkarnasi dari Dewi Kehidupan Airyn! Kau sadar kan raja iblis dari alam kehancuran akan bisa datang ke alam ini jika aku mati kan?"
"BODOH AMAT!!! BIARLAH RAJA IBLIS MAU DATANG ESOK HARI ATAU KIAMAT AKAN TERJADI ESOK HARI, YANG JELAS WAKTU TIDURKU BERKURANG!!!!" Bentaknya
"Hiks... Huaaa... Kumohon!!! Apakah bagimu waktu tidurmu jauh lebih penting daripada nasib seluruh dunia?" tanya Aone
"Bodoh!!! Dengar ya! Manusia itu minimum perlu waktu tidur 8 jam dalam 1 hari supaya bisa melanjutkan aktivitasnya dengan lancar untuk sisa 16 jam dalam 1 hari! Aku sudah tidak tidur selama 2 hari yang berarti aku harus tidur selama 16 jam!!! Bisakah kau bayangka betapa susahnya untuk beraktivitas selama 32 jam tanpa istirahat?!"
Laki-laki asing ini akhirnya berhasil melepaskan pelukan Aone yang begitu erat.
"Kumohon!!! Lindungilah aku! A-aku akan meminjamkan kekuatan magisku untukmu sebagai imbalannya!" tawar Aone
"H-hoi.... Apa kau bahkan sadar ada 8 orang sekte Planare di dalam kandang ini?" sela salah satu anggota Planare
Laki-laki asing ini terdiam. Dia menatap ke-8 anggota Planare yang ada di dalam kandang. Anggota Planare tersenyum licik, mereka yakin segila-gilanya orang ini, dia pasti pernah mendengar kekejaman dan kebengisan dari sekte mereka; sekte yang mampu memanggil dan mengendalikan iblis.
"S-sekte Planare katamu?!" ucapnya
"Ya... Kami tidak peduli darah siapa yang harus kami teteskan, berapa banyak orang yang harus kami bunuh... Kami adalah pelayan setia dari raja iblis... Kau sendiri pasti tahu kan? Betapa kejamnya kami?"
Laki-laki asing ini menatap mereka. Tubuhnya mulai gemetaran. Bagi Aone, ini benar-benar buruk... Orang yang takut pada sekte Planare cenderung berpihak pada mereka karena takut dengan kekejaman dan kebengisan mereka.
"Ja-jangan termakan ucapan mereka! Memang benar mereka itu orang berbahaya tapi... Uhm... Ehmm.."
Aone menggelengkan kepalanya. Dia sadar dia memang kurang pintar dalam berbicara. Dia berpikir keras mencoba menemukan kata-kata yang akan membuat laki-laki asing ini tidak menyerahkannya pada Planare.
"Bahaya... Katamu?" ucapnya dengan badan yang gemetaran
"Jika kau tak ingin mati sekarang; serahkan perempuan itu pada kami dan kami ak-"
BUUUAGH!!! Dalam kejapan mata, laki-laki itu memukul anggota Planare yang sedang berbicara dengan penuh percaya diri. Satu pukulan darinya saja langsung membuat anggota Planare itu melayang keluar dari dalam gedung.
Anggota Planare yang lain terkejut dengan kecepatan dan kekuatan dari laki-laki asing yang wajahnya bahkan terlihat seperti orang yang tak pernah makan selama 2 abad (baca; berantakan).
"Kau!!! Kau berani dengan kami hah?! Apa kau tidak takut dengan kematia-"
BUGH! Laki-laki asing ini dengan cepat melakukan tendangan memutar, menendang anggota Planare yang lain melayang keluar dari dalam gedung. Sisa anggota Planare melangkah mundur, geram dengan serangan laki-laki asing ini.
Laki-laki ini mengepalkan kedua tangannya, suara tulang-tulang tangannya dapat terdengar. Dia terlihat benar-benar kesal. Aone hanya tertegun, diam menatap laki-laki tak dikenalnya ini berdiri tanpa menunjukan sedikitpun rasa takut terhadap anggota Planare.
Aone mengagumi keberanian dari orang ini dan berpikir untuk menjadikannya sebagai pengawal pribadinya.
"Aku tak mengerti semua omong kosong yang kalian katakan" ucapnya. "KENAPA KALIAN MASIH MEMAKAI SENDAL?!!!?" bentaknya
"Eh?" Aone memiringkan kepalanya
Aone secara tak sadar telah melepaskan sendalnya ketika dia bersembunyi di dalam tumpukan jerami tadi sementara orang-orang dari Planare sama sekali tidak melepaskan sendal mereka. Aone baru menyadari jika kandang ini menjadi sedikit kotor karena sendal dari anggota Planare.
Siapa laki-laki ini? Pikir Aone dalam hatinya...
"B-Bunuh dia dan sang Dewi!!!!" perintah salah satu anggota Planare
Anggota Planare yang tersisa mulai menyerang laki-laki ini. Tetapi gerakannya benar-benar cepat dan lincah. Semua serangan dari anggota Planare tidak ada satupun yang mengenalinya. Pergerakan kakinya, refleksnya... Melampaui kemampuan orang-orang Planare.
Dia melepaskan sarung pedangnya dari sabuknya dan mulai memukul ke-8 anggota Planare yang ada. Meskipun dia hanya menyerang dengan menggunakan pegangan pedang, tangan dan kakinya, setiap serangan dari laki-laki ini mampu melumpuhkan semua anggota Planare dan membuat mereka terlempar keluar dari dalam gedung.
Siapa sangka pertarungan 1 melawan 8 ini akan dimenangkan oleh 1 orang yang bahkan terlihat tak becus untuk berkelahi?
Dia melangkah di depan anggota-anggota Planare yang sedang meringis kesakitan di tanah di depan dengan ekspresi yang benar-benar jahat. Untuk pertama kalinya anggota-anggota Planare merasakan rasa takut yang luar biasa. Mereka gemetaran ketakutan melihat laki-laki ini.
"Kalian menganggap diri kalian bahaya kan?" ucapnya dengan intonasi mengejek. "AKU ADALAH BAHAYANYA! AKU MEMAKAN BAHAYA DAN MENGENCINGI KEMATIAN!!! TIDAK ADA SATUPUN YANG AKU TAKUTI! PLANARE ATAU RAJA IBLIS, PERSETAN DENGAN KALIAN SEMUA KARENA TELAH MENGOTORI KANDANG INI DENGAN SENDAL KALIAN!!!!!"
Aone benar-benar kagum dan tak bisa berkata-kata melihat bagaimana orang itu dengan berani mengejek sekte Planare. Ini adalah pertama kalinya dia melihat orang yang berani berhadapan dengan Planare dan bahkan membuat anggota mereka takut.
"Oh, benar juga..." gumam Aone. "Kesempatan!"
Aone berlari keluar dari kandang. Dia menutup kedua matanya, melihat ke langit sambil mengulurkan kedua tangannya perlahan pada langit malam hari yang gelap.
"Wahai kekuatan jahat.... Engkau yang menentang siklus kehidupan... Engkau yang melanggar peraturan dari kematian... Engkau yang membawa kesengsaraan dan penderitaan... Engkau yang ingin melihat keruntuhan dari kehidupan..." gumam Aone
Cahaya putih mulai keluar dari tanah tempat Aone berdiri. Seberkas cahaya dari langit menembus kegelapan malam, menerangi tempat dimana Aone berdiri yang kemudian disusul oleh seberkas cahaya terang lain yang menerangi tempat dimana ke-8 anggota Planare sedang tergeletak kesakitan.
Laki-laki asing tadi diam menatap apa yang dilakukan oleh Aone dengan emosi yang bercampur aduk.
"Aku... Dewi Kehidupan Airyn, dengan ini memutuskan hukuman kalian adalah kematian. Akan kucabut keabadian kalian.... LENYAPLAH!!" lanjut Aone
Cahaya yang sangat terang dan berkilau keluar dari tanah dimana ke-8 anggota Planare berdiri. Tubuh mereka mulai terbakar dan mengeluarkan asap. Mereka berteriak kesakitan. Hanya dalam hitungan detik, mereka lenyap terbakar tanpa menyisakan sedikitpun debu.
"Semoga jiwa kalian beristirahat dengan tenang dan menemukan kedamaian abadi..." lanjut Aone menundukan kepalanya dan berdoa
Laki-laki asing tersebut menghela nafas lega sambil memasang kembali sarung pedangnya kembali pada sabuk yang dikenakannya. Dia menjulurkan tangannya ke depan sesaat dan terlihat benar-benar mengantuk.
Dengan santai dia berjalan kembali ke gedung kayu kandang kuda. Saat dia melewati Aone, dia berhenti sebentar.
"Mereka sudah tidak ada kan?" ucapnya
"Eh... Ya... T-terimakasih!" balas Aone. "Um.... Anuu.... Kalau boleh.... Maukah kau-"
"Aku tak tertarik" sela laki-laki itu dengan santai. "Aku mau kembali tidur, jadi jangan bangunkan aku kecuali jika ada serigala yang mendekatimu"
Laki-laki itu dengan santai lanjut berjalan kembali ke dalam kandang kuda dan kembali tidur. Aone hanya diam menatap laki-laki itu. Dia tersenyum sendiri.
"Aku akan berbicara padanya besok pagi..." gumam Aone dalam hati
Aone menyadari jika dia meninggalkan sendalnya di dalam kandang dan kedua telapak kakinya sudah kotor untuk kembali masuk ke dalam kandang. Dia hanya tersenyum pasrah dan memutuskan untuk tidur malam ini di depan gedung kayu kadang ini. Angin malam yang dingin mulai berhembus.
Perlahan-lahan kedua mata Aone mulai terasa berat dan akhirnya tertidur pulas.
****************
Pagi harinya, Aone terbangun karena mencium aroma roti bakar. Ketika dia membuka matanya, dia baru sadar ada yang menutupinya dengan jaket sederhana yang terlihat lusuh dan memiliki banyak bekas jahitan.
"Jaket ini? Bukannya ini milik laki-laki gila tadi malam?" pikir Aone
Saat Aone sedang hanyut dalam pikirannya, laki-laki yang baru saja dipikirkannya datang dari samping melambaikan sepotong roti bakar di depan wajah Aone. Pagi ini dia masih terlihat sangat mengantuk tetapi tersenyum ramah pada Aone sambil menggigit sepotong roti bakar di mulutnya.
"Untukku?" tanya Aone
"Uh-huh" balasnya
"T-terimakasih"
Aone menerima roti bakar tersebut dengan senang hati. Roti adalah makanan favoritnya. Dia sendiri juga heran kenapa dia sangat menyukai roti ketika bereinkarnasi sebagai manusia, kemungkinan karena para pengikutnya dominan juga mempersembahkan roti dalam upacara-upacara.
"Ah... Anu... Aku tahu tadi malam aku sudah memperkenalkan namaku tetapi aku ingin memperkenalkan diri sekali lagi... Aku Aone, reinkarnasi dari Dewi Kehidupan Airyn" ucap Aone
"Untuk Dewi, kau itu bodoh tidur di luar" komentar laki-laki itu sedikit dingin. "Tadi malam itu hujan deras dan kau bisa tertidur pulas sampai pagi?"
"M-maaf... Kakiku terlalu kotor untuk masuk ke dalam dan aku takut kau marah jadi-"
"Yaah.... Tak apa-apalah. Dengar, Dewi atau bukan, aku tak bisa membiarkanmu tidur di luar sendirian begitu saja. Bagaimana kalau serigala datang dan menerkammu saat kau tidur?"
Aone menundukan kepalanya. Siapapun laki-laki ini, dia sama sekali tidak peduli jika Aone adalah Dewi.
"Namaku Zein. Zein Ford untuk lebih tepatnya" sambung laki-laki itu. "Yah... Aku bukan siapa-siapa, hanya pengembara biasa"
"Zein Ford ya?" gumam Aone. "Zein, apakah kau masih ingat apa yang kukatakan tadi malam?"
"Hmn? Aku bahkan tidak ingat lagi apa yang terjadi tadi malam" jawabnya dengan santai
Aone menundukan kepalanya dengan kecewa. Bagaimana caranya orang ini bisa melupakan kejadian tadi malam? Apalagi mengingat dia berhadapan dengan anggota sekte Planare dan bahkan membuat mereka ketakutan.
Aone menghela napas dan merapikan rambutnya sebentar.
"Kau sadar dunia ini terancam akan diambang kehancuran karena invasi iblis dari alam kehancuran kan?"
"Hmmmn" Zein mengangkat alis matanya sesaat. "Entahlah... Aku tak tau dan tak tertarik untuk mencari tau" balasnya
"O...Oh....." gumam Aone sedikit ingin menghantam kepalanya sendiri pada tembok kayu. "Intinya, sekte Planare yang mengincarku tadi malam tahu jika aku adalah sumber dari segel yang menyegel gerbang kehancuran yang menghubungkan dunia ini dengan alam kehancuran. Jika aku mati, maka segel tersebut akan lepas"
Zein dengan santai menganggukan kepalanya. Dia menelan roti yang baru dikunyahnya dengan wajah yang santai.
"Jika kau memang Dewi, kenapa kau tak langsung menyegel gerbang itu saja? Kenapa harus susah payah menjadi manusia dulu? Apa otakmu tidak ada?" komentar Zein
"K-kejam!" balas Aone mau menangis. "Segel tersebut hanya bisa diaktifkan oleh manusia yang memiliki kekuatan magis yang luar biasa, tetapi masalahnya tidak ada satupun manusia yang memiliki kekuatan tersebut saat ini"
"Oooh..."
Zein terlihat sama sekali tidak peduli tetapi dia benar-benar mendengarkan apa yang diucapkan oleh Aone. Aone hanya berharap laki-laki ini bisa sedikit lebih serius menanggapinya.
"Fisikku benar-benar lemah jadi.... Aku ingin kau menjadi pengawalku. Aku akan meminjamkan kekuatanku jika kau perlu balasan" tawar Aone. "Zein Ford; buatlah kontrak denganku!"
"Tidak terimakasih" balas Zein datar
"Eh?!" Aone terkejut
"Aku tak peduli jika dunia mau kiamat besok atau raja iblis dan segala macam akan menghabisi seluruh dunia ini" komentar Zein sambil bangkit berdiri. "Aku percaya kau itu memang Dewi sungguhan, tapi aku tidak peduli dengan nasib dunia ini"
Aone terlihat kebingungan. Apa motif dari orang ini? Dia sama sekali tidak tertarik tetapi kenapa Aone merasa jika orang ini adalah orang sempurna yang tak akan bisa disentuh oleh pengaruh buruk dari alam kehancuran?
Penampilan dan caranya berbicara menunjukan jika dia itu orang sederhana yang tak bisa apa-apa, tetapi kemampuannya menghadapi anggota Planare tadi malam benar-benar luar biasa seolah-olah dia pernah berhadapan dengan kematian dan mengejek kematian.
"Kalau begitu... Bisakah kau setidaknya mengawalku sampai aku mencapai ibu kota Furadie?" tanya Aone
"Hah?"
"A-aku.... T-tidak punya uang... Kumohon! Aku tidak tahu harus minta tolong pada siapa lagi!"
"Sudah kukatakan aku tak tertarik" balas Zein
"Kumohon! Zein! Bantulah aku!"
"Tidak mau"
Aone meneteskan air mata lalu mulai menangis. Tangisannya membuat Zein menghela napas untuk memenangkan dirinya karena tingkah Aone. Dia menepuk kepala Aone secara lembut beberapa kali.
"Ehm... Ahm... S-sudahlah... Jangan menangis...."
"Huaaaa.... Kumohon! Bantulah aku! Huaaaa" rengek Aone
"H-hoi... Kau ini Dewi kan? Kenapa kau sangat cengeng?" keluh Zein
"Habisnya... Habisnya.... Kau.. Huaaaa"
"GAH! BAIKLAH! BAIKLAH! AKU MENGERTI!!!"
Aone menghapus air matanya. Dia sendiri tidak tahu kenapa dia sangat mudah menangis. Sementara itu Zein terlihat sedikit frustasi karena dia bukan tipe orang yang bisa diam melihat perempuan yang menangis.
"Jadi.... Kau setuju dengan tawaranku?"
"Tidak" jawab Zein datar
"Eh? Kau kejam!"
"Aku memang tidak setuju tapi aku hanya kepikiran saja... Jika kau menyegel raja iblis, segelnya bisa dirusakan lagi oleh sekte Planare kan?"
"Ah? Ya... Memangnya kenapa?"
"Aku tak mau jika kau merengek lagi padaku nanti jadi sudah aku putuskan; akan kubantai setiap anggota Planare dan iblis yang kutemui. Kemudian, aku akan memengal kepala dari raja iblis dan memanggangnya dalam panci!"
Aone menatapnya dengan tatapan ngeri. Sekujur tubuhnya gemetaran. Sekarang dia sadar kenapa anggota Planare sangat takut pada Zein; Zein adalah manusia gila yang sama sekali tidak mengenal rasa takut dan menurut penilaian kasar Aone, sekali Zein mengatakan sesuatu, dia akan benar-benar melakukannya tidak peduli seberapa gila idenya itu.
"Jika dia mati, maka kau tidak perlu mengganguku lagi!" sambung Zein dengan semangat
"Oh..." gumam Aone
"Jangan menatapku seperti itu!" tegur Zein. "Tetapi, sambil kita melakukan itu, aku tidak akan melewatkan pekerjaan bagus yang bisa kudapatkan"
Aone tersenyum. Zein mungkin gila dan nekat, tetapi sepertinya dia adalah orang yang bisa dipercayai oleh Aone. Mereka tersenyum satu sama lain.
Angin sepoi-sepoi berhembus. Aone merapikan rambutnya lagi dengan perasaan senang.
"Ah iya, Aone"
"Ya?"
"Ngomong-ngomong, tadi malam kau masuk dengan sendal ke dalam kandang kan?" tanya Zein
"Ah iya, sepertinya aku tak sengaja melepaskannya di tumpukan jerami"
Wajah Zein tiba-tiba menjadi pucat.
"Ada apa?" tanya Aone
"Apakah... Sendalmu itu ada motif bunga mawarnya?"
"Ya..." jawab Aone. "Ah! Zein... Jangan-jangan kau..." Aone membesarkan kedua matanya
"Aku membakarnya karena kukira itu adalah sampah...."
Kedua mata Aone berkaca-kaca. Dia kemudian menangis histeris sambil mendorong-menarik Zein berkali-kali.
"Zein! Kau bodoh! Kau bodoh! Kau bodoh! Kau bodoh! Bagaimana caranya kau bisa menyangka sendalku yang bagus itu sebagai sampah?!"
"MANA KUTAHU?!"
"Huaaaa... Hiks... Bagaimana iniii? Bagaimana jika kakiku terkena demam berdarah?"
"MANA BISA ORANG KENA DEMAM BERDARAH HANYA KARENA DIA TAK PUNYA ALAS KAKI?!"
"Hiks.... Huaaaa.... Bagaimana ini Zein?! Apa yang harus kulakukan?"
"Mengambang saja sana! Kau ini Dewi Kehidupan kan?!"
"Jika aku melakukan itu, itu akan menarik perhatian terlalu banyak orang! Huaaaaa.... Hiks... Zeeeiinnn..... Kau bodoh!"
Bagian selanjutnya! Petualangku dengan orang gila yang bernama Zein Ford dimulai! Dia memang sedikit... Eksentrik. Tetapi dia adalah orang yang bisa kupercaya.
"JANGAN PANGGIL AKU EKSENTRIK BOCAH CENGENG!!!"
Ah, ma-maaf! Maaf!
Ahem... Episode selanjutnya, aku dan Zein akan pergi mencari uang untuk menggantikan sendalku. Ugh... Sendal jerami ini sedikit gatal.... Tapi.... Yah, aku berterimakasih Zein mau bersusah payah membuatkannya untukku.
"Sebenarnya kau berbicara pada siapa Aone?"
"Jaket ini? Bukannya ini milik laki-laki gila tadi malam?" pikir Aone
Saat Aone sedang hanyut dalam pikirannya, laki-laki yang baru saja dipikirkannya datang dari samping melambaikan sepotong roti bakar di depan wajah Aone. Pagi ini dia masih terlihat sangat mengantuk tetapi tersenyum ramah pada Aone sambil menggigit sepotong roti bakar di mulutnya.
"Untukku?" tanya Aone
"Uh-huh" balasnya
"T-terimakasih"
Aone menerima roti bakar tersebut dengan senang hati. Roti adalah makanan favoritnya. Dia sendiri juga heran kenapa dia sangat menyukai roti ketika bereinkarnasi sebagai manusia, kemungkinan karena para pengikutnya dominan juga mempersembahkan roti dalam upacara-upacara.
"Ah... Anu... Aku tahu tadi malam aku sudah memperkenalkan namaku tetapi aku ingin memperkenalkan diri sekali lagi... Aku Aone, reinkarnasi dari Dewi Kehidupan Airyn" ucap Aone
"Untuk Dewi, kau itu bodoh tidur di luar" komentar laki-laki itu sedikit dingin. "Tadi malam itu hujan deras dan kau bisa tertidur pulas sampai pagi?"
"M-maaf... Kakiku terlalu kotor untuk masuk ke dalam dan aku takut kau marah jadi-"
"Yaah.... Tak apa-apalah. Dengar, Dewi atau bukan, aku tak bisa membiarkanmu tidur di luar sendirian begitu saja. Bagaimana kalau serigala datang dan menerkammu saat kau tidur?"
Aone menundukan kepalanya. Siapapun laki-laki ini, dia sama sekali tidak peduli jika Aone adalah Dewi.
"Namaku Zein. Zein Ford untuk lebih tepatnya" sambung laki-laki itu. "Yah... Aku bukan siapa-siapa, hanya pengembara biasa"
"Zein Ford ya?" gumam Aone. "Zein, apakah kau masih ingat apa yang kukatakan tadi malam?"
"Hmn? Aku bahkan tidak ingat lagi apa yang terjadi tadi malam" jawabnya dengan santai
Aone menundukan kepalanya dengan kecewa. Bagaimana caranya orang ini bisa melupakan kejadian tadi malam? Apalagi mengingat dia berhadapan dengan anggota sekte Planare dan bahkan membuat mereka ketakutan.
Aone menghela napas dan merapikan rambutnya sebentar.
"Kau sadar dunia ini terancam akan diambang kehancuran karena invasi iblis dari alam kehancuran kan?"
"Hmmmn" Zein mengangkat alis matanya sesaat. "Entahlah... Aku tak tau dan tak tertarik untuk mencari tau" balasnya
"O...Oh....." gumam Aone sedikit ingin menghantam kepalanya sendiri pada tembok kayu. "Intinya, sekte Planare yang mengincarku tadi malam tahu jika aku adalah sumber dari segel yang menyegel gerbang kehancuran yang menghubungkan dunia ini dengan alam kehancuran. Jika aku mati, maka segel tersebut akan lepas"
Zein dengan santai menganggukan kepalanya. Dia menelan roti yang baru dikunyahnya dengan wajah yang santai.
"Jika kau memang Dewi, kenapa kau tak langsung menyegel gerbang itu saja? Kenapa harus susah payah menjadi manusia dulu? Apa otakmu tidak ada?" komentar Zein
"K-kejam!" balas Aone mau menangis. "Segel tersebut hanya bisa diaktifkan oleh manusia yang memiliki kekuatan magis yang luar biasa, tetapi masalahnya tidak ada satupun manusia yang memiliki kekuatan tersebut saat ini"
"Oooh..."
Zein terlihat sama sekali tidak peduli tetapi dia benar-benar mendengarkan apa yang diucapkan oleh Aone. Aone hanya berharap laki-laki ini bisa sedikit lebih serius menanggapinya.
"Fisikku benar-benar lemah jadi.... Aku ingin kau menjadi pengawalku. Aku akan meminjamkan kekuatanku jika kau perlu balasan" tawar Aone. "Zein Ford; buatlah kontrak denganku!"
"Tidak terimakasih" balas Zein datar
"Eh?!" Aone terkejut
"Aku tak peduli jika dunia mau kiamat besok atau raja iblis dan segala macam akan menghabisi seluruh dunia ini" komentar Zein sambil bangkit berdiri. "Aku percaya kau itu memang Dewi sungguhan, tapi aku tidak peduli dengan nasib dunia ini"
Aone terlihat kebingungan. Apa motif dari orang ini? Dia sama sekali tidak tertarik tetapi kenapa Aone merasa jika orang ini adalah orang sempurna yang tak akan bisa disentuh oleh pengaruh buruk dari alam kehancuran?
Penampilan dan caranya berbicara menunjukan jika dia itu orang sederhana yang tak bisa apa-apa, tetapi kemampuannya menghadapi anggota Planare tadi malam benar-benar luar biasa seolah-olah dia pernah berhadapan dengan kematian dan mengejek kematian.
"Kalau begitu... Bisakah kau setidaknya mengawalku sampai aku mencapai ibu kota Furadie?" tanya Aone
"Hah?"
"A-aku.... T-tidak punya uang... Kumohon! Aku tidak tahu harus minta tolong pada siapa lagi!"
"Sudah kukatakan aku tak tertarik" balas Zein
"Kumohon! Zein! Bantulah aku!"
"Tidak mau"
Aone meneteskan air mata lalu mulai menangis. Tangisannya membuat Zein menghela napas untuk memenangkan dirinya karena tingkah Aone. Dia menepuk kepala Aone secara lembut beberapa kali.
"Ehm... Ahm... S-sudahlah... Jangan menangis...."
"Huaaaa.... Kumohon! Bantulah aku! Huaaaa" rengek Aone
"H-hoi... Kau ini Dewi kan? Kenapa kau sangat cengeng?" keluh Zein
"Habisnya... Habisnya.... Kau.. Huaaaa"
"GAH! BAIKLAH! BAIKLAH! AKU MENGERTI!!!"
Aone menghapus air matanya. Dia sendiri tidak tahu kenapa dia sangat mudah menangis. Sementara itu Zein terlihat sedikit frustasi karena dia bukan tipe orang yang bisa diam melihat perempuan yang menangis.
"Jadi.... Kau setuju dengan tawaranku?"
"Tidak" jawab Zein datar
"Eh? Kau kejam!"
"Aku memang tidak setuju tapi aku hanya kepikiran saja... Jika kau menyegel raja iblis, segelnya bisa dirusakan lagi oleh sekte Planare kan?"
"Ah? Ya... Memangnya kenapa?"
"Aku tak mau jika kau merengek lagi padaku nanti jadi sudah aku putuskan; akan kubantai setiap anggota Planare dan iblis yang kutemui. Kemudian, aku akan memengal kepala dari raja iblis dan memanggangnya dalam panci!"
Aone menatapnya dengan tatapan ngeri. Sekujur tubuhnya gemetaran. Sekarang dia sadar kenapa anggota Planare sangat takut pada Zein; Zein adalah manusia gila yang sama sekali tidak mengenal rasa takut dan menurut penilaian kasar Aone, sekali Zein mengatakan sesuatu, dia akan benar-benar melakukannya tidak peduli seberapa gila idenya itu.
"Jika dia mati, maka kau tidak perlu mengganguku lagi!" sambung Zein dengan semangat
"Oh..." gumam Aone
"Jangan menatapku seperti itu!" tegur Zein. "Tetapi, sambil kita melakukan itu, aku tidak akan melewatkan pekerjaan bagus yang bisa kudapatkan"
Aone tersenyum. Zein mungkin gila dan nekat, tetapi sepertinya dia adalah orang yang bisa dipercayai oleh Aone. Mereka tersenyum satu sama lain.
Angin sepoi-sepoi berhembus. Aone merapikan rambutnya lagi dengan perasaan senang.
"Ah iya, Aone"
"Ya?"
"Ngomong-ngomong, tadi malam kau masuk dengan sendal ke dalam kandang kan?" tanya Zein
"Ah iya, sepertinya aku tak sengaja melepaskannya di tumpukan jerami"
Wajah Zein tiba-tiba menjadi pucat.
"Ada apa?" tanya Aone
"Apakah... Sendalmu itu ada motif bunga mawarnya?"
"Ya..." jawab Aone. "Ah! Zein... Jangan-jangan kau..." Aone membesarkan kedua matanya
"Aku membakarnya karena kukira itu adalah sampah...."
Kedua mata Aone berkaca-kaca. Dia kemudian menangis histeris sambil mendorong-menarik Zein berkali-kali.
"Zein! Kau bodoh! Kau bodoh! Kau bodoh! Kau bodoh! Bagaimana caranya kau bisa menyangka sendalku yang bagus itu sebagai sampah?!"
"MANA KUTAHU?!"
"Huaaaa... Hiks... Bagaimana iniii? Bagaimana jika kakiku terkena demam berdarah?"
"MANA BISA ORANG KENA DEMAM BERDARAH HANYA KARENA DIA TAK PUNYA ALAS KAKI?!"
"Hiks.... Huaaaa.... Bagaimana ini Zein?! Apa yang harus kulakukan?"
"Mengambang saja sana! Kau ini Dewi Kehidupan kan?!"
"Jika aku melakukan itu, itu akan menarik perhatian terlalu banyak orang! Huaaaaa.... Hiks... Zeeeiinnn..... Kau bodoh!"
******************
Bersambung
"JANGAN PANGGIL AKU EKSENTRIK BOCAH CENGENG!!!"
Ah, ma-maaf! Maaf!
Ahem... Episode selanjutnya, aku dan Zein akan pergi mencari uang untuk menggantikan sendalku. Ugh... Sendal jerami ini sedikit gatal.... Tapi.... Yah, aku berterimakasih Zein mau bersusah payah membuatkannya untukku.
"Sebenarnya kau berbicara pada siapa Aone?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar