Part sebelumnya, Lightshot berhasil menyusup ke dalam Kamp Diotne dan betapa terkejutnya dia ketika dia ditugaskan untuk mengawal pengiriman budak yang merupakan tahanan perang di bawah komando unit yang dipimpin oleh Clivia.
Di tengah-tengah perjalanan, mereka diserang oleh Resistance dan dengan memanfaatkan suasana yang kacau, Lightshot membantu Resistance membebaskan para tahanan perang Empire dan kabur bersama-sama dengan Resistance. Pada saat bersamaan, Lightshot juga membuat sahabat baru; Cerina Silverheart!
******************
Stranger in War
Part-5
Kekuatan Baru?
"GYAHAHAHAHAHAHAHA!"
Violet tertawa terbahak-bahak sambil memukuli pundaku beberapa kali setelah mendengar ceritaku. 2 minggu telah berlalu semenjak kejadian di Seaside dan aku menceritakan semuanya pada Violet.
Seharusnya aku bisa menceritakan apa yang terjadi pada Violet tepat setelah kejadian itu tetapi pada waktu itu kita masih dalam pelarian dan terpaksa berpencar. Karena kami tidak memiliki satupun metode untuk tetap saling terhubung, aku tidak bisa menceritakannya sampai aku tidak sengaja bertemu dengan Violet di depan perpustakaan di Whiterun.
Ya, aku menepati janjiku pada Cerina. Aku membawanya pada perpustakaan ini. Semenjak dia dibebaskan, dia tidak memiliki tempat untuk dipanggil rumah sehingga aku menawarkannya untuk bekerja juga pada Alice. Saat ini juga, aku dan Violet sedang bercerita di depan perpustakaan sementara Cerina masuk ke dalam untuk membaca buku.
"Kau menyusup masuk ke dalam markas mereka karena salah satu dari mereka yang mabuk berat memberimu lambang mereka? Hahahahaha!" ucap Violet sambil tertawa. "Kau membuatku iri Lightshot! Hahahahaha!"
"Ya... Tetapi jika aku ketahuan maka tamatlah riwayatku" keluhku
"Setidaknya kau kembali dengan selamat dan itu adalah hal yang paling penting" ucap Violet mencoba meredakan suara tawanya yang besar
Violet menghela napas sesaat. Dia akhirnya berhasil berhenti tertawa. Jujur saja, untuk kategori orang yang mempersona, tawanya cukup membuatku merasa terganggu. Mungkin karena aku mengharapkan tawanya sedikit... "Lembut" bukan "Besar dan sangat bahagia".
"Lalu bagaimana dengan para tahanan yang lain?" tanyaku
"Um, separuh dari mereka menjalani hidup baru di pulau ini dan separuhnya lagi bergabung dengan kami" jawabnya
"Menjalani hidup di sini? Mereka tidak berusaha untuk pulang?" tanyaku
"Bukannya aku bermaksud kasar tetapi itu mustahil untuk sekarang. Empire memiliki angkatan laut yang sangat kuat dan mengendalikan lautan di luar pulau. Selama Resistance tidak memiliki sesuatu untuk melawan balik mereka dari dalam pulau maka tidak ada satupun kapal yang bisa masuk atau keluar tanpa izin Empire" jawab Violet
Hmn... Sesuatu yang bisa melawan balik kapal dari dalam pulau ya? Aku memikirkan roket atau artileri jarak jauh. Tetapi dengan tingkat teknologi sekarang ini... Kurasa itu juga masih mustahil. Meskipun Resistance berhasil melawan balik Empire dari pulau ini, Empire pasti masih akan terus menyerang lagi selama mereka masih mengendalikan lautan.
Kami mendengar suara langkah kaki dari belakang. Cerina datang menghampiri kami. Dia terlihat sedikit terkejut dengan keberadaan Violet dan entah kenapa menjadi sedikit malu.
"Ehm... Ma-maaf.. Aku akan kembali nanti saja" ucap Cerina
"Hah?" balas kami bingung
"Eh? Kalian berdua tidak..." Cerina menggelengkan kepalanya tiba-tiba. "Lupakan..."
"Gaya rambut yang bagus" puji Violet sambil menjentikan jarinya lalu mengacungkan jempol
"Te-terimakasih"
Memang benar Cerina mengganti gaya rambutnya. Sekarang dia berponi sebahu bukan rambut lurus panjang seperti dulu. Tetapi kenapa aku malah merasa perbincangan ini jadi absurd?
"Bagaimana Cerina? Buku-buku di perpustakaan ini bagus kan?" tanyaku
"Ya!" jawab Cerina bersemangat. "Banyak sekali buku tentang sejarah dan kepercayaan-kepercayaan kuno di sini! Tetapi..."
"Ada apa? Apakah ada yang kurang dari koleksi buku perpustakaan ini?" tanyaku
"Tidak... Hanya saja aku mendengar ada salah satu reruntuhan kuno tak jauh dari sini dan aku ingin mengunjunginya"
"Hmn... Memahami sejarah akan lebih mudah dengan observasi lapangan... Kan?" ucapku
"Benar!" balas Cerina semangat. "Kau benar-benar membaca buku itu juga Lightshot?"
"Hanya halaman pertamanya saja, sisanya terlalu banyak menggunakan jargon"
Terkadang aku sendiri kagum jika Cerina bisa membaca buku yang tebal dalam waktu singkat. Mungkin dia memang terlahir sebagai kutu buku.
Reruntuhan yang dibicarakan Cerina mungkin adalah reruntuhan yang disebut Ruins of Loneliness. Konon katanya tempat itu dulunya adalah sebuah desa tambang tetapi pada satu titik desa tersebut tidak lagi terdengar kabarnya. Semua orang yang ke sana sampai sekarangpun tidak ada yang kembali.
"Reruntuhan? Ruins of Loneliness?" ucap Violet
"Ya... Aku ingin mengunjungi tempat itu" jawab Cerina
"Hmn" Violet mengerutkan dahinya sesaat. "Lightshot, kau ikut?"
"Ya" jawabku
"Kalau begitu aku juga ikut" ucap Violet sambil berdiri
"Kau tertarik mempelajari peninggalan-peninggalan kuno juga Violet?" tanyaku
"Tidak kok. Aku hanya tertarik denganmu Lightshot" jawab Violet
Aku langsung menggaruk kepalaku dan memalingkan wajahku ke arah lain. Aku tidak ingin dia tau jika aku merasa malu dengan jawaban itu. Selain itu... Aku sadar wajahku sedikit merah karena jawaban itu.
"J-jangan salah paham dulu Lightshot... Kau ini tidak bisa diprediksi dan kegilaanmu adalah sumber hiburan untuku. Itu kenapa aku tertarik denganmu" jelas Violet
"Jadi kau menganggapku sebagai sumber hiburan saja?" keluhku. "Ah iya, tetapi sampai sekarang tidak ada satupun orang yang kembali dari tempat itu kan? Apa kau tau penyebabnya?"
"Hmn... Tidak tau. Tetapi kurasa tidak ada salahnya membawa senjata untuk berjaga-jaga" ucap Violet. "Tenang saja, aku yang akan membayar senjata untukmu Cerina"
"Terimaksih banyak! Maaf jika aku sudah merepotkanmu" balas Cerina
"Tidak juga. Seharusnya aku yang berterimakasih karena akhirnya aku akan bisa melihat kegilaan Lightshot secara langsung" Violet mengacungkan jempolnya. "Aku kebetulan mengenal ahli senjata di Whiterun"
Violet pun membawa kami menuju ahli senjata yang dibicarakannya. Berlin namanya. Dia mungkin cuma kakek-kakek 45 tahun dan bukan orang nomor 1 dalam hal persenjataan yang kukenal tetapi dia adalah satu-satunya ahli senjata di kota Whiterun.
Pondoknya Berlin juga tidak begitu besar dan sedikit panas mungkin karena segala perlengkapan Blacksmithnya yang membuat tempat ini menjadi panas tetapi tempat ini dipenuhi dengan berbagai macam senjata! Semuanya terlihat dibuat dengan ketekunan tingkat tinggi dan tertata rapi dalam rak senjata.
Lihatlah pedang-pedang yang tertata di rak... Benar-benar terlihat sangat kuat. Sayang sekali aku hanya bisa menggunakan Kar-95 miliku. Sedikit memalukan memang, tetapi aku sama sekali tidak bisa menggunakan senjata jarak dekat apapun. Setidaknya aku ahli dalam menghindari sesuatu dan menjaga jarak dari targetku.
Kami bisa melihat Berlin sedang berdiri memperhatikan sebuah pedang yang ada di rak senjata. Kakek-kakek yang sedikit bungkuk dan botak ini terlihat sangat serius memperhatikan pedang tersebut. Aku penasaran apa yang dipikirkan olehnya ketika melihat pedang itu.
"Yo Berlin!" sapa Violet
"Nona Violet" balas Berlin melihat Violet. "Sudah lama sekali tidak bertemu"
"Bagaimana bisnisnya? Lancar?" tanya Violet
"Semenjak Empire melangkahkan kaki mereka di pulau ini, bisnis senjata selalu laku nona muda" balas Berlin dengan suara sedikit kecil. "Jadi, apakah ada yang bisa kubantu?"
"Temanku disini memerlukan senjata. Kami akan sedikit melakukan petualangan"
Saat Violet dan Berlin sedang hanyut dalam pembicaraan, aku tiba-tiba menyadari jika Cerina dari tadi sedang menatap sebuah tombak di rak yang paling dekat dengannya. Aku menghampirinya dan bahkan melambaikan tangan di hadapan wajahnya.
Perlu beberapa detik untuk menyadarkan Cerina kembali ke dunia nyata. Dia menggelengkan kepalanya sesaat dan tertawa kecil sambil sedikit malu.
"Ada apa? Apa tombak itu mengingatkanmu pada sesuatu?" tanyaku
"Ya. Sudah lama aku tidak menggunakan tombak semenjak aku ditangkap Empire. Rasanya... Aneh saja aku akan memegang tombak lagi" jawab Cerina
"Kalau begitu ambilah" ucap Violet yang tiba-tiba sudah ada di belakang kami
"Apakah tidak apa-apa? Tombaknya terlihat sedikit mahal..." balas Cerina
"Tidak apa-apa! Ambil saja!" balas Violet menjentikan jarinya
************
Perjalanan kami dari Whiterun menuju Ruins of Loneliness hanya memakan waktu beberapa jam saja berkat pengetahuan Violet tentang jalan pintas. Reruntuhan yang kami tuju terletak sedikit di atas bukit sehingga kami harus mendaki.
Sepanjang jalan aku merasa diawasi tetapi aku berusaha untuk terlihat tidak tau. Violet dan Cerina tampaknya tidak begitu merasakan hal yang sama. Mungkin hanya perasaanku saja tetapi tidak ada salahnya untuk tetap waspada.
Hal pertama yang kami lihat di tempat tujuan kami adalah bangunan-bangunan dari batu bata yang rusak berat dan ditumbuhi tanaman liar. Jalan setapak yang ada di dalam area reruntuhan juga penuh dengan debu dan sebagian besar tertutupi rumput.
Angin juga tidak bertiup terlalu kencang dan setiap kali kami melangkah, debu-debu bertebangan dari atas tanah.
Cerina terlihat sangat bahagia dan antusias. Dia langsung berlari sedikit mendahului kami dan mulai memeriksa reruntuhan-reruntuhan gedung.
"Hmn..." gumam Violet
"Ada apa Violet?" tanyaku
"Bukankah ini aneh? Katanya sampai sekarang tidak ada satupun orang yang datang ke tempat ini pernah kembali tetapi sejauh ini aku sama sekali tidak menemukan adanya tanda-tanda jika pernah ada orang ke sini. Malahan aku yakin kita bertiga adalah yang pertama ke sini dalam kurun waktu setahun" jawab Violet
Aku menganggukan kepalaku. Sampai sekarang... Ya? Mungkin cerita tentang orang-orang yang hilang itu hanyalah omong kosong? Entah, tetapi yang jelas aku memang merasa sedang diawasi.
"Hei! Di sini!" panggil Cerina dari reruntuhan gedung paling ujung
Kami berdua menghampiri Cerina. Dia menunjuk pada sebuah pintu masuk tambang. Di depannya ada 2 tengkorak manusia yang terlihat sudah sangat lama ada di sana. Beberapa gerobak kayu tergeletak dan bertebaran di sekitar tambang tetapi semuanya dalam kondisi rusak.
Cerina melangkah masuk mendahului kami dengan penuh semangat. Kami hanya mengikutinya dari belakang. Tambang ini sedikit dalam tetapi tidak seperti labirin. Tidak terlalu banyak terowongan dan ada banyak papan-papan kayu petunjuk arah sehingga kami tidak begitu khawatir tersesat.
Semakin kami ke dalam, semakin gelap juga tambangnya. Semakin dalam, semakin rapat juga Violet padaku. Entah apa yang salah dengannya, semakin kami masuk ke dalam, semakin diam dan gelisah juga dia. Cerina? Dia masih sangat bersemangat dan berbicara panjang lebar tentang hampir segala sesuatu yang ditemukannya di dalam tambang. Mulai dari tulang-belulang manusia yang bertebaran dimana-mana hingga peralatan bekas penambangan yang sudah rusak.
Saat kami sedang menjelajahi tambang ini, kami bertiga tidak sengaja menemukan semacam gua kecil yang lumayan luas. Sebenarnya tempat ini gelap tetapi ada jamur-jamur di sekitar dinding-dinding gua yang tumbuh dan mengeluarkan cahaya.
Di tengah-tengah gua, ada semacam tugu batu besar. Setelah kami mendekatinya, kami menyadari tugu ini memiliki semacam ukiran.
"Bahasa apa ini?" tanya Violet yang sekarang malah memeluk tanganku erat-erat
"Bahasa kuno" jawab Cerina bersemangat
"Apa kau bisa membacanya?" tanyaku
"Tentu saja Lightshot! Aku juga mempelajari bahasa kuno"
Cerina mendekatkan wajahnya dan membersihkan tugu tersebut dari debu. Jari telunjuknya bergerak dari satu ukiran ke ukiran lain dengan sangat cepat. Aku hanya bisa kagum dengan kemampuan Cerina membaca bahasa asing kuno itu dengan sangat cepat.
"Aku mengerti apa yang tertulis di sini tetapi aku tidak memahami maksudnya" ucap Cerina. "Sesuatu yang tidak terlihat bukan berarti tidak pernah ada. Qi ibaratkan pedang bermata dua. Jangan permasalahkan bagaimana Qi dipakai, tetapi permasalahkan bagaimana penggunanya menggunakannya"
Aku diam sebentar. Aku juga tidak memahami apa yang dimaskudkan dengan yang barusan diucapkan oleh Cerina.
"Masalahnya... Apa itu Qi?" tanyaku
"Katanya itu adalah semacam energi mistis yang ada di seluruh dunia" jawab Violet. "Siapapun yang bisa menguasai cara mengendalikan Qi katanya bisa meratakan satu gunung hanya dengan satu jentikan jari"
Geh! Meratakan gunung dengan 1 jentikan jari? Wow... Benar-benar kekuatan yang mengerikan. Dengan kata lain... Siapapun yang bisa menguasai Qi akan membawa pengaruh besar bagi alur perperangan yang terjadi. Meh, sayangnya hal itu terdengar seperti cuma legenda kuno saja.
"Ada sejumlah pengguna Qi yang tercatat dalam buku sejarah yang kubaca di kampung halamanku" ucap Cerina sambil mengerutkan dahinya. "Tetapi sama sekali tidak ada informasi tentang bagaimana caranya seseorang bisa mendapatkan kekuatan Qi"
KRAK! Suara kerikil yang berguling membuat Violet tiba-tiba memeluku dengan sangat kuat. Saking kuatnya aku merasa seolah-olah tulangku akan remuk. Wanita ini ternyata jauh lebih kuat dari kelihatannya.
"TIDAAAAAAAAAAAAAAAAKKK!!!!!!!!!!!!!!!!" Teriak Violet histeris. "Aku mau pulang! Aku mau pulang! Aku mau pulang!!!"
"V-Violet... Kau takut gelap ya?"
"Ayo kita pulang... Ya? Kita pulang saja ya?" mohon Violet
Cerina dan aku menahan tawa ketika Violet menunjukan wajah rasa takut dengan air mata yang berlinangan. Kami tidak menyangka akan melihat Violet seperti ini.
"Violet, kalau ada tugu di tempat ini berarti semacam kuburan kan?" tanyaku
"TIDAAAAAAAAK!!!!!! AKU TIDAK MENDENGARMU! AKU TIDAK MENDENGARMU!" teriak Violet semakin histeris
"Sudah kuduga... Ternyata kau juga takut hantu" keluhku
"Maafkan aku Violet. Aku tidak tau jika kau takut gelap dan hantu" ucap Cerina
"AKU TIDAK PERLU PERMINTAAN MAAF! BISAKAH KITA PULANG?!?!?!"
Aku dan Cerina menghela napas sesaat. Kasihan juga. Kami berdua menatap satu sama lain lalu menganggukan kepala secara kompak. Telingaku tiba-tiba mendengar semacam suara langkah kaki. Bukan... Ini bukan langkah kaki manusia... Suaranya jauh berbeda dari langkah kaki manusia. Aku memutar kepalaku ke belakang.
Aku terkejut begitu aku melihat seekor lipan raksasa yang berukuran lebih besar dariku. Keringat dingin langsung mulai membasahi dahiku dan aku sama sekali tidak bisa menggerakan tanganku karena Violet masih memeluku sambil menangis tersedu-sedu.
"Erm... Cerina?"
Cerina melihat ke arahku dan terkejut begitu dia melihat seekor lipan raksasa tetapi dia tidak histeris. Cerina dengan cepat maju di depanku dan bersiaga. Dia dengan gagah berani mengacungkan ujung tombaknya yang tajam pada lipan tersebut.
"Bagaimana caranya lipan bisa sebesar ini?" tanya Cerina
Tak lama kemudian, dari belakang lipan raksasa tadi, muncul banyak lipan raksasa lainnya. Cerina yang tadinya memiliki wajah pemberani seketika langsung menjadi lesu dan tak bersemangat.
"Lari" ucap Cerina
Aku spontan langsung menggendong Violet yang masih menangis dan menutup kedua matanya dan mulai berlari secepat yang kubisa. Cerina juga berlari secepat mungkin dan sebenarnya... Dia jauh lebih cepat dariku. Lipan-lipan raksasa mulai mengejar kami.
Di depan jalan masuk gua tadi, 2 ekor lipan raksasa merayap dari atas gua dan menghadang jalan. Cerina yang tadinya berlari dengan kecepatan sama denganku mempercepat langkahnya dan berlari mendahuluiku.
"Serahkan yang di depan padaku!" ucapnya dengan tegas
Cerina berlari dengan ujung tombaknya mengarah pada kedua lipan raksasa yang menghadang jalan. Begitu cukup dekat, Cerina mengayunkan tombaknya layaknya seorang pasukan elit. Satu ayunan ke perut lipan raksasa membuat salah satu lipan raksasa tumbang.
Satunya lagi yang masih berdiri mencoba menyerang tetapi Cerina menghindarinya dengan cepat dan menikam kepala lipan raksasa yang menyerangnya. Dengan bersihnya jalan keluar kami, kami berdua terus berlari secepat mungkin.
Saking terburu-burunya kami, kami sampai tidak sadar jika kami sudah berhasil keluar dari tambang. Aku berhenti sesaat untuk menarik napas. Hufft... Violet ternyata jauh lebih berat dari yang kukira.
"Apa kita sudah di luar?" tanya Violet masih menutup matanya
"Sudah.... Hufft..." jawabku
Violet membuka matanya. Aku menurunkan dia. Dia terlihat sangat lega dan kembali menjadi orang yang periang.
Tetapi masalah kami masih belum selesai. Lipan-lipan raksasa tadi mulai membanjiri tambang dan merayap keluar. Aku menyiapkan senjataku dan Cerina juga sudah memasang kuda-kuda. Violet? Dia terlihat sangat santai.
"Tidak heran kenapa tidak ada yang kembali hidup-hidup. Ternyata tambang ini jadi sarang lipan raksasa" ucap Violet dengan santai
"Kita bisa kabur saja kan?" tanya Cerina
"Kau bercanda? Aku tidak mau kabur saat aku akan bersenang-senang" jawab Violet semangat
2 belati keluar dari bagian bawah lengan jaket Violet dan dia memainkan kedua belati tersebut dengan lincah.
"Violet, mereka ada banyak. Kau yakin?" tanyaku
"Tenang saja. Mereka hanya lipan raksasa. Ketika mereka akan menyerang, mereka akan berdiri. Saat itulah, serang bagian bawah mereka yang lembek. Jangan berpikir untuk menyerang kulit mereka yang di bagian atas. Kulit bagian itu sangat keras" jawab Violet
"Kenapa kita tidak kabur saja?" tanyaku
"Aku tidak mau membiarkan ada korban lagi Lightshot" jawabnya. "Yoooosssh!!! Ayo kita mulai!"
Violet maju menyerang lipan-lipan raksasa sementara Cerina melindunginya dari belakang. Aku? Setiap kali aku berhasil membidik targetku, entah Violet atau Cerina menghabisi targetku duluan sehingga aku hanya bisa duduk memperhatikan para perempuan ini bertarung.
Geez, ada apa dengan kedua perempuan ini? Gerakan mereka sangat cepat dan lincah. Mereka menyerang layaknya orang yang sudah ahli dalam bertarung. Lipan-lipan raksasa yang gerakannya cepat saja kalah cepat dari mereka berdua. Terlebih lagi, mereka berdua terlihat sangat menikmati pertarungan mereka melawan hewan-hewan raksasa ini.
Tetapi tidak peduli berapa banyak yang mereka bunuh, selalu ada lipan raksasa lain keluar dari dalam tambang seolah-olah tidak akan ada habisnya.
"Violet, bukankah menurutmu mereka terlalu banyak?" ucap Cerina
Saat mereka sedang bertarung, tiba-tiba sebuah batu besar melayang menghantam semua lipan-lipan raksasa. Tanah mulai sedikit berguncang. Lipan-lipan raksasa yang tersisa meraung dan merayap kembali masuk ke dalam tambang.
Aku melihat ke arah datangnya batu. Ada seorang laki-laki yang wajahnya ditutupi topeng. Dia mengenakan jaket berwarna merah berlogo Empire. Dia berdiri di salah satu atap reruntuhan gedung. Dia melompat dari atap tersebut tetapi pilar terbuat dari tanah tiba-tiba muncul dari bawah membentuk sebuah tangga untuk turun.
Begitu di depan kami, dia mengacungkan jarinya ke atas lalu ke bawah, pilar-pilar tanah yang tadi turun kembali ke tanah. Kami bertiga bersiap untuk kemungkinan terburuk karena sosok ini mengenakan lambang Empire.
"Pasukan Empire?" gumam Violet
"Pengguna Qi tanah?" gumam Cerina
"Tidak kusangka aku akan bertemu dengan Violet di sini" ucap sosok itu. "Aku Shadowbane. Aku menantang kalian berdua untuk bertarung denganku"
"Kenapa kalian sama sekali tidak mau melibatkanku?" keluhku
"Aku tidak tertarik denganmu" jawab Shadowbane
Cih... Aku merasa sedikit kesal tetapi apakah benar orang ini yang tadi melemparkan batu besar tadi dan mengusir para lipan?
"Jangan Violet, dia adalah pengguna Qi tanah. Kita yang tidak bisa menggunakan Qi tidak akan bisa menang!" bujuk Cerina
"Gaaaaa!!!!" teriak Violet berlari menyerang Shadowbane
Yep, seperti yang kuduga. Violet tetap menyerang Shadowbane secara frontal. Tetapi bahkan sebelum Violet sampai dekat dengannya, Shadowbane hanya menjentikan jarinya dan tanah di hadapannya bergerkak keluar membentuk batu besar yang dengan cepat menghantam wajah Violet.
Violet terlempar ke belakang, aku dengan cepat menangkapnya sebelum kepalanya terbentur di tanah. Kedua kakiku menjadi gemetaran. Inikah... Kekuatan pengguna Qi?! Kita tidak bisa menang melawannya!
"Violet!" panggilku
"Lemah... Terlalu lemah..." ucap Shadowbane
Kepala Violet mengeluarkan darah dan dia juga tidak sadarkan diri. Di belakangku ada tebing curam yang di dasarnya adalah sebuah sungai. Kalau kita lompat ke sungai, kita mungkin bisa meloloskan diri dari orang ini.
BRAKG! Cerina juga terlempar ke belakang tetapi dia menancapkan tombaknya ke tanah dan dengan cepat kembali berdiri. Kedua kakinya gemetaran dengan sangat hebat dan kepalanya juga mengeluarkan darah.
Tanpa berpikir panjang aku menunjuk pada belakang Shadowbane sambil berteriak kaget. Shadowbane berpaling ke belakang dan kesempatan ini kugukanakn untuk menarik tangan Cerina dan melompat ke tebing.
"AAAAAHHH!!!" teriak Cerina histeris. "Lightshot! AKU TAKUT KETINGGIAN!"
"Tutup matamu saja!" perintahku.
Sial. Aku benar-benar tidak tau jika dia takut ketinggian. Ehm... Aku juga lupa bertanya apakah dia bisa berenang ataukah tidak. Sebelum aku bisa bertanya, kita sudah hampir sampai di sungai. Sepertinya sungainya cukup dalam jadi aku yakin kami bertiga tidak akan membenturkan badan kami di dasar sungai.
BYUR! Arusnya tidak terlalu deras sehingga aku tidak mengalami banyak masalah. Aku bersyukur Cerina bisa berenang. Kami berdua berenang ke tepian sungai lalu aku membaringkan Violet di tepi sungai.
Sosok Shadowbane tampaknya sama sekali tidak mengikuti kami. Aku bersyukur dia tidak mengikuti kami. Jika tidak, kami bertiga pasti akan tewas.
"Cerina, kau tidak apa-apa? Kepalamu tadi... Cerina?"
Ketika aku memalingkan kepalaku pada Cerina, dia sudah tidak sadarkan diri juga. Sial... Sekarang aku harus mengurus 2 orang pingsan dan aku sama sekali tidak tau aku berada di mana. Kepalaku juga mulai merasa sakit secara tiba-tiba padahal kepalaku sama sekali tidak mengalami luka.
Kepalaku terasa seperti sedang ditekan dengan sangat kuat. Semakin lama semakin sakit hingga aku bahkan tak kuat berdiri lagi. Ugh... Kalau begini terus... Violet... Cerina... Maaf... Sepertinya aku tidak bisa menjaga kalian dalam kondisi seperti ini.
"Apa kita sudah di luar?" tanya Violet masih menutup matanya
"Sudah.... Hufft..." jawabku
Violet membuka matanya. Aku menurunkan dia. Dia terlihat sangat lega dan kembali menjadi orang yang periang.
Tetapi masalah kami masih belum selesai. Lipan-lipan raksasa tadi mulai membanjiri tambang dan merayap keluar. Aku menyiapkan senjataku dan Cerina juga sudah memasang kuda-kuda. Violet? Dia terlihat sangat santai.
"Tidak heran kenapa tidak ada yang kembali hidup-hidup. Ternyata tambang ini jadi sarang lipan raksasa" ucap Violet dengan santai
"Kita bisa kabur saja kan?" tanya Cerina
"Kau bercanda? Aku tidak mau kabur saat aku akan bersenang-senang" jawab Violet semangat
2 belati keluar dari bagian bawah lengan jaket Violet dan dia memainkan kedua belati tersebut dengan lincah.
"Violet, mereka ada banyak. Kau yakin?" tanyaku
"Tenang saja. Mereka hanya lipan raksasa. Ketika mereka akan menyerang, mereka akan berdiri. Saat itulah, serang bagian bawah mereka yang lembek. Jangan berpikir untuk menyerang kulit mereka yang di bagian atas. Kulit bagian itu sangat keras" jawab Violet
"Kenapa kita tidak kabur saja?" tanyaku
"Aku tidak mau membiarkan ada korban lagi Lightshot" jawabnya. "Yoooosssh!!! Ayo kita mulai!"
Violet maju menyerang lipan-lipan raksasa sementara Cerina melindunginya dari belakang. Aku? Setiap kali aku berhasil membidik targetku, entah Violet atau Cerina menghabisi targetku duluan sehingga aku hanya bisa duduk memperhatikan para perempuan ini bertarung.
Geez, ada apa dengan kedua perempuan ini? Gerakan mereka sangat cepat dan lincah. Mereka menyerang layaknya orang yang sudah ahli dalam bertarung. Lipan-lipan raksasa yang gerakannya cepat saja kalah cepat dari mereka berdua. Terlebih lagi, mereka berdua terlihat sangat menikmati pertarungan mereka melawan hewan-hewan raksasa ini.
Tetapi tidak peduli berapa banyak yang mereka bunuh, selalu ada lipan raksasa lain keluar dari dalam tambang seolah-olah tidak akan ada habisnya.
"Violet, bukankah menurutmu mereka terlalu banyak?" ucap Cerina
Saat mereka sedang bertarung, tiba-tiba sebuah batu besar melayang menghantam semua lipan-lipan raksasa. Tanah mulai sedikit berguncang. Lipan-lipan raksasa yang tersisa meraung dan merayap kembali masuk ke dalam tambang.
Aku melihat ke arah datangnya batu. Ada seorang laki-laki yang wajahnya ditutupi topeng. Dia mengenakan jaket berwarna merah berlogo Empire. Dia berdiri di salah satu atap reruntuhan gedung. Dia melompat dari atap tersebut tetapi pilar terbuat dari tanah tiba-tiba muncul dari bawah membentuk sebuah tangga untuk turun.
Begitu di depan kami, dia mengacungkan jarinya ke atas lalu ke bawah, pilar-pilar tanah yang tadi turun kembali ke tanah. Kami bertiga bersiap untuk kemungkinan terburuk karena sosok ini mengenakan lambang Empire.
"Pasukan Empire?" gumam Violet
"Pengguna Qi tanah?" gumam Cerina
"Tidak kusangka aku akan bertemu dengan Violet di sini" ucap sosok itu. "Aku Shadowbane. Aku menantang kalian berdua untuk bertarung denganku"
"Kenapa kalian sama sekali tidak mau melibatkanku?" keluhku
"Aku tidak tertarik denganmu" jawab Shadowbane
Cih... Aku merasa sedikit kesal tetapi apakah benar orang ini yang tadi melemparkan batu besar tadi dan mengusir para lipan?
"Jangan Violet, dia adalah pengguna Qi tanah. Kita yang tidak bisa menggunakan Qi tidak akan bisa menang!" bujuk Cerina
"Gaaaaa!!!!" teriak Violet berlari menyerang Shadowbane
Yep, seperti yang kuduga. Violet tetap menyerang Shadowbane secara frontal. Tetapi bahkan sebelum Violet sampai dekat dengannya, Shadowbane hanya menjentikan jarinya dan tanah di hadapannya bergerkak keluar membentuk batu besar yang dengan cepat menghantam wajah Violet.
Violet terlempar ke belakang, aku dengan cepat menangkapnya sebelum kepalanya terbentur di tanah. Kedua kakiku menjadi gemetaran. Inikah... Kekuatan pengguna Qi?! Kita tidak bisa menang melawannya!
"Violet!" panggilku
"Lemah... Terlalu lemah..." ucap Shadowbane
Kepala Violet mengeluarkan darah dan dia juga tidak sadarkan diri. Di belakangku ada tebing curam yang di dasarnya adalah sebuah sungai. Kalau kita lompat ke sungai, kita mungkin bisa meloloskan diri dari orang ini.
BRAKG! Cerina juga terlempar ke belakang tetapi dia menancapkan tombaknya ke tanah dan dengan cepat kembali berdiri. Kedua kakinya gemetaran dengan sangat hebat dan kepalanya juga mengeluarkan darah.
Tanpa berpikir panjang aku menunjuk pada belakang Shadowbane sambil berteriak kaget. Shadowbane berpaling ke belakang dan kesempatan ini kugukanakn untuk menarik tangan Cerina dan melompat ke tebing.
"AAAAAHHH!!!" teriak Cerina histeris. "Lightshot! AKU TAKUT KETINGGIAN!"
"Tutup matamu saja!" perintahku.
Sial. Aku benar-benar tidak tau jika dia takut ketinggian. Ehm... Aku juga lupa bertanya apakah dia bisa berenang ataukah tidak. Sebelum aku bisa bertanya, kita sudah hampir sampai di sungai. Sepertinya sungainya cukup dalam jadi aku yakin kami bertiga tidak akan membenturkan badan kami di dasar sungai.
BYUR! Arusnya tidak terlalu deras sehingga aku tidak mengalami banyak masalah. Aku bersyukur Cerina bisa berenang. Kami berdua berenang ke tepian sungai lalu aku membaringkan Violet di tepi sungai.
Sosok Shadowbane tampaknya sama sekali tidak mengikuti kami. Aku bersyukur dia tidak mengikuti kami. Jika tidak, kami bertiga pasti akan tewas.
"Cerina, kau tidak apa-apa? Kepalamu tadi... Cerina?"
Ketika aku memalingkan kepalaku pada Cerina, dia sudah tidak sadarkan diri juga. Sial... Sekarang aku harus mengurus 2 orang pingsan dan aku sama sekali tidak tau aku berada di mana. Kepalaku juga mulai merasa sakit secara tiba-tiba padahal kepalaku sama sekali tidak mengalami luka.
Kepalaku terasa seperti sedang ditekan dengan sangat kuat. Semakin lama semakin sakit hingga aku bahkan tak kuat berdiri lagi. Ugh... Kalau begini terus... Violet... Cerina... Maaf... Sepertinya aku tidak bisa menjaga kalian dalam kondisi seperti ini.
**************
Bersambung
Episode selanjutnya, akan di up secepatnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar