Rabu, 13 November 2013

Zano & Kawanan : Rumah Sakit Berhantu Part-5

  "Zano & Kawanan : Rumah Sakit Berhantu" adalah salah satu episode dari cerita berseri "Zano & Kawanan" karya Green Leaper.

Part sebelumnya

Happy Reading!


 ***********
Zano & Kawanan
Rumah Sakit Berhantu
Part-5
Pemecahan Misteri

   Malam hari di rumah sakit. Gue berdiri sendirian di tengah-tengah lorong-lorong yang gelap. Keringat-keringat dingin mulai bercucuran. Kadang-kadang gue menoleh ke belakang gue untuk memastikan hantu suster pisau sudah muncul atau belum.

Gue sebenarnya gak takut tuh hantu cuma yang buat gue takut itu karena dia punya pisau yang bisa dipake untuk ngebunuh gue. Kalo gue punya senjata sih ya enggak apa-apa. Tapi gue bilang, gue akan berpose ala pemain film 300 lagi.

Yang gue bawa cuma sebuah teh Jepang buatan Hiromi yang udah gue isi di dalam botol. Gue enggak nyangka gue akan membawa barang yang sangat membahayakan nyawa ini. Gue juga membawa semacam radio kecil-kecilan.

Sebenarnya alat itu bukan punya gue, melainkan punya Screamer yang dipinjam sama Stella. Katanya sih, biar dia bisa mengkoordinasi gue dari jauh.

Kadang-kadang gue menjeling ke kamera-kamera tersembunyi yang dipasang oleh Andi dan Faris atas permintaan Stella sendiri.

  Kalian tau apa yang gue rasain sekarang? Gue merasa seperti lagi ikut uji nyali. Hanya saja, dengan barang yang sangat berbahaya di tangan gue... Megang botol ini aja gue udah takut setengah mati. Gue takut gue gak sengaja meminumnya.

  "Kang, tetap tenang dan ikuti saja rencana. Kalau bisa, arahkan suster pisau ke jangkauan kamera dan tahan dia selama mungkin" kata Stella lewat alat komunikasi
  "Bagaimana caranya gue bisa tenang kalau gue sedang memegang barang berbahaya di tangan gue?!" balas gue
  "Tenang aja, Kawanan sudah siap di posisi. Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, mereka langsung datang membantu"
  "Gue gak yakin kalau mereka berani mendekat ketika gue memegang minuman ini"


Gue noleh ke belakang. Ada sosok yang udah gak asing lagi di mata gue. Suster pisau. Dia tertawa seperti biasa. Dasar hantu yang bahagia.

Gue merogoh tas yang gue bawa. Suster pisau berlari ke arah gue dengan cepat.

  "STOP!" teriak gue "Gue mau negosiasi!"

Suster pisau berhenti berlari dan menatap gue kebingungan. Tetep sih, wajahnya tertutupi rambutnya. Gue bisa melihat sedikit wajahnya, bersimbah darah.

  "Lu bawa pisau kan? Daripada kita capek kejar-kejaran, gimana kalo kita makan aja?"

Gue mengeluarkan roti, selai dan mentega dari dalam tas gue dan menunjukannya ke itu hantu. Siapa tau aja dia mau makan...

  "Gimana? Lu kan bawa pisau tuh. Gue bawa roti, selai sama mentega. Minumanya, kita pake teh Jepang ini aja" gue berharap tuh hantu mau menerima ajakan (ngawur) gue.

Suster pisau menggelengkan kepalanya lalu melemparkan salah satu pisau ke arah gue. Untung gue cepat, jadi gue bisa menghindari lemparan yang tadi. Gawat, dia mulai menyerang! Waktunya kabur! Gue menjatuhkan roti, selai dan mentega yang gue bawa.

  "Ha! Apa salah gue?! Kenapa gue selalu jadi target?!" tanya gue
  "Hihihihihi"
  "Lu bisa ngomong sesuatu selain tertawa doang?!"
  "Hihihihihihi"
  "Terserah! Gue gak peduli!"

  Gue terus berlari menjauhi suster pisau sambil memastikan suster pisau masuk ke dalam jangkauan kamera tersembunyi. Gue melewati depan kamar mandi. Kebetulan Faris baru saja keluar dari dalam kamar mandi.

  "MINGGIR! ADA SETAN DI BELAKANG GUE!!!" teriak gue
  "Hoi, junior! Lu kenapa?"

Gue terus berlari melewati Faris yang kelihatan bingung melihat gue. Mungkin aja dia belum melihat bahaya yang mengikuti gue dari belakang.

  "HEY! ZAN! TUNGGU GUE!!" teriak Faris dari belakang

Gue menoleh ke belakang. Faris berlari menyusul gue. Sepertinya dia sendiri udah tau penyebab kenapa gue lari secepat kilat. Kami berlari melewati tempat sampah. Sebenarnya gue gak mau tapi demi meningkatkan kemungkinan kita berdua biar selamat dari lemparan pisau, gue mengambil 2 penutup sampah. Salah satu penutup sampah gue kasih ke Faris.

  "Lah? Mau begituan lagi?" tanya Faris
  "Keselamatan yang diutamakan Bro!" balas gue

  Aksi kejar-kejaran yang gak berguna sama sekali ini terjadi selama beberapa menit. Anehnya, setiap kali kami dikejar, kami tidak pernah berpapasan dengan satpam-satpam lain.

  "Kita berpencar! Lu belok kiri, gue belok kanan, suster pisaunya jalan lurus aja!" teriak gue
  "Oke! Jangan sampai ketangkep!" balas Faris

Faris berbelok ke kiri, gue ke kanan TAPI hantunya malah ikut gue ke kanan. Kampret, gue selalu jadi korban.

Tiba-tiba gue kesandung kulit pisang... LAGI! Kurang ajar! Ini siapa yang suka buang kulit pisang sembarangan di rumah sakit! Suster pisau semakin mendekat dan mendekat. Yang buat gue merasa pengen lari terus itu pisau yang dibawanya.

  Saat tuh hantu mau menikam gue (dan gue udah siap menangkis dengan penutup tong sampah), Anton mengunci leher suster pisau dengan tanganya. Suster pisau mencoba memberontak. Andi dan Stella tiba-tiba berlari ke arah kami. Andi memegang tangan kiri suster pisau sementara Stella memegang tangan kanan.

  "Sekarang Zan!" kata Andi
  "Oke!"

Gue membuka penutup botol minuman yang gue bawa lalu berdiri dan mencoba memasukan teh Jepang buatan Hiromi ke mulut suster pisau. Tapi masalahnya dia gak mau membuka mulutnya.

  "Eh... Dia gak mau buka mulut..."
  "Biar gue yang tangani!" kata Andi

Andi membuka mulut suster pisau dengan tangan satunya lagi. Wajah tuh suster bersimbah darah seperti orang yang habis kecelakaan. Gue sebenernya gak tega, tapi kalau dia gak ketangkep maka misteri ini gak bakal terpecahkan.

  Gue langsung memasukan sedikit isi dari botol itu ke dalam mulut suster pisau. Tanpa jeda, langsung suster pisau langsung lemas. Andi, Anton dan Stella melepaskan tuh suster pisau. Di luar dugaan gue, suster pisau langsung tergeletak di tanah.. Tidak bergerak.

Suasana menjadi hening. Stella mencoba mencari denyut nadi suster pisau sementara Andi dan Anton menjauhkan pisau-pisau dari tangan suster pisau. Gue? Mangap dan pura-pura keren aja.

  "Dia cuma pingsan... Gak apa-apa" kata Stella
  "Oke, kita tunggu apa lagi? Ayo cari tau siapa di balik suster pisau ini!" balas Andi
  "Nah! Ketemu!"

Kami melihat ke arah datangnya suara. Oh, ternyata Faris. Di belakangnya ada beberapa Satpam. Mereka langsung mengangkat suster pisau dan menahanya di sebuah ruangan sampai dia sadar untuk diminta keterangan.

************

  Pagi udah tiba, hantu yang kami tangkap baru saja sadar. Gue sedikit capek juga habis kejar-kejaran dengan nih makhluk.

  "Oke, berhubung pemilik rumah sakit sudah ada di sini. Mungkin sekarang sudah waktunya untuk menguak identitas dari suster pisau" kata Stella

Dia "menarik" wajah dari suster pisau. Gue baru tau kalau itu cuma topeng. Dan gue gak percaya siapa yang dibalik topeng itu.

  "Nisa?!"
  "Ugh.. Memalukan" keluh Nisa yang ternyata suster pisau 
  "Jadi... Selama ini, Nisa itu suster pisau yang sudah meneror rumah sakit ini?" tanya gue
  "Ya. Memangnya kenapa?" tanya Nisa dengan geram
  "Tapi kenapa?" tanya Pak Badu

Nisa langsung diam. Seisi ruangan juga diam. Kami dengan sabar menunggu jawaban dari Nisa. Raut mukanya berubah jadi sedih. Sepertinya dia sedang mengingat kenangan yang pahit bagi dia. Gue jadi gak enak sama dia...

  "Silvia, tolong ceritakan lagi" pinta Stella
  "Baik, dulu waktu jaman penjajahan Belanda. Ada sekelompok tentara Belanda yang pernah mendirikan sebuah kamp tepat di sini. Beberapa perwira-perwira menguburkan harta-harta mereka tepat di bawah sini" balas Silvia

Ehm... Kalo gue pikir-pikir. Uang jaman penjajahan Belanda kalo dijual ke kolektor pasti mahal banget harganya.

  "Mengetahui hal itu, Nisa bermaksud mendapatkanya tapi ada sesuatu yang menghalanginya. Yaitu, rumah sakit ini" kata Stella
  "Jangan-jangan dia bermaksud supaya membuat rumah sakit ini ditutup?" tanya gue
  "Mungkin" jawab Pak Badu sambil mengelus-ngelus kumisnya. "Tidak heran kenapa di rumah sakit selalu timbul masalah. Pertama masalah kebersihan. Banyak sekali tikus dan kecoak berkeliaran. Entah dari mana mereka datang"
  "Kulit pisang juga Pak..." sambung gue 
  "Ah iya, itu juga. Kalau bukan karenamu anak muda, rumah sakit ini sudah ditutup karena masalah kebersihan" balas Pak Badu

Bukan itu maksud gue... Gara-gara kulit pisang, gue berkali-kali hampir ditikam dengan pisau. Ah sudahlah, Pak Badu juga tidak tau apa yang terjadi.

  "Nah, mengingat ada orang-orang yang bisa diandalkan untuk menangkap tikus dan kecoak... Maka Nisa memikirkan cara untuk mengusir orang-orang tersebut. Yaitu menjadi suster pisau" lanjut Stella. "Pak Badu, sebelum Zano bekerja di sini, siapa yang biasanya ditugaskan untuk menangkap tikus dan kecoak?"
  "Oh, Faris" jawab Pak Badu
  "Lalu, Faris. Kapan pertama kali kau bertemu suster pisau?"
  "Seminggu setelah gue ditugaskan untuk menangkap tikus dan kecoak. Memangnya kenapa?"
  "Kalau dibandingkan dengan hasil tangkapan Zano, siapa yang lebih baik?" tanya Stella
  "Ya Zano lah. Dia kan sering bergaul dengan tikus" jawab Andi
  "MAKSUD LO?!" balas gue

Tapi sepertinya gue sedikit mengerti situasinya di sini. Memang sih, gue dapet lebih banyak buruan daripada Faris. Akibatnya jumlah populasi tikus dan kecoak menurun tajam. Terimakasih kepada hidangan kuliner Hiromi.

  "Oh, anak muda. Sejak kapan kau tau semua ini?" tanya Pak Badu
  "Waktu Nisa mengatakan bahwa dia mendengar suara-suara di luar ketika dia ada di dalam ruangan. Padahal semua ruangan di sini kan dilengkapi dengan peredam suara. Kalau memang dia di dalam ruangan, seharusnya dia tidak mendengar apapun" jawab Stella
  "Lalu, bagaimana dengan pisau yang dimiliki Nisa? Banyak banget" tanya Faris
  "Semuanya berasal dari ruang operasi. Setelah saya selidiki catatan rumah sakit ini, belum pernah ada pasien yang dimasukan ke dalam ruang operasi. Ini berarti, ruang operasi adalah salah satu ruang yang paling jarang dipakai"
  "Karena jarang dipakai jadi pasti jarang diperiksa. Betul juga. Gak heran kenapa ruang operasi itu berantakan sekali" sambung gue

Ketika membahas operasi. Gue tiba-tiba jadi teringat dengan Mila.

  "Lalu kasusnya Mila?"
  "Nisa sengaja mencoba menyingkirkan Mila mengingat Mila adalah satu-satunya orang di rumah sakit ini yang sering keluar masuk ruang operasi. Jika saja Mila melihat Nisa memasuki ruang operasi, sudah pasti dia akan merasa terancam" jawab Stella
  "Wah.. Nisa, begitu teganya kau" balas Mila yang baru saja benar-benar pulih
  "Maaf" balas Nisa

Suasana menjadi hening. Mungkin seisi ruangan sedang memikirkan hal-hal negatif tentang Nisa. Seburuk-buruknya orang... Pasti ada alasan yang kuat kenapa dia berbuat demikian.

  "Nisa, kenapa lu segitu niatnya untuk membunuh gue? Memangnya gue ada salah apa?" tanya gue

Nisa menundukan kepalanya. Dia diam. Tidak menjawab... Sepertinya dia sebenarnya menyimpan dendam ke gue. Tapi gue salah apa coba? Gue sebenarnya pengen tau aja, apa yang menyebabkan dia begitu ingin membunuh gue.

  "Dendam pribadi"

  Kami semua menoleh ke arah pintu. Screamer dan 2 Polisi sudah ada di situ. Bah... Screamer... Dia selalu muncul dan hilang tiba-tiba. Seolah-olah dia berada di mana-mana setiap saat.

  "Dendam pribadi?" tanya Silvia
  "Nisa Yunarto... Itu nama lengkapmu kan?" tanya Screamer
  "Ya. Siapa kau?"
  "Mimpi buruk dari setiap kriminal" jawab Screamer. "Kembali ke topik. Kakakmu adalah pemimpin gembong kejahatan yang menjadi bagian dari sindikat penculikan wanita"
  "Apa?" gue kaget
  "Apaa?" sambung Anton
  "Apaaaaa?" sambung Andi

Hm... Gue jadi inget waktu Stella diculik sama sekelompok kriminal.

  "Salah satu korban penculikan itu adalah Stella" kata Screamer
  "Ah?" Stella langsung kaget
  "Waktu Stella diculik. Hanya ada 2 orang yang menyelamatkanya. Yang pertama adalah Kakaknya. Andi. Yang satunya lagi adalah orang bodoh di sana. Zano"
  "Oh! Berarti adik dari gembong itu adalah Nisa!" gue kaget. "Tapi, kenapa targetnya cuma gue? Apa karena gue satu-satunya dari target lu yang kerja di sini?"
  "Bukan, itu karena kau lah yang membuat Kakak kesayanganku keluar dari tempat persembunyianya. Kalau saja kau tidak ada, Kakaku sekarang masih bebas berkeliaran. Gara-gara kau Zano! Kakaku ditangkap!"
  "Lalu, bagaimana dengan uang jaman penjajahan Belanda? Untuk apa lu coba mendapatkan tuh koin?" tanya Anton
  "Gembong yang didirikan oleh Kakaku di ambang kehancuran. Kami perlu uang yang sangat banyak. Jika aku bisa mendapatkan barang itu dan menjualnya ke kolektor barang antik, kami akan punya uang unt-"
  "Kalau begitu, permisi... Kami harus membawanya ke kantor Polisi" kata Screamer memotong pembicaraan

Screamer dan kedua Polisi tersebut menangkap Nisa dan membawanya pergi. Gue merasa kasihan juga sama dia. Masih muda, tapi udah nekat buat kejahatan.

  "Yah, berarti kasus ini sudah selesai. Terimakasih anak-anak muda" kata Pak Badu. "Nanti saya beri kalian uang sebagai tanda terimakasih"
  "Wah, tidak usah Pak. Saya cuma ingin membantu saja kok" balas Stella
  "Benar-benar kamu ini... Baik banget" balas Pak Badu

Stella hanya tersenyum. Gue yakin Andi bangga karena dia punya adik yang mau membantu orang lain di saat-saat orang tersebut memerlukan bantuan. Daaan, dia tidak mengharapkan imbalan sepeserpun. Hadeeeh, gue senang juga punya temen kayak dia.

Anton dan Silvia cuma tersenyum sambil memandang Stella. Gue yakin mereka berpikiran yang sama dengan gue.

  "Ah, iya Zano" kata Pak Budi
  "I-Iya Pak?"
  "Kamu saya pecat"
  "HAAAAA?" gue kaget. "Kenapa Pak?"
  "Saya mendapat laporan kemarin-kemarin bahwa kau memberikan anak kecil sebuah penjepit kertas" balas Pak Badu
  "I-iya sih Pak... Memang saya ngasih anak kecil itu penjepit kertas. Tapi saya salah apa Pak?"
  "Sekarang saya tanya dulu, apa kamu tau resiko kalau anak kecil itu memegang penjepit kertas?"
  "Ahm..." gue garuk-garuk kepala
  "Zan, anak kecil itu bisa saja memakan penjepit kertas" jawab Andi
  "Lalu kenapa? Rumah sakit ini kan kelebihan penjepit kertas" balas gue
  "Buk-bukan itu masalahnya bego" balas Andi sambil menepuk jidatnya

Oh... Bentar. Gue pikir-pikir bentar dulu... Oooooh... Ternyata di situ toh kesalahan gue. Jangan-jangan gara-gara gue, rumah sakit ini kehabisan penjepit kertas?

  "Tindakanmu itu terlalu membahayakan nyawa. Sebelum ada nyawa melayang dan kamu masuk penjara, maka lebih baik saya pecat saja kamu" sambung Pak Badu
  "Ba-baik Pak... Saya paham"
  "Ternyata kebodohan Zano tidak bisa hilang" keluh Silvia

*************

  Gue, Andi, Anton, Stella dan Silvia sedang berjalan menuju ke ruangan Akina. Kami berniat untuk menjenguk Akina. Ketika kami masuk, Sesil dan Hiromi ada di dalam. Spontan, pembicaraan pun langsung dimulai.

Kami semua senang mendengar bahwa sebentar sore, Akina sudah bisa pulang. Gue seneng melihat para Kawanan bisa tetep kompak.

Meskipun gue dipecat, tapi gue baik-baik aja kok. Gue masih bekerja di tokonya Andi dan gue juga masih sering disewa jadi sekuriti tambahan di sana-sini.

  "Eh, Akina... Kau boleh tinggal denganku kalau masih ada urusan di Indonesia" ucap Hiromi
  "Hm... Bagaimana ya? Apa aku tidak memberatkanmu?" tanya Akina
  "Tidak kok. Malah aku senang"
  "Oke... Tapi aku yang menangani masak-memasak ya. Aku hobi memasak soalnya" pinta Akina
  "Oke!"

Gak tau kenapa, tapi gue seneng banget! Mungkin karena akhirnya Hiromi bisa berhenti memasak sebentar... Tunggu. Yes! Terror hidangan kuliner Hiromi akhirnya berakhir juga! Merdeka!!

  Eh, ngomong-ngomong... Kenapa ya waktu pertama gue datang ke sini, Miranda kelihatan gelisah? Bentar, Akina mengirim sandi lagi.

  "Zano, tadi Miranda bilang kalau kau sempat... Dia menunggumu di dekat ruang operasi"
  "Oke, makasih. Gue mengecek dia sebentar dulu ya"

Gue alasan ke Kawanan kalau gue pengen pergi ke kamar mandi. Gue berjalan ke dekat ruang operasi. Memang sih tempat itu sepi dan jarang sekali dikunjungi. Saat gue sedang mencari-cari Miranda di situ, dia malah muncul di belakang gue.

  "Yo" sapa gue
  "Zano, syukurlah kau selamat"
  "Ha?" gue bingung
  "Semenjak kau datang ke sini, Aku bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Ada sesuatu atau seseorang yang ingin membunuhmu... Aku khawaktir" balas Miranda
  "Oooh begitu.. Ahahahaha, makasih Sob sudah mengkhawaktirkan gue" balas gue. "Tenang aja, semua udah beres kok. Eh, seluruh Kawanan lagi ngumpul tuh. Mau ikut?"
  "Tapi aku tidak bisa berinteraksi dengan mereka. Untuk sekarang hanya kamu saja yang bisa berinteraksi denganku" jawab Miranda
  "Bener juga" gue garuk-garuk kepala
  "Sudahlah, lebih baik kau pergi dulu. Kalau terlalu lama, mereka bisa khawaktir"
  "Okelah, sampai jumpa Mir!"
  "Ya"

Gue berjalan kembali. Sekarang gue paham kenapa Miranda sedikit aneh waktu itu... Dia khawaktir terhadap keselamatan gue. Ah, gue seneng ada yang memperhatikan gue.

  Gue membuka pintu ruangan di mana Akina dirawat. Kawanan masih ada dan sedang bercerita. Bagi orang, gue hanya bagian dari mereka. Bagi gue, mereka adalah segalanya... Mereka adalah alasan lain kenapa gue masih bisa berjuang keras. Itulah kenapa, gue menyayangi para Kawanan.

Yah, gue lupa bilang... Kalau sepanjang jalan ke sini... Stella, Andi dan Anton menceritakan hidangan kulinernya Hiromi. Nah, sekarang kita bisa mencegah atau... Minimum meminimalisir jatuhnya korban akibat masakan Hiromi.

  "Eh iya, aku tadi coba buat kue. Kebetulan aku buatnya banyak!" kata Hiromi
  "APAAAAA?!" balas seluruh Kawanan kompak
The End
***************

4 komentar: