Selasa, 05 November 2013

Rumah Sakit Berhantu Part-4

  "Zano & Kawanan : Rumah Sakit Berhantu" adalah salah satu episode dari cerita berseri "Zano & Kawanan" karya Green Leaper.

Part sebelumnya

Happy Reading!



*************
Zano & Kawanan
Rumah Sakit Berhantu
Part-4
Sebuah Titik Terang


     Suram.... Si Mila hampir aja tewas tadi malem. Untung masih ada beberapa staff dan dokter yang belum pulang jadi paling tidak mereka mampu merawat Mila sampe dia sembuh. Gue dan Faris langsung ditugaskan sama pemilik rumah sakit buat menyelidiki siapa pelakunya.

Gue dan Faris menemukan bahwa alat-alat yang dipake adalah alat-alat yang hilang 2 hari yang lalu. Tapi kami gagal menemukan titik terang. Gue cuma bisa garuk-garuk kepala sementara Faris cuma bisa memasang tampang galau. Ya benar, kami berdua punya kesamaan yaitu ; otak kami sama-sama tumpul.

  "Kita udah berapa jam mikir ya?" tanya Faris
  "Lebih dari 5 mungkin?" jawab gue
  "Haaaah! Kepala gua bisa sakit mikirin kasus beginian!" gerutu Faris sambil mengepalkan tanganya lalu memukul-mukul kepalanya
  "Ehm, permisi"

Kami menoleh ke pintu. Stella berdiri di depan pintu ruang angker ini.

  "Ah, Mbak. Mohon maaf, yang bukan merupakan staff gak boleh masuk" balas Faris
  "Entar, Faris. Gak apa-apa, gue kenal dia kok. Mungkin aja dia bisa bantu" bisik gue
  "Eh, ini masalah rumah sakit. Masa elu mau percayain ke orang biasa?" balas Faris
  "Bener juga sih... Ini masalah rumah sakit" Gue garuk kepala dengan kedua tangan gue
  "Kang, Eneng pengen bantu dengan kasus di sini"

Gue dan Faris kaget. Kami memandangi satu sama lain lalu memandangi Stella berulang-ulang. Bukan karena kami naksir (Gue akui, gue emang naksir ama dia) tapi kami heran aja kenapa dia yang bukan merupakan staff di rumah sakit kok bisa tau.

  "Eneng tadi kebetulan aja ketemu sama yang punya rumah sakit terus gak sengaja denger omonganya. Ya berhubung Screamer ada di situ, dia langsung nunjuk Eneng aja"

Screamer lagi... Sebenernya tuh orang kayaknya selalu ada dimanapun Kawanan dan masalah berada. Gue sendiri heran gimana caranya dia bisa terkesan seolah-olah ada dimana-mana. Tapi gak biasanya sih Screamer nolak kerjaan. Dia pasti punya alasan untuk menunjuk Stella membantu mecahin masalah.

  "Screamer?" tanya Faris
  "Temen gue dan dia" jawab gue singkat. "Ya udah Neng. Kebetulan kita berdua di sini udah sakit kepala mikirin nih kasus"

  Stella langsung masuk dan memeriksa SEGALA sesuatu di ruangan dengan teliti. Kadang-kadang dia bertanya banyak hal dan kami menjawab. Dia mencatat banyak hal di buku. Gue dan Faris cuma bisa bingung.

  "Jadi gimana?" tanya gue
  "Ada titik terang dikit sih Kang" jawab Stella
  "Masa?" tanya gue dan Faris kompak

Stella mengangguk. Dia berjalan ke arah pintu lalu mengangkat sesuatu yang benar-benar tak kami duga. Jangan pikir yang aneh-aneh dulu! Dia mengangkat sebuah benang tipis yang tersambung dengan ganggang pintu.

  "Lihat? Benang ini tersambung dengan alat disembunyikan di dekat pintu itu Kang. Jadi begitu ada yang buka pintu, maka alat itu langsung menembakan apapun yang ada di dalamnya" jelas Stella
  "Eh, bukanya alat yang dipake itu pipa tiup yang biasa dipake sama suku primitif?" tanya gue
  "Bukan. Akang bahkan gak tau alat yang biasa dipake sama suku primitif itu kayak gimana" jawab Stella
  "Shhh! Gue malu Neng! Ada Faris nih!" balas gue
  "Gak apa-apa Bro. Gue juga sama kayak elu"

Gue merasa lega. Ternyata gue bukan satu-satunya yang merasa bego disini. Gue bangga punya senior seperti Faris.

  "Tapi siapa pelakunya?" tanya Faris
  "Maaf, belum kuketahui" jawab Stella
  "Yah, enggak apa-apalah. Paling tidak kita udah tau apa yang terjadi di ruang ini" balas Faris

Tiba-tiba aja, Silvia lewat di depan ruangan. Sepertinya dia mau manggil gue tapi takut gangguin gue. Gue menghampiri dia. Gue harep dia punya kabar baik.

  "Zan! Tadi malem aku sudah cari infonya. Lumayan serem sih" bisik Silvia
  "Ah?"
  "Ini ceritanya banyak banget. Jadi apa ada waktu luang hari ini?" tanya Silvia
  "Akang tetep aja punya waktu luang" balas Stella

Gue heran. Gue yang ditanya tapi malah Stella yang jawab. Oke, gue sih sebenernya gak peduli-peduli juga sih tapi masalahnya kalo tiap kali orang nanya ke gue tapi yang jawab orang lain... Terus gue mesti ngapain coba?

  "Gue sih punya waktu kosong hari ini"
  "Anu... Eneng boleh ikut denger enggak?" tanya Stella
  "Oi, gue juga dong" pinta Faris
  "Yoi, terserah aja. Gue mah fine-fine aja" balas gue
  "Oke, jadi begini...."

************

  Hoam.... Kampreeet. Kami bertiga mendengarkan Silvia bercerita dari pagi sampe sore. Memang kami banyak mendengar tapi gue pikir pasti cuma Stella doang yang memahami semuanya. Bahasanya Silvia sama sekali gak nyambung dengan otak gue.

Yang gue tangkap dari sekian banyak informasi yang diceritakan Silvia, tanah dimana rumah sakit ini berdiri punya banyak cerita serem sejak awal jaman penjajahan. Mulai dari kuburan masal, tempat bunuh diri masal, dan lain-lain. Sisa ceritanya gue sama sekali gak ngerti.

  "Bagaimana? Zano? Dapet info yang membantu?" tanya Silvia
  "Maaf... Gue gagal mengerti" jawab gue dengan kekecewaan
  "Gue juga" sambung Faris. "Ah, gue cabut pulang mandi dulu"
  "Gue aja dari kemaren kagak mandi!" keluh gue

PLAK!

Stella memukul tulang belakang gue. Mukanya menunjukan bahwa dia merasa jijik.

  "Iiiiih! Jorook! Mandi sana Kang!"
  "Kalo bukan karena kuenya Hiromi gue pasti sudah mandi" balas gue. "Lagian Eneng juga belum mandi gara-gara nungguin gue sadar"
  "Oh iya-ya"
  "Ya udah, kalian berdua mandi bareng aja. Hahahahaha!" ledek Silvia
  "Silvia!!!" Kami berdua serempak memarahi nih cewek
  "Cieee, kompak banget! Kalian cocok!" Silvia berlari meninggalkan kami
  "Sini lu! Gue gampar dulu!"

Gue langsung berlari ngejar Silvia. Kekanak-kanakan? Bodo amat! Itulah cara Kawanan tetep solid. Meskipun sebenernya Silvia sendiri bukan bagian dari Kawanan tapi dia udah deket dengan kita jadi kita anggap aja dia sebagai salah satu dari Kawanan.

************

  Malam udah tiba. Gue udah pulang dan mandi terus balik lagi ke rumah sakit. Malem ini gue ada jadwal jaga malem lagi. Stella? Dia juga udah pulang... Tapi dia balik juga ke rumah sakit. Berhubung dia ditunjuk buat mecahin masalah, jadi dia diperbolehkan masuk.

Gue dan Faris berjalan seperti biasa. Memastikan segala sesuatu sesuai peraturan sambil berhati-hati terhadap adanya hantu... Jujur, gue sendiri masih dendam (banget) sama tuh hantu suster pisau. Hari pertama gue kerja jadi hancur gara-gara tuh makhluk astral. Setidaknya, Akina sempet ngira gue itu homo... untuk sesaat.

  "Hari ini, kalau gue ketemu tuh hantu lagi... Gue bakal bacok!" geram Faris sambil menyiapkan pentungan. "Elu gimana? Udah ada persiapan buat menghadapi makhluk astral?"
  "Ehm... Kompas!"
  "Hah?" Faris terlihat syok
  "Gue bawa kompas!" sambung gue
  "Goblok! Ngapain lu bawa kompas!?"
  "Penunjuk arah..." jawab gue dengan polos
  "Kompasnya elu bahkan tidak menunjuk ke utara!"

Gue liat kompas yang gue bawa. Memang jarumnya gak menunjuk ke utara. Jarumnya terus-terusan muter-muter kayak orang yang lagi nyasar.

  "Tapi kita gak selamanya ke utara kan?" tanya gue
  "Bener juga sih" jawab Faris sambil menggaruk kepalanya
  "Hihihihihi"

  Gue dan Faris melihat ke belakang. Tidak salah lagi! Suster pisau muncul lagi! Faris dengan heroik (ataukah maksa heroik?) maju sambil menunjukan pentunganya dengan bangga seolah-olah pentunganya itu adalah satu-satunya senjata yang bisa menyelamatkan seluruh dunia dari ancaman global warming.

  "Malem ini juga, elu kami tangkap! Bener gak junior?" tanya Faris
  "Yoi!" Gue menunjukan kompas gue ke suster pisau
  "Hihihihihihihi!"

Seperti yang gue pikirkan. Suster pisau ketawa. Entah karena dia memang hantu yang bahagia atau karena dia melihat kami lebih ke arah 2 orang idiot daripada 2 sekuriti gagah perkasa (secara teori).

  "Sebelum elu bisa menancapkan pisau di mukanya Zano, senjata yang gue bawa ini lebih panjang. Mending lu nyerah!" kata Faris

Gue pengen menimpuk Faris sekarang. Tapi tiba-tiba hantu itu melempar pisau miliknya ke arah gue. Untung gerakan gue cepat jadi lemparanya meleset. Ha! Sekarang tuh hantu gak punya senjata tajam lagi!

  "Haha! Meleset! Sekarang dia gak punya senjata tajam lagi!" kata gue
  "Hihihihihi!" Suster pisau mengeluarkan LEBIH BANYAK lagi pisau
  "Oh..." gue mangap
  "LARI!" teriak Faris

Kami berlari secepat mungkin. Gila! Hantunya sekarang bahkan bisa lempar pisau! Tapi dia lebih memilih untuk melemparkan pisau ke gue daripada Faris. Pas lari, seekor tikus malah lewat di depan kami.

  "Awas tikus! Jangan sampai jatuh gara-gara tikus Bro! Cuma orang idiot yang jatuh gara-gara tikus" kata Faris

Daaaaan gue jatuh ke lantai gara-gara tikus yang lewat secara tiba-tiba. Faris menepuk jidatnya sambil membantu gue berdiri lalu kami lari lagi.

  "Kita gak bisa lari terus! Kita mesti sembunyi!" usul Faris
  "Mau sembunyi di mana coba?!" tanya gue
  "Di tempat sampah! Ayo!"

Gue dan Faris berbelok ke kiri. Secara otomatis, tuh hantu tidak melihat kami untuk sesaat. Kami menggunakan waktu itu untuk masuk ke dalam tong sampah dan diam. Kalau ketahuan, matilah kita. Ternyata kagak. Hantu suster pisau malah kebingungan mencari kami berdua yang masuk dalam tong sampah.

Kami berdua menyelinap tapi lagi-lagi gue kepleset. Kali ini gara-gara kulit pisang. Ini siapa sih yang biasa buang kulit pisang sembarangan?! Suster pisau melempar pisaunya. Gue mengambil penutup tong sampah dan memakainya sebagai perisai.

Pisau yang dilempar menancap di penutup tong sampah. Gue langsung lari lagi dengan Faris sambil membawa penutup tong sampah. Kebetulan gue melihat ada tongkat sapu (tongkatnya doang), gue langsung ambil aja dan berbalik menghadapi suster pisau yang bersiap melempar pisau.

  "Zan?! Lu gila?" tanya Faris
  "Gila?" gue balik bertanya. "THIS.... IS.... SPARTAAAAA!"

  Gue membabi buta maju. Sekedar catatan; Gue emang suka sama itu film. Setiap pisau yang suster pisau lempar ke gue, selalu gue tangkis dengan tong sampah.

Mungkin orang bakal melihat gue sebagai remaja 18 tahun yang lagi tawuran daripada seorang sekuriti yang berpose ala seorang Sparta.

Setelah melihat betapa gigihnya gue (atau betapa keras kepalanya gue), suster pisau langsung berbalik arah dan mencoba berlari.

  "Malam ini kita makan malam di neraka!" teriak gue. Catatan, itu adalah kalimat yang terkenal dengan tuh film.

Situasi telah berbalik. Gue dan Faris mengejar tuh hantu. Tapi suster pisau larinya lebih cepat. Perlahan-lahan dia semakin menjauh gak peduli secepat apapun gue dan Faris berlari. Tiba-tiba saja Stella lewat di jalur lari suster pisau.

Spontan dia langsung melakukan tendangan rendah, yaitu menendang suster pisau dari kaki. Tapi tuh hantu malam melompat. Gue dan Faris sempet kaget juga. Kami bertiga mengejar tapi ujung-ujungnya kami bertiga kehilangan jejak.

  "Huah! Buset... Cepet amat larinya!" keluh Faris sambil mencoba untuk menstabilkan nafasnya
  "Dia gak mungkin terlalu jauh. Pasti dia ada di sekitar sini!" kata gue
  "Untuk yang larinya secepat itu kayaknya dia sekarang udah jauh deh Kang"
  "Gak ada salahnya kita cari jejaknya di sekitar sini"

  Kami bertiga berusaha sebaik mungkin untuk mencari jejak... Dan kami gagal. Hantunya bener-bener gak ninggalin jejak. Tapi kita tau satu hal sekarang, suster pisau itu sebenarnya bukan hantu ataupun arwah beneran.

Ketika dia mendarat di tanah, bunyinya seperti orang yang mendarat di tanah. Kalau dia arwah seperti Miranda, pasti tidak akan ada bunyi.

  "Eh, kalian?" sapa Nisa
  "Lha? Nisa? Ngapain di sini malam-malam?" tanya Faris
  "Enggak... Aku ketiduran aja di ruangan. Aku kaget aja denger berisik-berisik di belakang ruang perawat di lantai 1"
  "Berarti dia di sana!" balas Faris

Kami langsung berlari. Stella mengikuti kami berdua dari belakang. Kami berlari ke belakang ruang perawat tapi gak ada siapa-siapa maupun jejak yang ditinggalkan.

  "Argh! Kita gagal!" gue garuk kepala
  "Eh, ya udah... Kita biarin aja. Lain kali kita pasti tangkep tuh setan!" balas Faris
  "Ya elah, elu sok-sok make pentungan pada akhirnya lari juga"
  "Soalnya dia bisa lempar pisau! Kalo kagak udah gue tangkep"

Daripada kita memperdebatkan sesuatu yang tidak berguna sama sekali, kami memutuskan untuk membersihkan sisa-sisa pengejaran. Lumayan untuk barang bukti. Lagian, kita gak mungkin membiarkan pisau berhamburan dimana-mana. Berbahaya buat anak kecil yang dibawa sama pengunjung.

Gue heran kenapa pintu ruang perawat masih gak terkunci. Kami membiarkanya terbuka aja karena sebentar lagi udah pagi. Jadi kami kembali membuka ruangan-ruangan yang kami kunci.

  "Oi Neng! Kenapa lu?" tanya gue melihat Stella yang kebingungan
  "Ah, enggak. Anu... Setiap ruangan di rumah sakit ini dilengkapi peredam suara kan?"
  "Iye. Memangnya kenapa?"
  "Mmmmm, kayaknya Eneng udah tau deh siapa sebenarnya suster pisau itu tapi Eneng gak yakin aja"
  "Ya udah. Kita cari bukti yang kuat dulu"

***************

   Selesai juga.. Beberapa pengunjung rumah sakit udah berdatangan. Gue dan Stella mampir di Akina sebentar. Kondisinya udah membaik. Syukurlah... Tapi Hiromi udah ada di situ. Beruntung dia gak bawa masakanya lagi.

  "Yooo" sapa gue
  "Ohayou" kata Stella

Spontan, Hiromi dan Akina langsung membalas pake bahasa Jepang. Gue gak ngerti tapi gue yakin cewek-cewek ini (termasuk Stella) ngerti.

  "Oi,oi,oi... Kasihanilah gue" pinta gue
  "Ah iya maaf Zano-kun" balas Hiromi
  "Hiromi-san. Boleh aku minta tolong?" tanya Stella
  "Oh iya. Ada yang bisa aku bantu?" Hiromi balik bertanya
  "Bisa tidak, tolong buatkan teh Jepang untuk Zano?"

APA?! @#&*#@#$@$%#^$%$ !!!! Gak mungkin! Apa yang dipikirkan adiknya Andi ini?! Gue belum siap mati kampreeeeet!!!!

  "Oh iya tentu saja. Pasti aku buatin kok. Zano-kun suka teh Jepang ya?" tanya Hiromi
  "Engg-"
  "Iya! Dia suka banget. Aku kan belum tau cara buat teh Jepang" jawab Stella sebelum gue bisa menjawab
  "Oh. Ok, nanti aku buatin kok. Kebetulan aku mau pulang"

Mampus dah gue..... Sebenarnya apa sih yang dipikirn Stella?! Apakah dia gak pikir ini benar-benar membahayakan nyawa gue?

Hiromi pamit pulang. Air mata gue langsung keluar.

  "Neng... Kejam banget lu" keluh gue. "Gue belum siap mati... Apa salah gue?"
  "Zano... Kau benar-benar pahlawan" kata Akina
  "Heh! Gue belum mati!" balas gue
  "Tenang aja" balas Stella sambil menoleh ke gue
  "Bagaimana caranya gue bisa tenang kalau Hiromi yang buat minumanya?!"

Gue stres banget di sini. Gue berasa pengen langsung bunuh diri aja. Jujur, kalau disuruh memilih... Gue lebih baik mati ketikam pisau tadi malem daripada mati meminum teh Jepang buatan Hiromi. Stella cuma tertawa. Akina dan gue kebingungan.

  "Kang, teh Jepang itu bukan buat Akang"
  "Ha?" gue mengangkat kedua alis mata gue
  "Seperti yang kita tau, masakan dan minuman buatan Hiromi itu benar-benar mematikan. Jadi nanti kita gunakan hidanganya Hiromi sebagai senjata untuk melumpuhkan suster pisau"
  "Ooooohh" gue merasa lega. "Bilang dari tadi kek. Gue sampai takut beneran. Tapi kenapa mesti teh Jepang?"
  "Karena teh Jepang gampang dimasukan ke dalam mulut" jawab Stella
  "Benar juga kalau dipikir-pikir" balas gue
  "Tapi bagaimana caranya kalian akan membuat hantu meminum teh Jepang buatan Hiromi?" tanya Akina

Stella tersenyum. Gue yakin dia sudah tau sisi mistis dari rumah sakit ini dan sudah membuat rencana untuk membongkarnya.

  "Kita akan memaksanya" jawab Stella
  "Memaksa hantu? Caranya?" tanya Akina
  "Akang yang akan menjadi pemeran inti untuk rencana sebentar malam" jawab Stella
  "Gue? Meskipun gue dateng tapi belum tentu tuh hantu dateng juga kan? Terus partner gue?"
  "Faris sengaja tidak dilibatkan. Rencana ini hanya antara kita bertiga saja. Intinya, segala sesuatu tergantung dari Akang Zano sebentar malam"

Bersambung
*************


  Part selanjutnya, Stella sepertinya sudah menyusun rencana. Tetapi katanya, keberhasilan rencana tersebut bergantung pada Zano.

Tunggu kelanjutanya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar