Kamis, 31 Oktober 2013

Zano & Kawanan : Rumah Sakit Berhantu Part-3

  "Zano & Kawanan : Rumah Sakit Berhantu" adalah salah satu episode dari cerita berseri "Zano & Kawanan" karya Green Leaper.

Part sebelumnya

Happy Reading!


***********
Zano & Kawanan
Rumah Sakit Berhantu
Part-3
Investigasi

  "Kakak? Kakak?"

  Sesil melambai-lambaikan tanganya di depan muka gue. Mungkin karena dia mengira dari tadi pikiran terus-menerus berjalan-jalan sampai di sarang lebah yang ada di dekat kampung. Sebenarnya kagak, gue cuma lagi berpikir cara membasmi tikus yang lebih manusiawi daripada memakai makanan ato minuman buatan Hiromi yang terkesan "mematikan".

  "Kakak? Kakak lagi pikirin siapa?" tanya Sesil sambil menyentuh testa gue
  "Enggak..."

Gue nengok kiri-kanan. Gue heran kenapa kantin di sekolahnya Sesil hari ini sepi. Biasanya rame apalagi ini jam istirahat.

  "Jangan bo'ong, Sesil tau Kakak lagi mikirin seseorang" Sesil menatap gue dengan tatapan curiga
  "Enggak" balas gue ngeles
  "Hmmm.... Jangan-jangan karena tadi pagi ya sama Kak St-"
  "Bukan...." balas gue
  "Kakak! Tapi tadi pagi Kak Stella kan manggil Kakak dengan sebutan Aa. Apa Kakak gak tertarik untuk cari tau artinya?" tanya Sesil
  "Enggak. Kakak lagi terlibat kasus yang berhubungan dengan hantu lagi" jawab gue. "Kakak perlu bantuan untuk mencari tau masa lalu dari rumah sakit tempat Kakak kerja sekarang"
  "Udah minta tolong ke kawanan? Kak Andi, atau Kak Novi atau Kak Anton gitu?" tanya Sesil

Jujur, Tadi pagi gue hampir mati di depan rumahnya Anton...

**********

  Pagi hari di kampung...

  Gue sedang berjalan melewati rumahnya Anton. Yoi, gue mau minta tolong sama Anton atau Novi. Ketika gue mendekati rumahnya Anton, gue melihat Andi tergeletak lemas di teras. Spontan gue langsung menghampiri Andi. Di mulutnya Andi ada sebuah makanan

  "Z-Zan.... Selamatkan dirimu..." kata Andi dengan sangat lemas
  "Waduh, Di!"

Gue udah bisa menyimpulkan... Ini pasti masakan Hiromi. Gue melihat-lihat sekeliling gue. Ada sendal milik Hiromi. Ini berarti Hiromi ada di dalam. Gawat... Sepertinya akan jatuh korban lagi hari ini.

Anton dan Novi berlari keluar dari dalam. Muka mereka menunjukan kalau mereka sedang dalam bahaya besar. Perasaan gue jadi gak enak...

  "Lari Zan! Lari! Dewi pencabut nyawa bakal menyusul!" bisik Anton lalu lari lagi

Gue noleh lagi ke dalam rumahnya Anton. Hiromi kelihatan kebingungan. Gue spontan menyeret Andi ke balik semak-semak lalu gue berlari sejauh mungkin sebelum Hiromi tau kalau gue dateng. Gue belum siap mati keracunan makanan...

***********

  "Mereka lagi sibuk." jawab gue.
  "Emmmm... Hiromi-san sudah pasti tidak bisa menolong karena dia penakut. Kalau Kak Screamer tidak bisa karena mencarinya saja sudah susah. Bagaimana dengan Kak Stella?"
  "Tidak... Dia lagi sibuk"
  "Setaunya Sesil sih.... Sesibuk-sibuknya Kak Stella, tetap aja pasti ada waktu buat Kawanan terutama Kakak"
  "Jangan. Gue malu terus-menerus dibantuin dia. Dia tiap hari dateng ke rumah bantuin gue masak aja gue udah bersyukur.... Ses, apa ada saran orang yang kira-kira bisa bantuin Kakak enggak?"

Sesil menunduk sebentar sambil mengaduk-ngaduk mangkok mie dengan sendok. Gue kirain dia mau ngaduk adonan kue atau apaan.

  "Hm... Kak Silvia gimana? Dia masih tinggal di kampung yang sama kan? Kakak udah coba minta tolong ke dia?"
  "Em... Belum sih" gue garuk-garuk kepala. Kenapa ya gue gak kepikiran tuh anak...
  "Wah, Sesil ya?" tanya seorang remaja. Kalo dilihat, mungkin seumuran dengan gue
  "Iya? Siapa ya?" tanya Sesil
  "Anu.... Minta tanda tanganya dong!"

Seperti dugaan gue... Fansnya Sesil. Gue sih fine-fine aja selama dia gak jadi ancaman buat Sesil. Haaah, kemaren-kemaren Sesil kalo dijalan gak disapa orang. Sekarang, tetep ada orang (baca; fans) yang nyapa adik kesayangan gue ini. Gak heran, dia punya fans karena adik gue ini sekarang bawain acara musik dan lawak.

  Hari berlalu, gue udah mengantar Sesil pulang. Berhubung hari ini gue gak ada jadwal jaga jadi gue langsung ke rumahnya Silvia. Seperti biasa, dia lagi nyapu teras rumahnya.

  "Oi" sapa gue
  "Hei, Zano" balas Silvia sambil berhenti menyapu. "Ada apa? Tumben ke sini. Biasanya langsung ke pos ronda"
  "Hnggg, gini... Lu suka memecahkan misteri yang berkaitan dengan makhluk astral gak?"
  "Oh iya! Suka banget! Aku malah suka nulis cerita yang berbau horror. Mulai dari zombie, pocong, kuntilanak, gadis mulut robek, ghoul, hantu, dan lain-lain. Aku malah sempet masukin kamu dalam novel buatanku lho!" jawab Novi panjang lebar
  "Ha?"
  "Mukamu menakutkan kalo malam hari Zan" ucap Novi sambil tertawa terbahak-bahak

Bisa aja nih anak ngeledek gue. Tapi apa yang dia bilang emang ada benernya juga sih... Anak-anak dari kampung sebelah biasanya langsung lari ketakutan begitu melihat gue make pakaian hansip jalan-jalan di kampung mereka.

  "Ahem, begini... Gue punya masalah yang berbau hantu di tempat gue kerja. Lu bisa bantu gue enggak nih?"
  "Mmmmmm..... Oke lah. Aku bantu. Kapan?"
  "Ya terserah lu aja. Kalo ada waktu kosong"
  "Gimana kalo besok siang? Tapi kamu anter-jemput ya?"
  "Oke lah" gue ngalah aja

************

  Besok siangnya, gue nganterin dia ke rumah sakit. Berhubung tiap orang yang datang ke rumah sakit harus ada keperluan, gue ngasih alasan aja kalo Silvia itu temenya Akina dan pengen ngejenguk. Gue? Yah, gue hari ini jadi tukang ojeknya.

Gue gak tau ini adalah suatu keberuntungan apa kagak, Hiromi dan Stella kebetulan menjenguk Akina juga. Yang buat gue males, gue itu satu-satunya laki-laki yang jenguk Akina. Andi dan Anton lagi.... Yah kalian tau lah, sekarat karena masakan Hiromi.

Akina dan Silvia, di luar dugaan gue... Ternyata cepet akrab. Baru beberapa menit ketemuan dan mereka udah bicara layaknya tetangga. Mungkin karena Hiromi udah menceritakan Silvia dikit ke Akina. Ketika sementara Akina sementara berbicara, gue merasakan aura pembunuhan.

Gue menjeling ke Hiromi. Hiromi keliatan Jepang banget, ah... Maksud gue, raut wajahnya biasa-biasa aja. Gue liat Stella, dia canti- AHEM... Raut wajahnya juga keliatan biasa-biasa aja. Gue menatap ke Akina, Akina mengirimkan bahasa kode lagi...

  "Tadi malam, ada semacam suster yang membawa pisau mondar-mandir di depan ruang. Aku takut sekali"

Stella memperhatikan gue. Sepertinya dia tau gue lagi make bahasa isyarat dengan Akina. Hiromi masih aja enggak tau. Dia lagi sibuk dengan HPnya.

  "Akina, tenang aja. Malem ini gue ada jadwal jaga. Gue sengaja bawa Silvia ke sini buat bantuin gue. Dia itu ahli dalam hal-hal yang berbau supranatural"
  "Oke, aku mengerti. Terimakasih"

Gue kagum sama Akina. Dia bisa ngomong bahasa isyarat dengan gue tapi sambil ngomong biasa dengan Silvia. Ternyata perempuan itu... Makhluk yang luar bia-

  "Wuiaaaa!!" Gue langsung menutup mulut gue

Hiromi, Silvia dan Akina menatap gue dengan penuh rasa heran. Kaki gue sakit... Karena diinjek Stella. Kampret, biarpun cewek tapi kalian tau kan rasanya kaki diinjek sama sepatu? Apalagi kalo kita cuma make sendal jepit.

  "Hayo, ngomong apa tadi?" bisik Stella
  "Lu kenape Neng?"
  "Jawab!"
  "Tau kan ada yang gak beres dengan rumah sakit ini? Akina semaleman diterror sama hantu noh"
  "Oh, maaf" bisiknya
  "Gak apa-apa Neng... Tapi sakit ini beneran"
  "Satu lagi Kang!"
  "Ha? Lu mau nginjek kaki gue yang satu lagi?" gue syok. Apa salah gue?!
  "Bisa manggil Eneng dengan nama asli Eneng gak?" tanya Stella
  "Rini? Bisa sih, cuma lebih nyaman aja pake nama yang sekarang"

Adiknya Andi itu langsung berhenti menginjak kaki gue. Untung gak penyet. Gue heran nih anak kenapa coba? Jangan-jangan aura membunuh yang gue rasa itu... Datang dari dia?

  "Rini kayaknya cemburu karena Zano-kun bawa Silvia" ledek Hiromi
  "Ah? Enggak kok!" bantah Stella
  "Ahahaha" Hiromi tertawa. Suaranya bener-bener ngegemesin. "Oh iya, aku bawa kue. Silahkan"

GAWAT!!! Jangan lagi Hiromi! Pelisssssss, jangan siksa kami. Kami belum siap mati. Sesil belum sukses, Sesil belum punya pacar, gue bahkan belum sempat memperpanjang KTP gue! Ekspresi wajah Akina dan Stella sama dengan gue ; takut setengah mati. Kami bertiga memandang satu sama lain.

  "Wah, kayaknya enak" kata Silvia dengan polosnya

Jangan Via! Kau harus tau bahwa sebenarnya itu adalah racun mematikan! Argh, gue pengen teriak gitu ke Silvia tapi gue gak enak sama Hiromi. Pura-pura kepleset? Sama... Gue gak enak sama Hiromi.

Silvia mengambil salah satu kue itu lalu memakanya. Apa boleh buat... Silvia, kau telah menjadi teman yang baik. Berkatmu, Sesil sekarang dah jadi pembawa acara di TV.

  "Enak!" Silvia mengacungkan jempol. "Buat sendiri ya?"
  "Tidak, aku beli di toko"

Oh... Bilang kek dari tadi. Gue sampe takut setengah mati. Stella dan Akina kelihatan lega. Mereka dengan rasa senang mengambil makanan tersebut dan memakanya. Gak ada tanda-tanda keracunan di sini.

  "Zano-kun? Mau?" tanya Hiromi dengan logat khasnya
  "Ya, kalo elu maksa"

Gue mengambil satu dan memakanya. Pandangan gue langsung gelap. Gue gak tau kenapa, badan gue lemas semua dan gak bisa bergerak.

  "Akang? Bangun! Jangan tinggalin Eneng dulu!"

Gue bisa denger suara Stella sih. Tapi gue gak bisa lihat apa-apa.

BLAK!

  "UAAAAAARGH!"

  Kepala gue ditimpuk pake sepatunya Stella... Mengingat adiknya Andi yang satu ini jago bela diri, gak usah diragukan lagi betapa sakitnya kepala gue setelah ditimpuk dengan sepatu. Kayaknya separuh otak gue langsung hancur berantakan.

  "Akang!"

Stella meluk gue sambil nangis. Gue liat sekeliling gue. Masih di kamar rumah sakit yang sama sih. Cuma ada Stella, gue sama Akina. Hiromi sama Silvia gak tau kemana. Plus, hari udah gelap... Mungkin dah malem.

  "Kenapa? Apa yang terjadi?" tanya gue sambil berdiri
  "Tadi rupanya Hiromi tidak sengaja memodifikasi salah satu kue yang dibelinya dari toko" jawab Akina

Jelas. Sekarang gue udah tau apa yang terjadi.... Gue makan kue yang dimodifikasi Hiromi. Ugh... Bahkan memakan makanan pun sekarang udah jadi hal yang sangat membahayakan nyawa.

  "Hiromi sama Silvia?"
  "Udah pulang. Tadi Silvia bilang, nanti dia selidiki kasus di sini" jawab Akina
  "Haah, ya udah. Kalo gitu, gue pergi dulu ke kamar mandi" balas gue
  "Mau aku temenin?" tanya Stella
  "Gila lu Neng! Ya enggak lah!" jawab gue spontan
  "Ahahaha, becanda kok. Kang, malem ini Eneng mau temenin Akina dulu"
  "Ya udah... Apa lu kata dah"

  Gue berjalan ke kamar mandi terdekat yang ada di lantai 2. Dalam perjalanan menuju ke kamar mandi, gue melewati ruangan perawat di lantai 2.

  "Eh, mas!" teriak seorang perawat yang bernama Mila menghampiri gue
  "Yo" sapa gue
  "Tadi malam pintu ruang operasi di lantai 1 terbuka lebar. Gak ada yang mau nutup pintunya. Bisa nanti tolong dikunci?"
  "Ha? Bisa sih. Tapi bukanya itu tugasnya Mbak Mila sebagai suster yang sering keluar masuk ruang operasi?" tanya gue
  "Iya sih, cuma aku lagi sibuk nih. Banyak kerjaan jadi gak sempet" jawabnya
  "Oh ya udah. Gampang"

Mila memberi gue kunci dan kembali ke dalam ruang perawat. Yang gue heran, ruang perawat di lantai 2 kan bersebelahan dengan ruang 13 yang terkenal angker. Kok dia bisa betah di situ? Ah udahlah. Bukan urusan gue.

Gue lari ke kamar mandi. Setelah beres dengan urusan di kamar mandi, gue berjalan ke ruang operasi di lantai 1. Halah, ruang operasi tapi kok berantakan ya? Gue mengunci pintu dan berbalik arah ke lantai 2. Kebetulan gue berpapasan dengan Faris (sekali lagi, dia laki-laki).

  "Oi Junior!" sapanya
  "Senior!" balas gue
  "Ngapain dari sono?"
  "Suster Mila, minta tolong buat ngunci ruang operasi" jawab gue
  "Oh. Eh, tadi malam ada beberapa jarum suntik di ruang operasi sama beberapa cairan kimia dari lab hilang" kata Faris
  "Ha? Kok bisa?"
  "Gak tau, tapi sebagai sekuriti ada baiknya kita lebih hati-hati. Udah, Zan. Lu mau naik ke atas kan?"
  "Iya"
  "Nih" Faris memberi gue gantungan kunci. "Sekalian, kunciin ruang-ruang deket ruang 13 sama ruang itu sendiri. Malem gini gak ada yang boleh ke situ selain kepala staff sama sekuriti"
  "Peraturan yang aneh, tapi okelah"

Gue mengambil kunci dari Faris lalu naik ke lantai 2. Gue memulangkan kunci ke suster Mila kemudian gue mengunci ruang-ruang di sekitar ruang 13. Gue lihat AC di dalem ruang 13 masih hidup. Menurut aturan, gue harus mematikan AC di ruang yang gak dipake.

Gue membuka pintu dan angin berhembus kencang dari dalam ruang. Sejuk sih, tekanan udaranya berasa beda. Gue mematikan AC lalu keluar dan mengunci pintu. Pas, Faris juga naik ke lantai 2. Gue mulangin kuncinya.

  "Siap buat patroli malem lagi?" tanya Faris sambil memberi gue senter
  "Biarpun gak mandi, siap lah. Tinggal ganti baju ama seragam aja" jawab gue
  "Ahahaha, ya udah"

Kami berjalan melewati ruang perawat. Pintunya tertutup. Gue ngetok pintu untuk meminta Mila supaya gak ketiduran di dalam. Gak ada jawaban. Kami membuka pintu dan kami kaget, suster Mila tergeletak di tanah dengan sebuah jarum suntik tertancap di belakang leher.

Kami langsung menghampirinya. Gue noleh ke pintu yang bersebelahan dengan ruang 13. Ada celah, dan semacam pipa tiup yang dipake suku primitif untuk berburu.

  "Pintunya!" kata gue

  Faris berlari membuka pintu ke ruang 13. Kami berdua memeriksa ruang tersebut dengan teliti. Tapi tidak ada tanda-tanda ada orang lain selain kami berdua. Jika memang pelakunya ada di sini, dia gak mungkin bisa kabur karena pintunya udah gue kunci.

Pelakunya juga gak mungkin sembarang orang. Karena pintu ruang 13 dijaga sama sekuriti. Ada 2 jalan untuk masuk, lewat ruang perawat yang dipenuhi para suster-suster atau lewat pintu utama yang dijaga sama sekuriti.

  "Sial! Apa jangan-jangan ini berhubungan dengan hantu?" tanya Faris
  "Gak tau Bro, mending kita keluar. Panggil dokter atau siapapun yang bisa menolong Mila!"

Sial, apa yang sebenarnya terjadi?! Gue harap Stella sama Akina baik-baik aja. Gue juga berharap Silvia cepat menemukan petunjuk!!

Bersambung
**************

  Part selanjutnya, Mila ditemukan tergeletak di tanah dan sepertinya tidak ada jejak-jejak dari pelaku di dalam ruang 13. Ditambah lagi dengan barang-barang yang hilang dan penampakan suster pisau. Jelas, ada yang tak beres dengan rumah sakit ini. Apa yang akan dilakukan Zano?

Tunggu kelanjutanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar