Sabtu, 01 Juli 2017

Burning Dawn Part-4

  Part sebelumnya,

  Naia sang Revealer dan Pembawa Kematian masih berambisi untuk meruntuhkan Kerajaan Arymania. Naia sadar, meskipun dia memiliki kemampuan untuk menyerap kemampuan serta ingatan orang lain dan menirunya dengan sangat sempurna; Dia sangat tidak ahli dan canggung dalam memimpin pasukan undead miliknya walaupun dia tahu persis cara memimpin pasukan dan taktik perang.

Dia membangkitkan kembali Emeric; seorang perwira kerajaan Loria yang penuh dengan dendam sebagai panglima perang pasukannya. Atas saran dari Emeric, Naia mengubah tempat tinggalnya menjadi markas pribadi untuk pasukannya membuat senjata.

Sebelum seluruh pasukannya bisa benar-benar dilengkapi dengan perlengkapan perang baru, Naia mendengar kabar jika pasukan kerajaan Arymania mulai bergerak menyerang kota Mirigan. Bertekad untuk melindungi Rena, Naia mendahului prajuritnya untuk membasmi pasukan Arymania.





*****************
Burning Dawn
Part-4
Gagalnya Invasi dan Penasehat

  Aku memegang kepala dari salah satu perwira kerajaan Arymania dengan kedua tanganku. Mereka sangat keras kepala. Aku bisa saja menyerap ingatannya dan membeberkan semua informasi pada kerajaan Loria tetapi aku tak ingin menunjukan kekuatanku di depan umum... Apalagi setelah pertempuran sengit tadi.

  "Kumohon, anakku akan berulang tahun bulan depan. Biarkanlah aku-"

Sebelum dia selesai berbicara. Aku mengumpulkan kekuatan telekinesis di kedua tanganku kemudian mebelah kepalanya menjadi 2 bagian. Aku membuang mayatnya dari atas dinding ke bawah, mengejutkan beberapa pasukan Loria yang masih tersisa.

Aaaah.... Sudah lama aku tak melalui pertempuran berdarah. Kota Mirigan rusak parah akibat serangan tadi. Aku beruntung, yang datang membantuku tadi sebenarnya adalah sosok-sosok yang disebut Phantom.

Mereka tidak dibawah kendaliku dan bukan bagian dari pasukanku. Mereka adalah arwah dari orang-orang mati yang dipenuhi dengan dendam dan amarah. Mereka hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang bisa menggunakan sihir. Tidak ada satupun orang di kota Mirigan yang bisa menggunakan sihir.

Aku bisa melihat mereka... Wujud mereka hampir sama dengan Specter. Yang membedakan adalah mereka jauh lebih transparan. Mereka juga tidak ada dalam kendaliku tetapi mereka sepertinya mematuhiku. Mungkin karena amarahku yang mempengaruhi mereka dan memancing mereka datang? Entahlah... Masih terlalu cepat untuk mengambil kesimpulan.

Aku hanya senang melihat pasukan Arymania kebingungan karena satu per satu prajurit mereka ditebas oleh Phantom yang tak terlihat sama sekali.

Saat ini, aku berdiri membersihkan pedangku dari darah segar yang mengotorinya dengan sebuah kain. Mayat-mayat ada di mana-mana... Di luar tembok dan di dalam kota... Darah berceceran dimana-mana. Bau kebakaran masih dapat tercium dan sejumlah gedung masih terbakar.

  "Kaaak!!!"

Krow melayang ke arahku kemudian hinggap. Paruhnya menggigit penutup mata kiriku. Aku mengambilnya dan memasang kembali penutup mataku.

  "Terimakasih Krow. Kerja bagus" ucapku sambil mengelus bagian bawah kepalanya

  Rena? Oh ya... Rena... Dia baik-baik saja. Hanya saja sedikit kelelahan. Jujur saja, aku khawatir jika dia tersakiti dalam pertempuran oleh pasukan Arymania dan aku JAUH lebih khawatir jika dia akan tersakiti oleh Phantom yang membantuku karena mereka sama sekali tidak di bawah kendaliku dan membunuh siapapun yang mereka lihat kemudian menghilang begitu saja ketika pertempuran selesai.

Aku berjalan menghampiri Rena yang sedang duduk di reruntuhan tembok. Aku menyadari beberapa prajurit Loria menatapku dengan tatapan takut karena mereka telah melihat sendiri apa yang bisa kulakukan pada orang lain dan apa yang akan kulakukan pada siapapun yang berani menghalangiku.

Aku menepuk pundaknya. Dia mengangkat kepalanya dan menatapku. Dia terlihat sangat tidak bersemangat.

  "Kau datang..." ucapnya

Aku hanya menganggukan kepalaku sebagai balasan. Aku tak bisa mengatakan padanya jika aku datang karena aku ingin memastikan dia tetap hidup. Aku ingin mengetahui alasan kenapa pergerakannya sama sekali tidak bisa terbaca oleh mata kiriku.

Rena mengucak-ngucak wajahnya dan menarik nafas yang sangat dalam.

  "Rena, jika ada orang yang menyakitimu, katakan saja seperti apa orangnya; aku akan memburunya dan keluarganya" ucapku
  "Hah?" Rena terkejut. "Ah.. Tidak... Aku tidak apa-apa. Lagipula, prajurit-prajurit kerajaan Arymania tetaplah prajurit jadi kurasa kau tak perlu sampai harus memburu keluarga mereka juga"
  "Kau tak bisa membohongiku. Ada sesatu yang mengganggu pikiranmu kan?"

Rena terdiam sesaat. Dia menatap sesosok mayat remaja yang tangan kirinya putus. Sebuah tombak menancap menembus kepalanya. Rena menutup kedua matanya dengan tangannya lalu menunduk ke bawah.

  "Laki-laki itu adalah kawan baikku di kota ini..." ucapnya. "Kemarin aku berkelahi dengannya dan hari ini aku ingin meminta maaf tetapi... Yah... Kau tahu apa yang terjadi kan kak Naia?"

Ya... Aku paham.... Aku juga pernah kehilangan kawan-kawan baikku... Oleh kerajaan brengsek Arymania. Cukup sudah... Akan kuburu setiap orang-orang Arymania. Aku tak peduli berapa banyak darah yang harus berceceran atau kepala siapa yang harus kupenggal atau berapa banyak kota yang harus kuratakan dengan tanah.

Aku bersumpah... Aku akan memusnahkan seluruh warga kerajaan Arymania. Akan kuhapuskan keberadaan mereka dari muka bumi ini. Laki-laki atau perempuan, kakek-kakek atau bayi, petarung tangguh atau orang tak berdosa... Semuanya akan kuhabisi.

  "Rena, apakah kau membenci Arymania?" tanyaku
  "Hah?"
  "Mereka telah mengambil orang-orang yang berharga darimu.... Sama seperti bagaimana mereka mengambil segalanya dariku"
  "M... Mereka membunuh keluargamu?" tanya Rena

Aku menggelengkan kepalaku. Aku duduk di tanah. Krow melompat dari bahuku dan duduk di tanah; menatapku. Aku tersenyum sesaat dan mengelus-ngelus kepala Krow.

  "Krow adalah satu-satunya keluargaku" jawabku singkat. "Ibuku mencoba membunuhku, ayahku pergi dengan perempuan lain"
  "Aah... Um... Maaf...." Rena menggaruk kepalanya. "Lalu teman-temanmu?"
  "Kau adalah satu-satunya yang kuanggap teman. Dunia ini benar-benar kejam ya?"

Sekarang giliran Rena yang menepuk pundakku.

  "Dunia tidak kejam kak. Penghuninya yang kejam" komentar Rena

Aku diam sesaat. Penghuninya... ya? Hmn.... Dia ada benarnya juga. Penghuninya... Bah! Aku menggelengkan kepalaku sesaat. Sekarang bukan waktunya untuk memikirkan hal-hal seperti itu. Sekarang aku harus mengumpulkan lebih banyak pasukan lagi.

Akan kubuat pasukan terbesar yang pernah ada dan akan kuhancurkan Arymania beserta siapapun yang menghalangiku. Sekarang mungkin pasukanku sedang dalam perjalanan ke kota ini.

  Seorang perwira kerajaan Loria lewat di hadapan kami. Dia terus berteriak-teriak mengumpulkan kembali semua pasukan yang tersisa dan juga siapapun yang bisa bertarung untuk mengangkat senjata mereka.

Kondisi dari orang-orang yang dikumpulkannya sangat... Memprihatinkan. Pasukan resmi yang tersisa dari pertempuran tadi sangat sedikit dan mereka sebagian besar terluka dan kelelahan. Para relawan yang menjawab panggilan dari komandan pasukan juga sebagian besar adalah remaja yang sepertinya bahkan tak tahu bagaimana cara mengayunkan pedang dengan benar.

Jumlah mereka yang sangat sedikit ditambah dengan tembok yang sudah jebol di mana-mana... Aku tak yakin mereka sanggup menghadang serangan berikut seandainya Arymania masih memiliki pasukan yang akan menyerbu tempat ini.

  "Dengar! Salah satu pengintai baru saja tiba membawa kabar buruk! Arymania tampaknya masih memiliki jumlah pasukan yang sangat besar yang sedang berbaris menuju tempat ini. Diperkirakan mereka akan tiba dalam 3 hari!" sahut komandan pasukan dengan suara yang sangat lantang

3 hari? Tidak... Tidak bisa. Kota ini akan jatuh ke tangan Arymania. Mempertahankan kota ini sungguh mustahil dengan kondisi seperti ini. Bahkan jika aku ikut campur tangan, aku tak bisa melindungi kota ini kecuali jika pasukanku tiba tepat pada waktunya.

  "Kabar buruk lainnya juga datang dari sekelompok pasukan tak dikenal yang sedang menuju ke tempat ini. Kita tak tahu siapa mereka atau apa tujuan mereka, tetapi mereka sangat... Aneh" sambungnya
  "Aneh?" tanya Rena mengangkat kepala
  "Ada sesuatu dari pasukan aneh itu yang membuat pengintaiku takut dan berlari kembali kesini" jawab komandan pasukan

Heh, Emeric.... Mereka mungkin bisa melawan pasukan Arymania tetapi... Aku tak mau kota ini menjadi tempat pertarungan lagi setelah melihat Rena yang sangat sedih dan kebingungan.

Mungkin... Mungkin aku bisa menyuruh pasukanku untuk mencegat pasukan Arymania yang sedang dalam perjalanan. Ya.... YA! Aku bisa melakukan itu! Orang-orang di sini pasti tak berani meninggalkan kota dan akan fokus membangun pertahanan sederhana yang bisa mereka bangun.

Aku dan pasukanku bisa membunuh semua pasukan Arymania dan menambahkan mereka ke dalam pasukanku. Ya.... Yaaaaa...... Aku bisa melakukan hal itu. Pasukanku rata-rata adalah tengkorak dan mayat busuk. Mereka tak sekuat versi makhluk hidup mereka jadi aku harus mengandalkan jumlah besar.

Aku tersenyum dan berjalan pergi.

  "Kak Naia?" panggil Rena
  "Aku punya rencana sendiri. Kau pergilah dari kota ini Rena. Kota ini tidak akan bertahan dalam kondisinya yang seperti ini" balasku
  "Tidak mau!"

Aku berbalik dan mengangkat alis menatap Rena. Dia terlihat sangat yakin untuk tetap tinggal di kota ini meskipun kondisi kota ini sudah sangat sekarat.

  "Aku akan tinggal di kota ini dan membantu!" sambungnya
  "Dan kenapa kau melakukan hal itu?" tanyaku
  "Karena ada orang-orang yang memerlukan bantuan" jawabnya singkat
  "Pfft, kau memang orang aneh Rena" balasku. "Lakukan sesukamu. Aku akan tetap melakukan rencanaku sendiri"

Aku berjalan pergi meninggalkan kota ini. Hmph.... karena ada orang-orang yang memerlukan bantuan? Tch, dasar bodoh. Seribu tindakan baik tidak akan pernah diingat tetapi satu kesalahan dan tidak akan ada yang melupakan.

Kenapa aku malah menghabiskan waktuku mencoba melindungi si bodoh itu? Huh, terkadang aku bahkan tak memahami diriku sendiri. Tetapi bukankah ini bagus? Setelah kehilangan begitu banyak pasukan... kerajaan Arymania pasti akan sangat terguncang dan tak menutup kemungkinan jika perperangan antar kerajaan bisa saja terjadi.

Jika saja.... jika saja aku bisa mengadu domba semua kerajaan. Biarkan mereka saling membunuh sementara aku membangun pasukanku untuk penghakiman. Ya.... ya.... akan kulakukan...

Aku memfokuskan pikiranku.

  "Emeric, siapkan pengintai. Kemungkinan ada pasukan Arymania yang masih dalam perjalanan. Temukan, sergap dan bunuh mereka semua!"

Aku yakin perintahku yang kukirimkan secara telepati bisa sampai pada Emeric. Heheh, ini akan menjadi kehidupan yang sangat menarik.... perperangan antar kerajaan manusia terasa sedikit kurang menghibur. Mungkin aku harus membuatnya menjadi perang dunia...

Bayangkanlah.... tiap agama, tiap suku, tiap ras, tiap kerajaan semuanya saling membunuh atas nama ideal, pandangan politik dan keyakinan mereka. Oh makhluk hidup yang menyedihkan... kalian begitu sangat mudah untuk ditebak.... budak dari idealistik kalian sendiri. Menyedihkan...

***************

  Aku membangkitkan kuda yang telah mati untuk membantuku menempuh perjalanan dengan cepat. Sepertinya aku sedikit terlambat karena Emeric telah menghabisi semua pasukan Arymania. Ada beberapa dari mereka yang masih hidup dan sedang dipenggal kepala mereka satu per satu. Aku sedikit kesal karena tidak mendapatkan bagian terbaiknya; membunuh mereka tetapi ah sudahlah.

Hmmm.... ada sesuatu yang aneh dengan pasukan ini. Beberapa dari mereka memiliki pedang ornamental.

  "Ah, nyonya!"

Emeric menyambutku. Aku turun dari kuda dan berjalan menghampiri pasukan-pasukan Arymania yang akan dieksekusi.

  "Mereka bukanlah tandingan untuk kami; pelayanmu yang setia" ucap Emeric
  "Hmph, sudah semestinya begitu" balasku

Hm? Aku memperhatikan salah satu dari sisa pasukan Arymania yang tersisa. Seorang laki-laki berambut coklat pendek. Aku bisa melihat jelas ada logo pohon di atas kastil pada bagian depan baju perang yang dikenakannya. Salah satu prajuritku baru saja akan mengayunkan pedangnya pada kepalanya.

  "Tahan dulu" perintahku

Prajuritku berhenti mengayunkan pedangnya. Aku berjalan menghampiri orang tersebut. Dia menatapku dengan tatapan jijik dan marah.

  "Hmph, kau... kau bukanlah prajurit biasa" ucapku
  "Heh, matilah kau di neraka dasar wanita terkutuk!" balasnya
  "Dia adalah anggota dari keluarga Harberd di kerajaan Arymania, salah satu dari keluarga yang paling besar, paling kaya dan paling berkuasa di dalam kerajaan Arymania" komentar Emeric padaku
  "Aaaah, tak heran kenapa aku bisa merasakan ada yang berbeda dari orang ini"
  "Terkutuklah kau! Kau telah membuat masalah besar untuk dirimu sendiri! Jika aku mati, maka keluargaku akan menemukanmu dan membunuhmu!" balasnya

Hahahah... HAHAHAHAH! Sempurna!! Benar-benar sempurna! Salah satu prajurit kerajaan Arymania yang kuserap ingatannya mengenal keluarga Harberd. Kudengar, mereka sedang menjalin hubungan secara diam-diam dengan sebuah kelompok elves di hutan.

Aku membukap penutup mataku dan menyerap semua ingatannya....

.....

  Aaaah, aku paham sekarang. Ada sekelompok elves yang tinggal tak jauh dari hutan kekuasaan Arymania. Mereka mampu memproduksi anggur yang sangat disukai oleh bangsawan Arymania namun tetap saja, mereka tidak lebih dari penyusup.

Keluarga Harberd mengetahui di mana mereka tinggal dan membuat perjanjian dengan mereka. Keluarga Harberd akan menutup mulut tentang keberadaan para elves di hutan namun sebagai imbalannya, para elves diwajibkan untuk mengsuplai keluarga Harberd dengan anggur yang kemudian dijual pada para bangsawan Arymania. Heheh, hal ini sudah berlangsung turun-temurun...

Menyedihkan....

Aku bangkit berdiri dan menutup kembali mataku dengan penutup mata.

  "Bunuh dia tetapi tahan yang lain!" perintahku

SLAB! Kepala dari orang itu pun berguling di tanah. Hahahahah..... sempurna.... SEMPURNA!! Sekarang aku tahu di mana elves itu bersembunyi.

  "Perintah anda selanjutnya nyonya?" tanya Emeric
  "Begitu kita selesai dengan sisa pasukan Arymania, kita akan langsung menyerang kota yang menjadi pusat lumbung kerajaan Loria" jawabku
  "Nyonya? Bukankah anda baru saja mencoba melindungi kerajaan Loria dengan memusnahkan prajurit-prajurit kerajaan Arymania ini?"

Aku tersenyum.

  "Emeric, aku kecewa padamu..." jawabku. "Jangan salah paham, kerajaan Loria bisa saja membusuk di bumi ini. Aku hanya ingin melindungi seseorang yang tak bisa kubaca pergerakannya dengan mataku"
  "Mohon maaf nyonya" balas Emeric sambil membungkuk padaku
  "Tetapi aku senang kau bertanya Emeric. Setidaknya itu menunjukan jika kau berkompeten" balasku. "Kerajaan Loria sedang mengalami krisis pangan. Persediaan makanan mereka pas-pasan untuk melalui musim dingin. Kita akan membuat situasi menjadi lebih buruk"

Aku berbalik menatap para pasukan Arymania yang ditawan oleh para prajuritku. Heheheh... ini akan menjadi sangat menarik....

  "Dan kalian, wahai budak-budak tak berguna.... akan membantuku! Suka atau tidak suka!" ucapku. "Bawa mereka kembali ke markas dan pastikan mereka dalam kondisi sehat bugar. Tidak ada satupun yang boleh menyentuh mereka tanpa izinku"
  "Kalian dengar perintahnya!" teriak Emeric

Heh, baik kerajaan Loria maupun kerajaan Arymania.... tidak ada bedanya.... budak dari pandangan hidup mereka masing-masing. Mereka adalah serigala berbulu domba.... sudah waktunya untuk melepaskan para serigala dan membiarkan mereka memangsa satu sama lain...

Kalian tahu apa yang akan terjadi ketika 2 kumpulan serigala bertemu ketika sedang menemukan makanan? Mereka akan saling membunuh untuk mendapatkan makanan tersebut. 

Kita akan mulai dengan konflik kerajaan Loria dan kerajaan Arymania.... kemudian, akan kita lanjutkan dengan para elves yang menyedihkan...

Ooooh... aku akan benar-benar menikmati pertunjukan ini! Memikirkan penderitaan yang akan mereka alami... melihat mereka membunuh satu sama lain karena kebohongan yang kuciptakan! Ahahahah... memuaskan! Benar-benar memuaskan!

Sudah waktunya dunia ini merasakan sedikit dari obat pahit yang telah mereka gunakan padaku dahulu. Tetapi... sebelum aku melaksanakan rencana untuk memulai perperangan antara kedua kerajaan... aku harus sedikit "berimprovisasi".

Emeric, pelayanku yang setia berjalan di sampingku. Walaupun memang ekspresinya tetap sama aku bisa merasakan jelas jika dia terlihat penasaran.

  "Jika kau ingin mengatakan sesuatu, maka katakanlah di hadapanku. Aku tidak mentoleransi kemunafikan sedikitpun" ucapku
  "Mohon maaf Nyonya" balas Emeric. "Hamba hanya berpikir, keputusan Nyonya untuk mengirimkan prajurit kita ke sini mungkin akan menimbulkan sedikit... guncangan ke seluruh dunia. Hamba tidak bermaksud meragukan keputusan anda Nyonya, hamba hanya sedikit khawatir"

Aku hanya tersenyum.

  "Tenang saja Emeric. Kita akan pergi tanpa meninggalkan jejak sebelum ada yang melihat kita" ucapku. "Ngomong-ngomong, Emeric apakah kau mengenal kelompok kriminal-kriminal terkenal yang mungkin bisa diajak bekerjasama?"

Emeric hanya terdiam sesaat. Aku tahu dia sedang mencoba memikirkan sesuatu. Aku yakin dia pasti punya pengetahuan dan pengalaman yang hebat tentang organisasi kriminal.

  "Ada satu kelompok Nyonya... tetapi hamba tidak yakin apakah mereka bahkan masih ada ataukah tidak" jawabnya sambil menggelengkan kepalanya
  "Tidak jadi masalah. Itu saja cukup" balasku

****************
Bersambung

  Part selanjutnya,

  Untuk mewujudkan ambisinya untuk meruntuhkan kerajaan Arymania, Naia berniat untuk secepat mungkin memanfaatkan kekalahan pasukan Kerajaan Arymania pada serangan di kota Mirigan. Selagi hubungan kedua kerajaan semakin memanas, Naia akan melakukan penyerangan pada pusat lumbung penyimpanan makanan kerajaan Loria.

Tetapi dia harus sedikit berimprovisasi; dia akan membuat seolah-olah bukan undead lah yang melakukannya. Untuk itu, dia memerlukan bantuan dari non-undead... dan tampaknya Emeric, jendral setia dari pasukan Naia memikirkan sebuah kelompok yang mungkin bisa dimanfaatkan oleh Naia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar