"Zano & Kawanan : Terowongan Yami" adalah salah satu episode
dari cerita berseri "Zano & Kawanan" buatan Green Leaper.
Part sebelumnya, Hiromi sepertinya mengetahui sesuatu tentang terowongan Yami. Sepertinya Satoru juga menyembunyikan sesuatu. Tapi apakah itu? Hanya waktu yang akan menjawab.
Happy reading!
Part sebelumnya, Hiromi sepertinya mengetahui sesuatu tentang terowongan Yami. Sepertinya Satoru juga menyembunyikan sesuatu. Tapi apakah itu? Hanya waktu yang akan menjawab.
Happy reading!
***********
Zano & Kawanan
Terowongan Yami
Part-3
Terowongan Yami, Masa Lalu yang Kelam?
Gue udah berkumpul dengan kru ekspedisi. Susah bro buat jalan di kota dengan seragam yang penuh dengan senjata tersembunyi tanpa dikejar-kejar sama polisi... dan juga beberapa anak kecil yang minta foto bareng... Beruntung ada Airi dan Yui dan juga Juita... Kalau kagak, mungkin sekarang gue masih di kota.
Saat ini, gue dan kru ekspedisi udah sampai di dekat sebuah lembah. Airi dan Yui udah mulai meliput sementara gue sama penjaga tim ekspedisi yang lain cuek dan hanya fokus memastikan tim ekspedisi tidak terluka.
Kami berjalan melewati hutan yang menurut gue angker tapi menurut Airi indah. Kami juga melewati sungai.... Yang ada buayanya... Kalau penjaga tim ekspedisi yang lain pakai senapan moderen untuk mengatasi masalah, gue lebih mengandalkan racun dan busur silang (crossbow bahasa inggrisnya) untuk mengatasi masalah. Gue heran kenapa para pemimpin ekspedisi (bukan Satoru, dia hanya bertugas mengrekrut orang) memilih jalan ini.
Kami terus melewati jalan yang penuh dengan rintangan... dan nyamuk sampai akhirnya kami sampai di sebuah lapangan yang sangat luas. Di tengah-tengah lapangan itu, ada semacam pintu masuk terowongan bawah tanah.
"Wew, gelap" kata gue yang melihat ke dalam
"Ya... Lumayan gelap..." sambung Juita
"Oke, semuanya! Kita pasang tenda di sini. Nanti jam 4 kita akan masuk ke dalam terowongan" kata pak Darwi, salah satu pemimpin ekspedisi
Semua orang langsung mendirikan tenda. Tenda dari segala ukuran bisa terlihat. Mulai dari yang kecil sampai yang benar-benar gede. Juita, bersama dengan beberapa juru masak lainnya mulai.. Yah, mengurus soal makanan. Selama ada Juita, gue gak perlu takut kekurangan makanan ataupun makan makanan beracun.
"Zano!" Satoru memanggil gue
"Yo, gue datang!" balas gue
Satoru dan pak Darwi mengumpulkan beberapa orang. Beberapa diantara mereka adalah penjaga tim ekspedisi... Yang wajahnya pada sangar-sangar semua.
"Baik, kalian jadi yang pertama untuk masuk dari ekspedisi ini. Dari info yang kami dapat, ada semacam tempat yang sangat luas di dalam terowongan ini. Lokasinya tidak terlalu jauh dari pintu masuk ini. Tugas kalian, temukan tempat itu dan sedikit lakukan penjelajahan" jelas pak Darwi panjang lebar
"Zano, berhati-hatilah. Kau masih sangat muda" sambung Satoru
"Dan kenapa bocah ini memilih busur silang?" tanya salah satu penjaga
"Gue udah berkali-kali menghadapi situasi antara hidup dan mati. Jadi, jangan remehkan gue..." balas gue dikit kesel
Suasana menjadi hening. Pak Darwi langsung menyuruh kami masuk ke dalam. Kami dibagi dalam kelompok. Satu kelompok terdiri dari 2 penjaga dan 3 kru ekspedisi. Gue dan kelompok gue masuk ke dalam.
Karena kami adalah yang pertama masuk, jadi kami harus berurusan dengan kegelapan di dalam terowongan ini. Kami mengikuti lorong yang panjang ini. Semakin ke dalam, semakin gelap. Ada beberapa lampu jaman perang dunia ke-2 bisa ditemukan tergantung di sepanjang tembok dan langit-langit.
Kadang-kadang gue melihat ada bendera IJA di tembok tapi udah robek. Mungkin dimakan rayap kali ya? Entahlah. Beberapa menit berjalan, kami sampai di semacam... Ruangan yang lumayan luas. Ada banyak kotak amunisi disana-sini.
"Baik, biarkan kelompok lain yang memeriksa semua kotak amunisi di sini apakah masih aktif ataukah tidak. Kita akan menjelajah sedikit lebih dalam" kata Yuda, kru ekspedisi.
Dari ruang yang besar dan luas ini, ada banyak sekali lorong-lorong disana-sini. Masing-masing dengan tulisan yang sama sekali gak bisa gue baca. Kalau nyasar di sini bisa bahaya nih... Mengingat kita sama sekali gak punya peta tentang tempat ini.
Gue dan kelompok gue masuk ke dalam terowongan yang... menurut Hamid (kru ekspedisi yang bisa bahasa Jepang) berlabel "Hanako". Gue mulai merasa dingin.
Syukurnya, terowongan Hanako ini lebih lebar jadi gue bisa lebih bebas bergerak. Tapi gue semakin merasa dingin. Di tengah-tengah jalan, kami menemui pertigaan. Jalan ke kiri buntu, jalan yang lurus ke depan kayaknya menuju ke tempat medis sementara ke kanan entah kemana karena gelap banget.
"Zano, Gigi, kalian periksa jalan itu, kami akan memeriksa jalan lurus" kata Yuda.
Gue dan Gigi berjalan mengikuti jalan ke kanan. Iya, dia itu cewek.... Tapi gue sama sekali merasa gak nyaman dekat dia. Busur silang milik gue udah siap dipakai, tinggal ada target aja. Kami berdua menyusuri jalan dengan pelan-pelan dan hati-hati.
Kami berdua menemui semacam pintu besi raksasa. Kami berdua berhenti di depan pintu itu. Uap dingin bisa terlihat meluap dari bawah pintu itu. Ada semacam roda di tengah-tengah pintu yang bisa diputar, kemungkinan fungsinya untuk membuka pintu yang udah karatan ini.
"Oke, kau yang buka" kata Gigi
"Hah? Gue?"
"Ya iyalah! Siapa lagi?!"
Gue meletakan busur silang gue di belakang punggung dan dengan banyak tenaga... dan usaha gue memutar roda besi yang udah karatan ini sampai terasa ringan. Gue membuka pintu itu dengan perlahan. Maklum, berat banget bro...
"Tidak bisakah kau membuka pintu sedikit lebih cepat?" protes Gigi
"Ya elu bisa membantu gue menariknya kalau elu mau" balas gue
Seperti perkiraan gue, dia menolak. Begitu pintunya terbuka sepenuhnya, Gigi mengacungkan senapan ke apa saja yang dibalik pintu. Gue melihat apa yang ada di balik pintu besar ini. Semacam... Apa gitu ya... Gue bingung mau jelasinnya gimana.
Ruangan besar. Baik tanah maupun dinding dan langit-langitnya tertutupi besi. Ada beberapa lapisan es tipis di tanah dan uap dingin memenuhi ruangan. Gigi masuk duluan sementara gue menyiapkan busur silang gue.
"Zano, di belakangmu"
Bisikan misterius ini... Gue menoleh ke belakang. Ada cewek berambut panjang yang senyumannya penuh aura mistis. Kampret, gue hampir aja teriak karena kaget.
"Miranda? Elu ngapain di sini?" bisik gue
"Zano, kumohon. Jangan ke sana...." Miranda menarik tangan gue untuk menjauh
"Heh, gue udah dibayar untuk masuk ke sana"
"Jangan! Aku bisa merasakan... Kematian dan hampa di bawah sana. Kejahatan dan kebencian memenuhi ruangan ini. Zano, bawa Juita dan jangan bergabung dengan ekspedisi ini"
"Tenang aja, gue bisa mengatasinya kok" kata gue
"Kalau kau bersikeras... Biarkan aku membantumu. Kau sudah membebaskanku dan aku berhutang padamu" kata Miranda (sekedar pengingat, iya, dia hantu)
"Mir, elu sama sekali gak berhutang apapun sama gue. Oke?"
Miranda menangguk tapi dia tetep ngotot untuk bantuin gue. Entah kenapa tapi kalau dia ngotot begitu, berarti gue bakal berurusan sama hal-hal yang berbau supranatural lagi. Ah sudahlah, gue udah berjanji sama Hiromi, apapun yang terjadi gue akan melindungi Satoru walaupun dia masih di permukaan tanah.
"Hey! Zan! Lihat ini!" teriak Gigi dari kejauhan
"Tuh anak cepet bener..." keluh gue. "Entar, gue datang!"
Gue berlari menghampiri Gigi yang sedang mengacungkan senjatanya ke tembok. Gue melihat ke arah tembok yang dilihatnya. Ada mayat manusia... yang udah busuk tapi membeku di tembok. Bagian perutnya udah sobek dan keluar. Egh, pemandangan yang gak enak dilihat tau gak...
"Egh... Elu manggil gue cuma buat liat ini? Kayaknya gue gak bakal bisa makan malem nanti" keluh gue
"Indahnya berbagi pengalaman buruk" balas Gigi senyum ke gue. "Periksa dia"
"Kok gue lagi?!"
"Mukamu jauh lebih menjijikan" balas Gigi
"Kampret! Kita balik aja yuk. Perasaan gue makin gak enak"
Gigi menangguk. Ternyata dia sendiri juga merasa gak nyaman... Entah karena penampilan gue yang terkesan angker ataukah karena ruang ini yang terkesan angker. Apapun penyebabnya, kami berdua berjalan kembali. Gue menutup pintu besi besar.
Waktu kami kembali ke ruang luas utama, sudah banyak tenda didirikan. Untuk mempermudah ekspedisi, ruang ini kami sebut "ruang sentral operasi". Kelompok gue udah balik juga ke sini karena gak menemukan sesuatu yang menarik.
Dari ruang inilah, kita akan melancarkan "operasi" penjelajahan terowongan yang luas ini. Masing-masing anggota udah dibagikan radio. Siapapun yang membiayai ekspedisi ini pasti kaya banget. Sementara itu, sebagian dari kru ekspedisi masih di permukaan tanah, mereka akan menjelajahi dari permukaan. Pemimpin ekspedisi yakin pasti masih ada pintu masuk lain.
"Ju" sapa gue ke Juita yang kayaknya terkesan melihat ruang yang luas ini
"Ya?"
"Air mana?" tanya gue
"Yaelah kamu Zan. Perasaan kamu udah minum air satu galon deh sebelum kesini. Rakus amat" balas Juita
"Bukan, maksud gue Airi... dan temennya"
"Cieeee, kembarannya aku dikemanain?"
"Berisik! Airi itu takut gelap. Gue khawaktir kalau dia ikut masuk ke dalam terowongan luas ini"
Iya, gue khawaktir sama dia. Meskipun bareng temennya dan banyak penjaga ekspedisi ini tetap aja gue takut terjadi hal yang enggak-enggak. Apalagi setelah melihat kondisi mayat tadi lalu bercak darah kering di tembok.
Kalian tau itu apa artinya? Bukan, bukan berarti gue wota. Tapi bercak darah kering menandakan kalau pernah ada orang yang ke sana beberapa minggu atau bulan yang lalu. Bisa jadi juga sih bercak darah itu sejak dari jaman perang dunia 2.
"Tadi dia memang ikut masuk. Tapi buat nyariin kamu" kata Juita. "Zan, kamu sebenarnya mau sama siapa sih? Kembaranku ataukah Airi?"
"Dia masuk ke sini?! Gawat...." gue langsung stress tingkat tinggi
"Zano, aku akan menunjukan jalannya. Jalan ini hanya bisa dilihat olehmu saja" bisik Miranda
Tiba-tiba aja ada jejak langkah kaki yang bercahaya di tanah. Dari ukuran dan bentuknya sih, ini jejak kakinya Airi. Mungkin kalian bisa bilang gue aneh karena gue hafal bener ukuran dan bentuk kakinya. Gue sendiri heran lho, tapi hanya dengan melihat jejak aja gue bisa tau ini kakinya siapa... Masalahnya ini hanya berlaku untuk orang-orang yang udah akrab sama gue aja.
"Okelah, Ju gue harus cari dia dulu. Elu lanjutin aja apapun tugas elu" kata gue
"Oke, tapi aku mau liat-liat sebentar dulu, jadi gak apa kan kalau aku ikut?" tanya Juita
"Terserah, gue mah oke-oke aja" jawab gue dengan cuek
Gue ngikutin jejak yang muncul mendadak. Jejaknya berakhir di sebuah ruang kecil yang penuh dengan kotak yang separuhnya udah dibuka, isinya dokumen semua. Percuma kalau gue baca, gue gak ngerti isinya apaan.
Kami melihat Airi sedang merayap di tanah persis seperti tentara yang sedang ditembak. Gue dan Juita diem sesaat melihat temen kami ini.
"Woi, tiang listrik. Elu gak apa-apa kan?" tanya gue
"Kacamataku jatuh..." jawab Airi
"Oh, gue kirain elu udah kesurupan. Ju, bantu cari"
Kami bertiga akhirnya mencari-cari kacamatanya Airi. Kalau dia perlu pakai kacamata berarti dia baru aja memakai kekuatan matanya lagi.
Matanya bisa mempunyai pengelihatan yang lebih tajam dan mungkin bisa melihat hal yang gak bisa dilihat dengan mata biasa. Selain itu, dia bisa memberi ilusi mengerikan pada siapapun yang menatap matanya.
Tapi kekuatan supranatural itu punya harga lho. Setelah memakai kekuatan itu, penglihatannya bakal jadi kabur untuk sementara waktu. Kalau kelamaan, matanya bisa mengeluarkan darah terus dia pingsan.
Gue berhasil menemukan kacamatanya. Gue bantu dia buat memakainya. Pandangannya bener-bener kabur. Saking kaburnya, dia bahkan gak bisa melihat gue yang ada tepat di depannya.
"Ah, Zano! Juita! Terimakasih"
"Lain kali jangan pakai kekuatan mata lu tanpa ada orang lain di samping elu" bisik gue
"Ma-maaf sudah merepotkan. Habisnya dari tadi aku mencari Zano tapi tidak ketemu... Jadi..."
"Ya-ya-ya, yang penting elu gak apa-apa aja" gue menghela napas. "Eh, memangnya ada apa sampai nyari gue?"
"Ada sesuatu yang ingin kubicarakan... Empat mata denganmu" balas Airi dengan serius
Tatapannya serius banget. Gue penasaran apa yang ingin dibicarakan dia. Gue punya feeling kalau apapun yang bakal dibicarakannya pasti gak ada hubungan dengan bom bali atau kemungkinan cerita gue ini ditulis terus diupload di sebuah blog sama orang yang gak jelas.
Part selanjutnya, Apa yang ingin dikatakan oleh Airi pada Zano? Kemudian, tanda-tanda aneh juga mulai muncul serta Zano yang mulai mendengar bisikan-bisikan samar dan pengelihatan masa lalu. Masalah yang timbul tidak hanya itu saja...
Gigi menangguk. Ternyata dia sendiri juga merasa gak nyaman... Entah karena penampilan gue yang terkesan angker ataukah karena ruang ini yang terkesan angker. Apapun penyebabnya, kami berdua berjalan kembali. Gue menutup pintu besi besar.
Waktu kami kembali ke ruang luas utama, sudah banyak tenda didirikan. Untuk mempermudah ekspedisi, ruang ini kami sebut "ruang sentral operasi". Kelompok gue udah balik juga ke sini karena gak menemukan sesuatu yang menarik.
Dari ruang inilah, kita akan melancarkan "operasi" penjelajahan terowongan yang luas ini. Masing-masing anggota udah dibagikan radio. Siapapun yang membiayai ekspedisi ini pasti kaya banget. Sementara itu, sebagian dari kru ekspedisi masih di permukaan tanah, mereka akan menjelajahi dari permukaan. Pemimpin ekspedisi yakin pasti masih ada pintu masuk lain.
"Ju" sapa gue ke Juita yang kayaknya terkesan melihat ruang yang luas ini
"Ya?"
"Air mana?" tanya gue
"Yaelah kamu Zan. Perasaan kamu udah minum air satu galon deh sebelum kesini. Rakus amat" balas Juita
"Bukan, maksud gue Airi... dan temennya"
"Cieeee, kembarannya aku dikemanain?"
"Berisik! Airi itu takut gelap. Gue khawaktir kalau dia ikut masuk ke dalam terowongan luas ini"
Iya, gue khawaktir sama dia. Meskipun bareng temennya dan banyak penjaga ekspedisi ini tetap aja gue takut terjadi hal yang enggak-enggak. Apalagi setelah melihat kondisi mayat tadi lalu bercak darah kering di tembok.
Kalian tau itu apa artinya? Bukan, bukan berarti gue wota. Tapi bercak darah kering menandakan kalau pernah ada orang yang ke sana beberapa minggu atau bulan yang lalu. Bisa jadi juga sih bercak darah itu sejak dari jaman perang dunia 2.
"Tadi dia memang ikut masuk. Tapi buat nyariin kamu" kata Juita. "Zan, kamu sebenarnya mau sama siapa sih? Kembaranku ataukah Airi?"
"Dia masuk ke sini?! Gawat...." gue langsung stress tingkat tinggi
"Zano, aku akan menunjukan jalannya. Jalan ini hanya bisa dilihat olehmu saja" bisik Miranda
Tiba-tiba aja ada jejak langkah kaki yang bercahaya di tanah. Dari ukuran dan bentuknya sih, ini jejak kakinya Airi. Mungkin kalian bisa bilang gue aneh karena gue hafal bener ukuran dan bentuk kakinya. Gue sendiri heran lho, tapi hanya dengan melihat jejak aja gue bisa tau ini kakinya siapa... Masalahnya ini hanya berlaku untuk orang-orang yang udah akrab sama gue aja.
"Okelah, Ju gue harus cari dia dulu. Elu lanjutin aja apapun tugas elu" kata gue
"Oke, tapi aku mau liat-liat sebentar dulu, jadi gak apa kan kalau aku ikut?" tanya Juita
"Terserah, gue mah oke-oke aja" jawab gue dengan cuek
Gue ngikutin jejak yang muncul mendadak. Jejaknya berakhir di sebuah ruang kecil yang penuh dengan kotak yang separuhnya udah dibuka, isinya dokumen semua. Percuma kalau gue baca, gue gak ngerti isinya apaan.
Kami melihat Airi sedang merayap di tanah persis seperti tentara yang sedang ditembak. Gue dan Juita diem sesaat melihat temen kami ini.
"Woi, tiang listrik. Elu gak apa-apa kan?" tanya gue
"Kacamataku jatuh..." jawab Airi
"Oh, gue kirain elu udah kesurupan. Ju, bantu cari"
Kami bertiga akhirnya mencari-cari kacamatanya Airi. Kalau dia perlu pakai kacamata berarti dia baru aja memakai kekuatan matanya lagi.
Matanya bisa mempunyai pengelihatan yang lebih tajam dan mungkin bisa melihat hal yang gak bisa dilihat dengan mata biasa. Selain itu, dia bisa memberi ilusi mengerikan pada siapapun yang menatap matanya.
Tapi kekuatan supranatural itu punya harga lho. Setelah memakai kekuatan itu, penglihatannya bakal jadi kabur untuk sementara waktu. Kalau kelamaan, matanya bisa mengeluarkan darah terus dia pingsan.
Gue berhasil menemukan kacamatanya. Gue bantu dia buat memakainya. Pandangannya bener-bener kabur. Saking kaburnya, dia bahkan gak bisa melihat gue yang ada tepat di depannya.
"Ah, Zano! Juita! Terimakasih"
"Lain kali jangan pakai kekuatan mata lu tanpa ada orang lain di samping elu" bisik gue
"Ma-maaf sudah merepotkan. Habisnya dari tadi aku mencari Zano tapi tidak ketemu... Jadi..."
"Ya-ya-ya, yang penting elu gak apa-apa aja" gue menghela napas. "Eh, memangnya ada apa sampai nyari gue?"
"Ada sesuatu yang ingin kubicarakan... Empat mata denganmu" balas Airi dengan serius
Tatapannya serius banget. Gue penasaran apa yang ingin dibicarakan dia. Gue punya feeling kalau apapun yang bakal dibicarakannya pasti gak ada hubungan dengan bom bali atau kemungkinan cerita gue ini ditulis terus diupload di sebuah blog sama orang yang gak jelas.
Bersambung
*************
Tunggu ke;lanjutannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar