The Red Zone, adalah sebuah cerita fiksi bersetting pada tahun 2200
yang hancur. Cerita ini dibuat karena penulis (Green Leaper) merasa
tertantang mencoba menulis sesuatu selain parodi dan "Zano &
Kawanan". Catatan menarik lainnya, cerita ini terinspirasi dari
atmosfir-apocalypstic dari S.T.A.L.K.E.R. dan Metro.
Part sebelumnya, menjelaskan tentang beberapa hal penting mengenai cerita fiksi ini.
Angin bertiup sedikit kencang. Daun-daun yang telah gugur terbang diterpa angin. Seorang perempuan berjalan menyusuri pinggir jalan raya yang tidak begitu terlihat ada aktivitas manusia karena masih pagi hari. Sambil melangkah, dia bersenandung untuk mengusir kesunyian jalan raya.
Jaket hitam membuatnya sedikit sulit terlihat di jalan yang masih sedikit gelap ini. Tas pinggang miliknya bergantung di pinggang kanannya. Rambutnya yang sebatas bahu sedikit berhembus ke belakang karena angin.
Gedung-gedung pencakar langit yang menghiasi pemandangan terlihat sedikit lebih pendek baginya. Mungkin karena dia semakin bertambah tinggi. Dia berhenti di depan sebuah SMA yang pintu gerbangnya terbuka lebar.
Gedung berlantai 3 dan bercat putih serta dikelilingi pagar besi ini adalah tempatnya menghabiskan 3 tahun hidupnya menimba ilmu. Dia berhenti menatap gedung tersebut dengan penuh kenangan - sambil merasa 3 tahun berlalu dengan cepat dan dia akan segera melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi.
Seorang laki-laki botak tinggi dan memakai seragam sekolah, keluar dari dalam sebuah ruangan sambil memikul bangku sekolah di kepalanya dan berjalan melewati lapangan.
"Oh Yumeka toh?" ucap laki-laki itu terkejut melihat perempuan berjaket hitam
"Selamat pagi Dono" balas Yumeka. "Yang lain dimana?"
"Di dalam ruang kelas kita"
"Ooh. Oke. Aku ke sana dulu ya"
"Ya~ya"
Yumeka, itulah nama perempuan ini. Salah satu siswi kelas 3 yang baru saja lulus kemarin. Yumeka lumayan populer di sekolahnya karena namanya yang terdengar seperti orang asing. Faktanya, dia lahir di luar negeri tetapi dibesarkan di Indonesia. Saat ini, dia tinggal bersama ayahnya. Ibunya menghilang secara misterius sesaat setelah melahirkannya.
Dia dan teman-teman kelas 3 lainnya memutuskan untuk berkumpul di sekolah untuk bersama-sama mempersiapkan acara kelulusan mereka.
Yumeka berjalan lurus menuju kelasnya, sebuah ruangan luas yang memiliki 1 pintu. Semakin dekat dia dengan kelasnya, semakin terdengar suara teman-temannya yang sedang berbincang-bincang, bercanda, tertawa dan bekerja.
Semua meja dan kursi sedikit tidak beraturan karena sedang dipakai oleh teman-teman sekelas Yumeka yang
Ketika Yumeka sampai di depan kelas, dia melihat semua teman-teman kelas 3 seangkatannya sedang sibuk. Ada yang sedang berfoto-foto, ada yang sedang mendiskusikan tentang susunan acara kelulusan nanti seperti apa.
Yumeka yang baru saja menginjakan kaki kanannya, langsung dihampiri oleh 3 siswi lainnya yang merupakan teman baiknya. Mereka meneriakan namanya seolah-olah dia tidak pernah kembali dalam jangka waktu yang lama. Teriakan-teriakan tersebut sempat menarik perhatian seisi kelas untuk sesaat yang kemudian kembali melanjutkan kesibukan masing-masing.
"Hei, hei! Tina, Fana, Tini, Yumeka! Kalian berempat terlalu berisik. Ini masih pagi buta" tegur siswa yang badannya paling besar
"Ah diam deh you" tukas Fana, siswi paling alay. "Yumeka, ayo sini. Ada banyak yang harus kita-kita ini kerjakan okay?"
Yumeka hanya bisa tersenyum melihat antusias teman-temannya. Dia menyisingkan lengan bajunya dan membantu teman-temannya sebisa mungkin. Dia sadar bahwa dia sedang menghabiskan hari-hari terakhirnya bersama teman-teman SMAnya dan dia ingin membuat hari-hari terakhir tersebut menjadi sangat memorable baik untuknya maupun teman-temannya. Waktu berlalu, beberapa guru dan staff sekolah yang datang di hari libur, turut membantu juga.
Tak terasa, hari sudah sore, semua orang memutuskan untuk istirahat sebentar. Yumeka melihat ruangan kelas yang sudah kosong karena teman-temannya pergi mencari makan. Dia mengeluarkan sebuah buku catatan kecil. Itu adalah diarynya. Satu-satunya tempat dimana Yumeka menulis semua isi hatinya yang tidak bisa dikatakan pada siapapun.
"Yuu!"
Sapaan tersebut mengagetkan Yumeka yang baru saja akan menulis diary. Dia melihat ke pintu. Tina melambaikan tangannya pada Yumeka. Wajahnya tampak lebih gembira dari sebelumnya. Tina berjalan menghampiri Yumeka dengan semangat.
"Sudah dengar belum?" tanya Tina
Bingun dengan pertanyaan itu, Yumeka hanya menangkat kedua alis matanya lalu menggaruk kepalanya.
"Dengar? Apanya?"
"Dari ekspresimu, kau sepertinya belum tahu"
"Memangnya ada apa?" tannya Yumeka yang mulai penasaran
"Laki-laki yang ditunggu-tunggu oleh semua perempuan, kembali ke sekolah ini!"
Yumeka langsung berdiri dan tercengang.
"Serius?!"
Tina mengangguk sambil tersenyum lebar. Dia menggandeng tangan Yumeka lalu mereka berdua pergi dengan bersemangat ke kantin yang ada di belakang sekolah. Begitu mereka sampai di kantin, mereka melihat siswi-siswi sedang mengerumuni seseorang di pojok belakang kantin sementara yang laki-laki hanya bisa diam dan merasa iri dengan sosok yang dikerumuni oleh para siswi.
Suasana kantin benar-benar ramai. Banyak sekali pertanyaan terdengar dari para siswi yang berkerumun di pojok. Kadang-kadang mereka tertawa. Tina dan Yumeka ikut bersatu dengan kerumunan tersebut.
Di tengah-tengah kerumunan, ada seorang laki-laki yang tampaknya biasa-biasa saja jika dari segala aspek. Sosok laki-laki beruntung tersebut adalah salah satu siswa di SMA ini. Dia mengambil inisial Rattler. Rambutnya yang berwarna hitam tidak terlihat begitu berbeda dari rambut siswa yang ada di sekolah. Bahkan fisiknya pun hanya pas-pasan.
Dia tidak pendek tetapi tidak tinggi. Tidak berbakat dalam satupun olahraga. Nilai di sekolahnya juga hanya rata-rata 80, tidak pernah lebih dari itu. Dia juga tidak berasal dari latar belakang orang kaya atau artis. Dia hanya anak yatim yang dibesarkan di panti asuhan.
Pakaiannya serba putih. Seputih salju. Dia juga mengenakan jaket berwarna putih salju. Respirator S-20 berwarna putih yang merupakan suksesor S-10 tergantung di lehernya.
Lantas apa yang membuatnya begitu terlihat populer dan sangat disukai siswi-siswi SMA? Jawabannya sangat sederhana; dia adalah Zoners. Salah satu dari orang-orang yang menyusup ke dalam Zona Merah.
Semua orang yang tidak pernah masuk ke Zona merah hanya tahu bahwa Zona Merah benar-benar seperti planet alien dan dipenuhi bahaya di setiap sudut. Banyak orang yang masuk ke dalam Zona Merah, tetapi hanya sedikit yang bertahan hidup dan lebih sedikit lagi yang berhasil keluar dari Zona Merah hidup-hidup... Dan Rattler, adalah salah satu dari Zoners tersebut.
Lucunya, Rattler sama sekali merasa tidak ada yang spesial darinya dan terlihat kebingungan menghadapi tingkah para siswi yang mengajukan banyak pertanyaan, tanda tangan dan foto bareng.
"Hei, Rattler. Tolong tanda tangani buku ini ya?" pinta salah satu siswi
"Erm... Iya..." jawabnya sedikit bingung
"Rattler, boleh aku minta foto bareng?"
"Erm... Iya. Boleh"
Yumeka berdesak-desakan dengan siswi lain supaya bisa melihat sosok yang ditunggu-tunggunya. Rattler yang masih kebingungan dan kewelahan menghadapi permintaan siswi yang banyak hanya bisa menggaruk kepalanya saja sambil mempertanyakan dalam hatinya - kenapa aku bisa begitu populer?
Tiba-tiba saja, Rattler tidak sengaja melihat Yumeka. Dia langsung tersenyum lebar.
"Wah, dia tersenyum padaku!" ucap Tini yang tidak menyadari jika Yumeka sekarang di sebelahnya
"Hei, Kumako" Rattler menunjuk pada Yumeka
Semua siswi langsung diam dan menatap ke arah Yumeka. Yumeka hanya tersenyum saja sambil menggelengkan kepalanya.
"Yang benarnya Yumeka. Kau masih tidak menghafal namaku ya?" tanya Yumeka sambil menyingkirkan helai rambut yang menutupi matanya.
"Yah... Maaf... Aku menghadapi banyak hal di Zona Merah"
"Dia tidak tersenyum padaku..." keluh Tini
Rattler memperhatikan Yumeka sesaat. Lalu tiba-tiba dia terkejut dan langsung berdiri. Dia meletakan tangannya tepat di atas kepala Yumeka. Ya benar, Rattler sedang membandingkan tinggi badan Yumeka dan dirinya.
"Wow... Yumeka, kau sekarang lebih tinggi dari terakhir kali yang kuingat" ucap Rattler sedikit kagum
"Benarkah? Kurasa... Semua orang juga bertambah tinggi" Yumeka sedikit tersipu malu
"Hmmm, benar juga. Tetapi kau sekarang lebih tinggi dari yang kukira"
Rattler kembali duduk. Suasana menjadi hening untuk sesaat. Mungkin saja, para siswi lainnya merasa iri dengan Yumeka karena Rattler akrab dengan Yumeka.
"Jadi, Rattler. Apa kau juga lulus ujian?" tanya Tina memecah keheningan
"Benar, apa kau juga lulus ujian?" tanya siswi lainnya
"Ya. Aku lulus kok" jawab Rattler
"Lalu apa yang kau lakukan di Zona Merah selama liburan 3 bulan sambil menunggu hasil ujian nasional keluar?" tanya siswi yang paling pendek
"Aku hanya sekedar mencoba mengumpulkan Aztifak dan menjualnya" jawab Rattler
"Aztifak?" tanya Tini
"Benda yang terpengaruh oleh keanehan Zona Merah itu sendiri. Benda-benda tersebut memiliki karakteristik yang unik. Ada yang bisa membuat barang bawaanmu terasa ringan seperti kertas, ada yang bisa membuatmu merasa lebih kuat, ada yang bisa membuatmu tetap merasa hangat di tengah-tengah cuaca dingin dan lain-lain. Semenjak The Heart menghilang tanpa sebab, Aztifak memiliki nilai jual yang sangat tinggi."
Semua orang menganggukan kepala mereka. Termasuk penjaga kantin yang sedang memasak dan para siswa di pojok ruang lainnya yang mendengar jawaban Rattler.
"Lalu, apa kau berhasil mendapatkannya?" tanya Tina penasaran
"Kalau Rattler, aku yakin pasti dia mendapatkannya!" sambung siswi lain
Rattler menghela nafas singkat. Lalu menggelengkan kepalanya dengan tidak bersemangat. Wajahnya menjadi sangat sedih.
"Maaf... Aku gagal mendapatkannya"
"Tidak apa-apa... Yang penting kau kembali dengan selamat" ucap siswi yang di belakang Yumeka. "Tapi, kenapa kau bisa gagal mendapatkannya?"
"Rombonganku diserang oleh mutan dan alien"
Mutan dan alien. Mendengar kata itu, semua orang di dalam ruang menjadi terkejut. Termasuk Yumeka sendiri. Rattler tidak heran kenapa semua orang terkejut, apalagi mereka semua hidup di dalam Zona Hijau. Orang-orang di Zona Hijau selalu saja tidak peduli dengan apapun yang terjadi di luar Zona Hijau yang sangat nyaman dan normal.
"Woy, serius? Mutan dan alien?!" tanya salah satu siswa teman sekelas Yumeka yang duduk di dekat pintu masuk kantin
"Ya, tidak ada yang tahu apa yang bisa mengubah makhluk hidup menjadi mutan. Tetapi yang kutahu, mereka memiliki kemampuan yang luar biasa. Alien... Ya kalian tau. Mereka punya persenjataan yang futuristik"
Seisi kantin diam. Hanya terdengar suara minyak goreng dari dapur kantin.
"Wat heppen? Apa yang terjadi?" tanya Fana dengan logat alaynya
"Face Stealer, itulah julukannya. Mutan mengerikan yang menyerupai cacing raksasa sebesar manusia. Kalian boleh saja tidak percaya padaku. Tetapi aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana mutan sialan itu merobek kulit dan wajah teman-temanku dengan mulutnya yang dipenuhi gigi-gigi taring"
Semua orang yang mendegar cerita horror itu langsung merasa merinding. Mereka tak bisa membayangkan kengerian apa lagi yang ada di dalam Zona Merah. Bagi Rattler, dia baru saja mengingat suatu pengalaman terburuk dalam hidupnya.
"Gerkannya cepat. Kami yang waktu itu berjumlah 12 orang tidak punya waktu untuk membidik baik-baik. Mutan sialan ini meliliti satu per satu rombongan lalu merobek wajah mangsanya. Rombonganku harus sangat berhati-hati dalam membidik. Salah sedikit saja, kami malah akan melukai teman kami yang dililit. Sebelum kami bisa menembak, mutan itu sudah membunuh teman-teman kami di sana. Kami berhasil membunuhnya, tetapi rombongan kami hanya tersisa 2 orang saja. Aku dan seorang Zoners berinisial, Stayn. Bersama-sama kami berdua berhasil membunuh 2 alien yang tiba-tiba muncul"
"Aku adalah Zoners yang kemampuan menembaknya di bawah rata-rata dan Stayn hanya teknisi, kami memutuskan untuk mundur. Beruntungnya kami, 2 minggu kemudian, kami disewa untuk mengawal beberapa orang. Kami tidak tahu siapa mereka, tetapi mereka memberi uang yang banyak. Setelah pekerjaan kami selesai, kami keluar dari Zona Merah. Dan kalian tidak perlu takut, mutan tidak pernah meninggalkan Zona Merah. Itu adalah alasan kenapa kalian yang masih ingin melihat hari esok, jangan pernah berpikir untuk masuk ke Zona Merah"
Seisi ruangan masih diam - membayangkan kengerian yang dilalui oleh Rattler. Jangan berharap untuk melihat hari esok. Apakah Zona Merah memang seburuk itu? Pikir Yumeka yang menjadi sedikit merasa terganggu.
Tetapi, kenapa hal-hal seperti mutan tidak pernah diberi tahu pada sipil? Tidak ada yang berani bertanya... Atau lebih tepatnya tidak ada yang peduli setelah mendengar Zona Merah benar-benar berbahaya. Sebagian besar orang hanya berpikir ; untuk apa harus mencemaskan Zona Merah yang seperti neraka itu jika kita bisa hidup dengan tenang di Zona Hijau? Kalau alien, semua orang juga sudah tahu tetapi di Zona Hijau, kabar tentang mereka sangat jarang terdengar dan dibicarakan sehingga tidak heran jika generasi muda ada yang tidak mengetahui keberadaan alien.
"Ehm... Rattler" ucap Yumeka
"Ya?"
"Kenapa kau kembali ke sekolah?" tanya Yumeka
"Ah benar! Aku dengar kalian sedang mempersiapkan acara kelulusan kan? Aku kembali ke sekolah untuk membantu. Biar bagaimanapun, sekolah ini sangat berarti" jawab Rattler
"Hei, kalau begitu bantu aku ya!" ucap Tina
"No way. Dia akan bantu aku duluan" protes Fana
Para siswi mulai berdebat dan kantin terasa seperti sebuah konser musik... Yang tanpa musik. Sementara mereka berdebat, Rattler menyusup keluar dengan harapan dia bisa langsung membantu siswa yang tidak begitu fanatik seperti para siswi. Sayangnya, hal itu tidak terjadi karena baru saja dia sampai di pintu kantin, para siswi yang sedang berdepat melihatnya dan mereka berlari mengejar Rattler.
Yumeka hanya tersenyum melihat Rattler yang melarikan diri. Dia merasa senang melihat temannya itu masih hidup, apalagi setelah mengetahui jika Rattler tiap harinya berhadapan dengan bahaya di Zona Merah.
"Untuk laki-laki... Dia benar-benar teman kita yang beruntung" bisik salah satu siswa yang tidak sengaja terdengar oleh telinga Yumeka
"Ya. Pergi ke dalam neraka dan keluar lagi. Mungkin suatu hari nanti, kita harus bersama-sama membuat tim dan masuk ke Zona Merah juga" balas siswa yang lain
"Lho? Yumeka? Kau tidak mengejarnya?"
Yumeka menggelengkan kepalanya.
"Tidak perlu. Dia sangat cepat. Aku yakin teman-teman yang lain juga sependapat denganku"
Yumeka berjalan keluar kembali ke kelas, meninggalkan kantin yang sekarang hanya berisi beberapa siswa yang masih merasa iri dengan Rattler. Setibanya Yumeka di kelas, dia sedikit terkejut melihat Rattler yang sedang bersembunyi sambil mengerjakan beberapa prakarya yang belum selesai.
Begitu Rattler sadar jika Yumeka ada di dalam ruang. Rattler langsung memberi isyarat untuk jangan berisik. Yumeka berjalan dan duduk di samping temannya itu - membantunya menyelesaikan pekerjaan teman-teman sekelas mereka yang belum selesai.
"Aku bersyukur kau tidak sefanatik yang lain" ucap Rattler
"Asal kau tahu, aku hanya menahan diri saja" Yumeka mengedipkan mata kirinya
"Hah. Lucu sekali"
Yumeka mengambil sebuah lem dari atas meja.
"Hei, katakan padaku..." ucapnya
"Hmn?"
"Apa pendapatmu tentang teman-teman yang lain setelah mereka tahu kau kembali dari Zona Merah?"
"Suka bertanya... Tetapi aku mengerti sikap itu. Jarang sekali ada yang kembali hidup-hidup dari Zona Merah. Jadi, selama aku masih bisa menjawab pertanyaan mereka, akan kujawab. Karena bisa jadi besok aku tidak akan hidup lagi" jawabnya dengan tenang
Yumeka berhenti bergerak lalu menyingkirkan helai rambut samping rambut yang menutup matanya ke arah belakang telinga. Mengetahui, mungkin saja ini adalah kesempatan pertama dan terakhir kalinya Yumeka melihat Rattler, Yumeka langsung mengeluarkan pertanyaan yang sangat mengganggu pikirannya.
"Apa kau berencana untuk pergi ke Zona Merah lagi?" tanya Yumeka sedikit cemas. "Aku akan membencimu jika kau pergi lagi untuk membahayakan dirimu"
"Tidak Yumeka, kawan baikku. Aku sudah kehilangan 11 teman di dalam Zona Merah karena kegagalanku. Aku tidak mau kembali lagi ke sana. Aku akan menjalani hidup biasa saja di Zona Hijau" Rattler menatap Yumeka
Mereka berdua menghabiskan waktu bersama - mengerjakan pekerjaan teman-teman sekelas mereka yang belum selesai. Begitu langkah kaki mulai terdengar, Rattler melarikan diri dengan cara melompati jendela yang terhubung ke belakang sekolah.
Teman-teman sekelas Yumeka mulai berdatangan memasuki kelas dan melanjutkan pekerjaan mereka yang tertunda. Tidak ada satupun yang sadar bahwa Rattler ada di sini tadi. Ini terlihat jelas dari wajah siswi-siswi yang sangat tidak bersemangat. Yumeka hanya diam dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.
Tidak terasa, malam sudah tiba. Semua orang sepakat untuk melanjutkan pekerjaan mereka besok. Yumeka berjalan pulang ke rumahnya. Banyak sekali pertanyaan tentang Zona Merah yang lewat di pikirannya. Beberapa menit berjalan menempuh kota yang gelap, Yumeka masuk ke dalam sebuah rumah sederhana.
"Aku pulang" ucap Yumeka sambil maemasuki ruang tamu - sekaligus melepas sepatunya.
Mendengar tidak ada jawaban, Yumeka berjalan ke ruang makan. Dia yakin, ayahnya pasti sudah pulang tetapi tertidur di meja makan. Dugaanya benar, di ruang makan yang luas, terdapat sebuah meja di tengah-tengah ruangan tersebut. Seorang laki-laki berusia 30an tertidur pulas di bawah meja. Laki-laki itu adalah ayah Yumeka, seorang pemburu.
"Ayah..." sapa Yumeka sambil menghampiri ayahnya
Ayah Yumeka membuka mata kirinya dengan perlahan. Ketika Yumeka melihat ekspresi ayahnya, kesan pertama yang lewat di pikirannya adalah; ayahnya sedang menghadapi suatu masalah berat.
"Sudah pulang ya anaku?" tanya ayah Yumeka dengan suara sedikit berat
"Ayah kenapa? Sepertinya ada masalah. Apa tidak dapat buruan?"
"Bukan..."
Ayahnya kemudian benar-benar terbangun.
"Yumeka" ucapnya sambil menepuk pundak anaknya. "Ayah minta maaf... Ayah tidak sengaja ditipu dan sekarang kita sedang berhutang pada sebuah perusahaan. Mereka benar-benar pintar..."
Mendengar hal itu. Yumeka sedikit terkejut tetapi mencoba untuk tetap terlihat tenang di depan ayahnya.
"Apa kita tidak bisa melapor ke polisi saja?" tanya Yumeka
"Tidak bisa. Ayah sudah mentandatangani kontrak perusahaan tersebut"
"Lalu, berapa besar hutang kita?"
Ayah Yumeka menghela napas panjang.
"20 milyar. dan kita harus membayarnya dalan jangka waktu setahun"
20 milyar. Mendengar angka sebesar itu, Yumeka menjadi sakit kepala. Itu bukan angka yang kecil, apalagi ayah Yumeka hanya seorang pemburu. Penghasilan setahunnya sudah jelas tidak akan pernah bisa mencapai 20 milyar. Saudara-saudara Yumeka semuanya terlalu sibuk dengan urusan masing-masing.
Walaupun Yumeka bekerja sekalipun, belum tentu dia bisa mendapatkan 20 milyar dalam satu tahun.
"Ayah minta maaf ya. Keluarga kecil kita jadi seperti ini"
"Ayah memang bodoh, mentandatangani kontrak tanpa membacanya terlebih dahulu" keluh Yumeka. "Hal buruk memang sering terjadi... Jadi, aku yakin. Kita akan menemukan jalan keluar untuk ini ayah"
"Ya, walaupun jalan keluarnya terdengar seperti khayalan belaka"
"Ayah, lebih baik ayah beristirahat dulu. Masalah ini bisa kita pikirkan jalan keluarnya" bujuk Yumeka
Ayah Yumeka hanya mengangguk. Yumeka pergi naik ke kamarnya di lantai 2. Dia menutup pintu dan langsung duduk di depan meja belajarnya... Tentu saja setelah mandi. Dia mengeluarkan buku diarynya - menarik napas, kemudian mulai menulis.
Dear Diary,
Hari mendekati upacara kelulusan semakin dekat. Kami semua, lulus 100% dengan nilai yang membanggakan. Aku merasa senang sekali. Ditambah lagi, salah satu teman terbaik yang pernah kukenal, Rattler, baru saja kembali hidup-hidup dari Zona Merah membawa cerita-cerita menarik.
Aku ingin membuat hari-hari terakhirku bersama teman-teman menjadi sangat berkesan. Tetapi saat ini, ayahku secara tidak sengaja mentanda tangani kontrak dengan sebuah perusahaan dan akibatnya, kami terlilit hutang sebesar Rp.20 milyar. Itu bukan angka yang kecil bagi keluarga kami.
Saudara-saudaraku semuanya hanya memikirkan diri sendiri. Jadi aku tidak begitu yakin kalau mereka mau membantu. Mungkin saja mereka akan membantu, tetapi tentu saja dengan imbalan.
Ibu yang menghilang secara misterius beberapa hari setelah aku lahir juga sampai sekarang tidak terdengar kabarnya. Aku bahkan tidak pernah tahu wujud ibuku seperti apa. Kuharap dimanapun dia berada, dia baik-baik saja.
Ah, kuharap cepat atau lambat, keluargaku mendapat jalan keluar. Sementara itu, aku akan terus bersikap seolah-olah tidak ada apa-apa yang terjadi di hadapan teman-temanku. Aku tidak ingin upacara kelulusan kami diwarnai dengan rasa prihatin terhadapku.
Selamat beristiarah dunia. Aku akan kembali lagi menyambut esok hari.
~ Yumeka ~
Part sebelumnya, menjelaskan tentang beberapa hal penting mengenai cerita fiksi ini.
***************
The Red Zone
Part-1
Zona Hijau
Angin bertiup sedikit kencang. Daun-daun yang telah gugur terbang diterpa angin. Seorang perempuan berjalan menyusuri pinggir jalan raya yang tidak begitu terlihat ada aktivitas manusia karena masih pagi hari. Sambil melangkah, dia bersenandung untuk mengusir kesunyian jalan raya.
Jaket hitam membuatnya sedikit sulit terlihat di jalan yang masih sedikit gelap ini. Tas pinggang miliknya bergantung di pinggang kanannya. Rambutnya yang sebatas bahu sedikit berhembus ke belakang karena angin.
Gedung-gedung pencakar langit yang menghiasi pemandangan terlihat sedikit lebih pendek baginya. Mungkin karena dia semakin bertambah tinggi. Dia berhenti di depan sebuah SMA yang pintu gerbangnya terbuka lebar.
Gedung berlantai 3 dan bercat putih serta dikelilingi pagar besi ini adalah tempatnya menghabiskan 3 tahun hidupnya menimba ilmu. Dia berhenti menatap gedung tersebut dengan penuh kenangan - sambil merasa 3 tahun berlalu dengan cepat dan dia akan segera melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi.
Seorang laki-laki botak tinggi dan memakai seragam sekolah, keluar dari dalam sebuah ruangan sambil memikul bangku sekolah di kepalanya dan berjalan melewati lapangan.
"Oh Yumeka toh?" ucap laki-laki itu terkejut melihat perempuan berjaket hitam
"Selamat pagi Dono" balas Yumeka. "Yang lain dimana?"
"Di dalam ruang kelas kita"
"Ooh. Oke. Aku ke sana dulu ya"
"Ya~ya"
Yumeka, itulah nama perempuan ini. Salah satu siswi kelas 3 yang baru saja lulus kemarin. Yumeka lumayan populer di sekolahnya karena namanya yang terdengar seperti orang asing. Faktanya, dia lahir di luar negeri tetapi dibesarkan di Indonesia. Saat ini, dia tinggal bersama ayahnya. Ibunya menghilang secara misterius sesaat setelah melahirkannya.
Dia dan teman-teman kelas 3 lainnya memutuskan untuk berkumpul di sekolah untuk bersama-sama mempersiapkan acara kelulusan mereka.
Yumeka berjalan lurus menuju kelasnya, sebuah ruangan luas yang memiliki 1 pintu. Semakin dekat dia dengan kelasnya, semakin terdengar suara teman-temannya yang sedang berbincang-bincang, bercanda, tertawa dan bekerja.
Semua meja dan kursi sedikit tidak beraturan karena sedang dipakai oleh teman-teman sekelas Yumeka yang
Ketika Yumeka sampai di depan kelas, dia melihat semua teman-teman kelas 3 seangkatannya sedang sibuk. Ada yang sedang berfoto-foto, ada yang sedang mendiskusikan tentang susunan acara kelulusan nanti seperti apa.
Yumeka yang baru saja menginjakan kaki kanannya, langsung dihampiri oleh 3 siswi lainnya yang merupakan teman baiknya. Mereka meneriakan namanya seolah-olah dia tidak pernah kembali dalam jangka waktu yang lama. Teriakan-teriakan tersebut sempat menarik perhatian seisi kelas untuk sesaat yang kemudian kembali melanjutkan kesibukan masing-masing.
"Hei, hei! Tina, Fana, Tini, Yumeka! Kalian berempat terlalu berisik. Ini masih pagi buta" tegur siswa yang badannya paling besar
"Ah diam deh you" tukas Fana, siswi paling alay. "Yumeka, ayo sini. Ada banyak yang harus kita-kita ini kerjakan okay?"
Yumeka hanya bisa tersenyum melihat antusias teman-temannya. Dia menyisingkan lengan bajunya dan membantu teman-temannya sebisa mungkin. Dia sadar bahwa dia sedang menghabiskan hari-hari terakhirnya bersama teman-teman SMAnya dan dia ingin membuat hari-hari terakhir tersebut menjadi sangat memorable baik untuknya maupun teman-temannya. Waktu berlalu, beberapa guru dan staff sekolah yang datang di hari libur, turut membantu juga.
Tak terasa, hari sudah sore, semua orang memutuskan untuk istirahat sebentar. Yumeka melihat ruangan kelas yang sudah kosong karena teman-temannya pergi mencari makan. Dia mengeluarkan sebuah buku catatan kecil. Itu adalah diarynya. Satu-satunya tempat dimana Yumeka menulis semua isi hatinya yang tidak bisa dikatakan pada siapapun.
"Yuu!"
Sapaan tersebut mengagetkan Yumeka yang baru saja akan menulis diary. Dia melihat ke pintu. Tina melambaikan tangannya pada Yumeka. Wajahnya tampak lebih gembira dari sebelumnya. Tina berjalan menghampiri Yumeka dengan semangat.
"Sudah dengar belum?" tanya Tina
Bingun dengan pertanyaan itu, Yumeka hanya menangkat kedua alis matanya lalu menggaruk kepalanya.
"Dengar? Apanya?"
"Dari ekspresimu, kau sepertinya belum tahu"
"Memangnya ada apa?" tannya Yumeka yang mulai penasaran
"Laki-laki yang ditunggu-tunggu oleh semua perempuan, kembali ke sekolah ini!"
Yumeka langsung berdiri dan tercengang.
"Serius?!"
Tina mengangguk sambil tersenyum lebar. Dia menggandeng tangan Yumeka lalu mereka berdua pergi dengan bersemangat ke kantin yang ada di belakang sekolah. Begitu mereka sampai di kantin, mereka melihat siswi-siswi sedang mengerumuni seseorang di pojok belakang kantin sementara yang laki-laki hanya bisa diam dan merasa iri dengan sosok yang dikerumuni oleh para siswi.
Suasana kantin benar-benar ramai. Banyak sekali pertanyaan terdengar dari para siswi yang berkerumun di pojok. Kadang-kadang mereka tertawa. Tina dan Yumeka ikut bersatu dengan kerumunan tersebut.
Di tengah-tengah kerumunan, ada seorang laki-laki yang tampaknya biasa-biasa saja jika dari segala aspek. Sosok laki-laki beruntung tersebut adalah salah satu siswa di SMA ini. Dia mengambil inisial Rattler. Rambutnya yang berwarna hitam tidak terlihat begitu berbeda dari rambut siswa yang ada di sekolah. Bahkan fisiknya pun hanya pas-pasan.
Dia tidak pendek tetapi tidak tinggi. Tidak berbakat dalam satupun olahraga. Nilai di sekolahnya juga hanya rata-rata 80, tidak pernah lebih dari itu. Dia juga tidak berasal dari latar belakang orang kaya atau artis. Dia hanya anak yatim yang dibesarkan di panti asuhan.
Pakaiannya serba putih. Seputih salju. Dia juga mengenakan jaket berwarna putih salju. Respirator S-20 berwarna putih yang merupakan suksesor S-10 tergantung di lehernya.
Lantas apa yang membuatnya begitu terlihat populer dan sangat disukai siswi-siswi SMA? Jawabannya sangat sederhana; dia adalah Zoners. Salah satu dari orang-orang yang menyusup ke dalam Zona Merah.
Semua orang yang tidak pernah masuk ke Zona merah hanya tahu bahwa Zona Merah benar-benar seperti planet alien dan dipenuhi bahaya di setiap sudut. Banyak orang yang masuk ke dalam Zona Merah, tetapi hanya sedikit yang bertahan hidup dan lebih sedikit lagi yang berhasil keluar dari Zona Merah hidup-hidup... Dan Rattler, adalah salah satu dari Zoners tersebut.
Lucunya, Rattler sama sekali merasa tidak ada yang spesial darinya dan terlihat kebingungan menghadapi tingkah para siswi yang mengajukan banyak pertanyaan, tanda tangan dan foto bareng.
"Hei, Rattler. Tolong tanda tangani buku ini ya?" pinta salah satu siswi
"Erm... Iya..." jawabnya sedikit bingung
"Rattler, boleh aku minta foto bareng?"
"Erm... Iya. Boleh"
Yumeka berdesak-desakan dengan siswi lain supaya bisa melihat sosok yang ditunggu-tunggunya. Rattler yang masih kebingungan dan kewelahan menghadapi permintaan siswi yang banyak hanya bisa menggaruk kepalanya saja sambil mempertanyakan dalam hatinya - kenapa aku bisa begitu populer?
Tiba-tiba saja, Rattler tidak sengaja melihat Yumeka. Dia langsung tersenyum lebar.
"Wah, dia tersenyum padaku!" ucap Tini yang tidak menyadari jika Yumeka sekarang di sebelahnya
"Hei, Kumako" Rattler menunjuk pada Yumeka
Semua siswi langsung diam dan menatap ke arah Yumeka. Yumeka hanya tersenyum saja sambil menggelengkan kepalanya.
"Yang benarnya Yumeka. Kau masih tidak menghafal namaku ya?" tanya Yumeka sambil menyingkirkan helai rambut yang menutupi matanya.
"Yah... Maaf... Aku menghadapi banyak hal di Zona Merah"
"Dia tidak tersenyum padaku..." keluh Tini
Rattler memperhatikan Yumeka sesaat. Lalu tiba-tiba dia terkejut dan langsung berdiri. Dia meletakan tangannya tepat di atas kepala Yumeka. Ya benar, Rattler sedang membandingkan tinggi badan Yumeka dan dirinya.
"Wow... Yumeka, kau sekarang lebih tinggi dari terakhir kali yang kuingat" ucap Rattler sedikit kagum
"Benarkah? Kurasa... Semua orang juga bertambah tinggi" Yumeka sedikit tersipu malu
"Hmmm, benar juga. Tetapi kau sekarang lebih tinggi dari yang kukira"
Rattler kembali duduk. Suasana menjadi hening untuk sesaat. Mungkin saja, para siswi lainnya merasa iri dengan Yumeka karena Rattler akrab dengan Yumeka.
"Jadi, Rattler. Apa kau juga lulus ujian?" tanya Tina memecah keheningan
"Benar, apa kau juga lulus ujian?" tanya siswi lainnya
"Ya. Aku lulus kok" jawab Rattler
"Lalu apa yang kau lakukan di Zona Merah selama liburan 3 bulan sambil menunggu hasil ujian nasional keluar?" tanya siswi yang paling pendek
"Aku hanya sekedar mencoba mengumpulkan Aztifak dan menjualnya" jawab Rattler
"Aztifak?" tanya Tini
"Benda yang terpengaruh oleh keanehan Zona Merah itu sendiri. Benda-benda tersebut memiliki karakteristik yang unik. Ada yang bisa membuat barang bawaanmu terasa ringan seperti kertas, ada yang bisa membuatmu merasa lebih kuat, ada yang bisa membuatmu tetap merasa hangat di tengah-tengah cuaca dingin dan lain-lain. Semenjak The Heart menghilang tanpa sebab, Aztifak memiliki nilai jual yang sangat tinggi."
Semua orang menganggukan kepala mereka. Termasuk penjaga kantin yang sedang memasak dan para siswa di pojok ruang lainnya yang mendengar jawaban Rattler.
"Lalu, apa kau berhasil mendapatkannya?" tanya Tina penasaran
"Kalau Rattler, aku yakin pasti dia mendapatkannya!" sambung siswi lain
Rattler menghela nafas singkat. Lalu menggelengkan kepalanya dengan tidak bersemangat. Wajahnya menjadi sangat sedih.
"Maaf... Aku gagal mendapatkannya"
"Tidak apa-apa... Yang penting kau kembali dengan selamat" ucap siswi yang di belakang Yumeka. "Tapi, kenapa kau bisa gagal mendapatkannya?"
"Rombonganku diserang oleh mutan dan alien"
Mutan dan alien. Mendengar kata itu, semua orang di dalam ruang menjadi terkejut. Termasuk Yumeka sendiri. Rattler tidak heran kenapa semua orang terkejut, apalagi mereka semua hidup di dalam Zona Hijau. Orang-orang di Zona Hijau selalu saja tidak peduli dengan apapun yang terjadi di luar Zona Hijau yang sangat nyaman dan normal.
"Woy, serius? Mutan dan alien?!" tanya salah satu siswa teman sekelas Yumeka yang duduk di dekat pintu masuk kantin
"Ya, tidak ada yang tahu apa yang bisa mengubah makhluk hidup menjadi mutan. Tetapi yang kutahu, mereka memiliki kemampuan yang luar biasa. Alien... Ya kalian tau. Mereka punya persenjataan yang futuristik"
Seisi kantin diam. Hanya terdengar suara minyak goreng dari dapur kantin.
"Wat heppen? Apa yang terjadi?" tanya Fana dengan logat alaynya
"Face Stealer, itulah julukannya. Mutan mengerikan yang menyerupai cacing raksasa sebesar manusia. Kalian boleh saja tidak percaya padaku. Tetapi aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana mutan sialan itu merobek kulit dan wajah teman-temanku dengan mulutnya yang dipenuhi gigi-gigi taring"
Semua orang yang mendegar cerita horror itu langsung merasa merinding. Mereka tak bisa membayangkan kengerian apa lagi yang ada di dalam Zona Merah. Bagi Rattler, dia baru saja mengingat suatu pengalaman terburuk dalam hidupnya.
"Gerkannya cepat. Kami yang waktu itu berjumlah 12 orang tidak punya waktu untuk membidik baik-baik. Mutan sialan ini meliliti satu per satu rombongan lalu merobek wajah mangsanya. Rombonganku harus sangat berhati-hati dalam membidik. Salah sedikit saja, kami malah akan melukai teman kami yang dililit. Sebelum kami bisa menembak, mutan itu sudah membunuh teman-teman kami di sana. Kami berhasil membunuhnya, tetapi rombongan kami hanya tersisa 2 orang saja. Aku dan seorang Zoners berinisial, Stayn. Bersama-sama kami berdua berhasil membunuh 2 alien yang tiba-tiba muncul"
"Aku adalah Zoners yang kemampuan menembaknya di bawah rata-rata dan Stayn hanya teknisi, kami memutuskan untuk mundur. Beruntungnya kami, 2 minggu kemudian, kami disewa untuk mengawal beberapa orang. Kami tidak tahu siapa mereka, tetapi mereka memberi uang yang banyak. Setelah pekerjaan kami selesai, kami keluar dari Zona Merah. Dan kalian tidak perlu takut, mutan tidak pernah meninggalkan Zona Merah. Itu adalah alasan kenapa kalian yang masih ingin melihat hari esok, jangan pernah berpikir untuk masuk ke Zona Merah"
Seisi ruangan masih diam - membayangkan kengerian yang dilalui oleh Rattler. Jangan berharap untuk melihat hari esok. Apakah Zona Merah memang seburuk itu? Pikir Yumeka yang menjadi sedikit merasa terganggu.
Tetapi, kenapa hal-hal seperti mutan tidak pernah diberi tahu pada sipil? Tidak ada yang berani bertanya... Atau lebih tepatnya tidak ada yang peduli setelah mendengar Zona Merah benar-benar berbahaya. Sebagian besar orang hanya berpikir ; untuk apa harus mencemaskan Zona Merah yang seperti neraka itu jika kita bisa hidup dengan tenang di Zona Hijau? Kalau alien, semua orang juga sudah tahu tetapi di Zona Hijau, kabar tentang mereka sangat jarang terdengar dan dibicarakan sehingga tidak heran jika generasi muda ada yang tidak mengetahui keberadaan alien.
"Ehm... Rattler" ucap Yumeka
"Ya?"
"Kenapa kau kembali ke sekolah?" tanya Yumeka
"Ah benar! Aku dengar kalian sedang mempersiapkan acara kelulusan kan? Aku kembali ke sekolah untuk membantu. Biar bagaimanapun, sekolah ini sangat berarti" jawab Rattler
"Hei, kalau begitu bantu aku ya!" ucap Tina
"No way. Dia akan bantu aku duluan" protes Fana
Para siswi mulai berdebat dan kantin terasa seperti sebuah konser musik... Yang tanpa musik. Sementara mereka berdebat, Rattler menyusup keluar dengan harapan dia bisa langsung membantu siswa yang tidak begitu fanatik seperti para siswi. Sayangnya, hal itu tidak terjadi karena baru saja dia sampai di pintu kantin, para siswi yang sedang berdepat melihatnya dan mereka berlari mengejar Rattler.
Yumeka hanya tersenyum melihat Rattler yang melarikan diri. Dia merasa senang melihat temannya itu masih hidup, apalagi setelah mengetahui jika Rattler tiap harinya berhadapan dengan bahaya di Zona Merah.
"Untuk laki-laki... Dia benar-benar teman kita yang beruntung" bisik salah satu siswa yang tidak sengaja terdengar oleh telinga Yumeka
"Ya. Pergi ke dalam neraka dan keluar lagi. Mungkin suatu hari nanti, kita harus bersama-sama membuat tim dan masuk ke Zona Merah juga" balas siswa yang lain
"Lho? Yumeka? Kau tidak mengejarnya?"
Yumeka menggelengkan kepalanya.
"Tidak perlu. Dia sangat cepat. Aku yakin teman-teman yang lain juga sependapat denganku"
Yumeka berjalan keluar kembali ke kelas, meninggalkan kantin yang sekarang hanya berisi beberapa siswa yang masih merasa iri dengan Rattler. Setibanya Yumeka di kelas, dia sedikit terkejut melihat Rattler yang sedang bersembunyi sambil mengerjakan beberapa prakarya yang belum selesai.
Begitu Rattler sadar jika Yumeka ada di dalam ruang. Rattler langsung memberi isyarat untuk jangan berisik. Yumeka berjalan dan duduk di samping temannya itu - membantunya menyelesaikan pekerjaan teman-teman sekelas mereka yang belum selesai.
"Aku bersyukur kau tidak sefanatik yang lain" ucap Rattler
"Asal kau tahu, aku hanya menahan diri saja" Yumeka mengedipkan mata kirinya
"Hah. Lucu sekali"
Yumeka mengambil sebuah lem dari atas meja.
"Hei, katakan padaku..." ucapnya
"Hmn?"
"Apa pendapatmu tentang teman-teman yang lain setelah mereka tahu kau kembali dari Zona Merah?"
"Suka bertanya... Tetapi aku mengerti sikap itu. Jarang sekali ada yang kembali hidup-hidup dari Zona Merah. Jadi, selama aku masih bisa menjawab pertanyaan mereka, akan kujawab. Karena bisa jadi besok aku tidak akan hidup lagi" jawabnya dengan tenang
Yumeka berhenti bergerak lalu menyingkirkan helai rambut samping rambut yang menutup matanya ke arah belakang telinga. Mengetahui, mungkin saja ini adalah kesempatan pertama dan terakhir kalinya Yumeka melihat Rattler, Yumeka langsung mengeluarkan pertanyaan yang sangat mengganggu pikirannya.
"Apa kau berencana untuk pergi ke Zona Merah lagi?" tanya Yumeka sedikit cemas. "Aku akan membencimu jika kau pergi lagi untuk membahayakan dirimu"
"Tidak Yumeka, kawan baikku. Aku sudah kehilangan 11 teman di dalam Zona Merah karena kegagalanku. Aku tidak mau kembali lagi ke sana. Aku akan menjalani hidup biasa saja di Zona Hijau" Rattler menatap Yumeka
Mereka berdua menghabiskan waktu bersama - mengerjakan pekerjaan teman-teman sekelas mereka yang belum selesai. Begitu langkah kaki mulai terdengar, Rattler melarikan diri dengan cara melompati jendela yang terhubung ke belakang sekolah.
Teman-teman sekelas Yumeka mulai berdatangan memasuki kelas dan melanjutkan pekerjaan mereka yang tertunda. Tidak ada satupun yang sadar bahwa Rattler ada di sini tadi. Ini terlihat jelas dari wajah siswi-siswi yang sangat tidak bersemangat. Yumeka hanya diam dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.
Tidak terasa, malam sudah tiba. Semua orang sepakat untuk melanjutkan pekerjaan mereka besok. Yumeka berjalan pulang ke rumahnya. Banyak sekali pertanyaan tentang Zona Merah yang lewat di pikirannya. Beberapa menit berjalan menempuh kota yang gelap, Yumeka masuk ke dalam sebuah rumah sederhana.
"Aku pulang" ucap Yumeka sambil maemasuki ruang tamu - sekaligus melepas sepatunya.
Mendengar tidak ada jawaban, Yumeka berjalan ke ruang makan. Dia yakin, ayahnya pasti sudah pulang tetapi tertidur di meja makan. Dugaanya benar, di ruang makan yang luas, terdapat sebuah meja di tengah-tengah ruangan tersebut. Seorang laki-laki berusia 30an tertidur pulas di bawah meja. Laki-laki itu adalah ayah Yumeka, seorang pemburu.
"Ayah..." sapa Yumeka sambil menghampiri ayahnya
Ayah Yumeka membuka mata kirinya dengan perlahan. Ketika Yumeka melihat ekspresi ayahnya, kesan pertama yang lewat di pikirannya adalah; ayahnya sedang menghadapi suatu masalah berat.
"Sudah pulang ya anaku?" tanya ayah Yumeka dengan suara sedikit berat
"Ayah kenapa? Sepertinya ada masalah. Apa tidak dapat buruan?"
"Bukan..."
Ayahnya kemudian benar-benar terbangun.
"Yumeka" ucapnya sambil menepuk pundak anaknya. "Ayah minta maaf... Ayah tidak sengaja ditipu dan sekarang kita sedang berhutang pada sebuah perusahaan. Mereka benar-benar pintar..."
Mendengar hal itu. Yumeka sedikit terkejut tetapi mencoba untuk tetap terlihat tenang di depan ayahnya.
"Apa kita tidak bisa melapor ke polisi saja?" tanya Yumeka
"Tidak bisa. Ayah sudah mentandatangani kontrak perusahaan tersebut"
"Lalu, berapa besar hutang kita?"
Ayah Yumeka menghela napas panjang.
"20 milyar. dan kita harus membayarnya dalan jangka waktu setahun"
20 milyar. Mendengar angka sebesar itu, Yumeka menjadi sakit kepala. Itu bukan angka yang kecil, apalagi ayah Yumeka hanya seorang pemburu. Penghasilan setahunnya sudah jelas tidak akan pernah bisa mencapai 20 milyar. Saudara-saudara Yumeka semuanya terlalu sibuk dengan urusan masing-masing.
Walaupun Yumeka bekerja sekalipun, belum tentu dia bisa mendapatkan 20 milyar dalam satu tahun.
"Ayah minta maaf ya. Keluarga kecil kita jadi seperti ini"
"Ayah memang bodoh, mentandatangani kontrak tanpa membacanya terlebih dahulu" keluh Yumeka. "Hal buruk memang sering terjadi... Jadi, aku yakin. Kita akan menemukan jalan keluar untuk ini ayah"
"Ya, walaupun jalan keluarnya terdengar seperti khayalan belaka"
"Ayah, lebih baik ayah beristirahat dulu. Masalah ini bisa kita pikirkan jalan keluarnya" bujuk Yumeka
Ayah Yumeka hanya mengangguk. Yumeka pergi naik ke kamarnya di lantai 2. Dia menutup pintu dan langsung duduk di depan meja belajarnya... Tentu saja setelah mandi. Dia mengeluarkan buku diarynya - menarik napas, kemudian mulai menulis.
_______________________________________________________
1 April 2200
Dear Diary,
Hari mendekati upacara kelulusan semakin dekat. Kami semua, lulus 100% dengan nilai yang membanggakan. Aku merasa senang sekali. Ditambah lagi, salah satu teman terbaik yang pernah kukenal, Rattler, baru saja kembali hidup-hidup dari Zona Merah membawa cerita-cerita menarik.
Aku ingin membuat hari-hari terakhirku bersama teman-teman menjadi sangat berkesan. Tetapi saat ini, ayahku secara tidak sengaja mentanda tangani kontrak dengan sebuah perusahaan dan akibatnya, kami terlilit hutang sebesar Rp.20 milyar. Itu bukan angka yang kecil bagi keluarga kami.
Saudara-saudaraku semuanya hanya memikirkan diri sendiri. Jadi aku tidak begitu yakin kalau mereka mau membantu. Mungkin saja mereka akan membantu, tetapi tentu saja dengan imbalan.
Ibu yang menghilang secara misterius beberapa hari setelah aku lahir juga sampai sekarang tidak terdengar kabarnya. Aku bahkan tidak pernah tahu wujud ibuku seperti apa. Kuharap dimanapun dia berada, dia baik-baik saja.
Ah, kuharap cepat atau lambat, keluargaku mendapat jalan keluar. Sementara itu, aku akan terus bersikap seolah-olah tidak ada apa-apa yang terjadi di hadapan teman-temanku. Aku tidak ingin upacara kelulusan kami diwarnai dengan rasa prihatin terhadapku.
Selamat beristiarah dunia. Aku akan kembali lagi menyambut esok hari.
~ Yumeka ~
_______________________________________________________
*******************
Bersambung
Entri Diary selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar