Jumat, 15 Agustus 2014

The Red Zone Part-2

  Enrti Diary sebelumnya
____________________________________________________________________

1 April 2200


  Dear Diary,


Hari mendekati upacara kelulusan semakin dekat. Kami semua, lulus 100% dengan nilai yang membanggakan. Aku merasa senang sekali. Ditambah lagi, salah satu teman terbaik yang pernah kukenal, Rattler, baru saja kembali hidup-hidup dari Zona Merah membawa cerita-cerita menarik.


Aku ingin membuat hari-hari terakhirku bersama teman-teman menjadi sangat berkesan. Tetapi saat ini, ayahku secara tidak sengaja mentanda tangani kontrak dengan sebuah perusahaan dan akibatnya, kami terlilit hutang sebesar Rp.20 milyar. Itu bukan angka yang kecil bagi keluarga kami.

Saudara-saudaraku semuanya hanya memikirkan diri sendiri. Jadi aku tidak begitu yakin kalau mereka mau membantu. Mungkin saja mereka akan membantu, tetapi tentu saja dengan imbalan.



Ibu yang menghilang secara misterius beberapa hari setelah aku lahir juga sampai sekarang tidak terdengar kabarnya. Aku bahkan tidak pernah tahu wujud ibuku seperti apa. Kuharap dimanapun dia berada, dia baik-baik saja.


Ah, kuharap cepat atau lambat, keluargaku mendapat jalan keluar. Sementara itu, aku akan terus bersikap seolah-olah tidak ada apa-apa yang terjadi di hadapan teman-temanku. Aku tidak ingin upacara kelulusan kami diwarnai dengan rasa prihatin terhadapku.


Selamat malam dunia. Aku akan kembali lagi esok hari.
  ~ Yumeka  ~

______________________________________________________________




*******************
The Red Zone
Part-2
Keluar dari Zona Hijau 




   Hari demi hari berlalu dan hari upacara kelulusan telah tiba. Lapangan sekolah dipenuhi oleh murid-murid kelas 3 yang baru saja lulus. Keceriaan terpancar dari wajah masing-masing murid. Begitu juga dengan guru-guru yang merasa bangga dengan kelulusan anak-anak didik mereka.

Yumeka masih terus bersembunyi di balik senyum palsunya - berpura-pura seolah-olah dia tidak memiliki masalah. Sama seperti siswi lainnya, begitu melihat Rattler, matanya langsung terfokus pada temannya itu yang lagi-lagi, sudah dikerumuni siswi.

  "Rattler, setelah ini kau akan pergi ke mana? Apa kau akan kembali ke Zona Merah lagi?" tanya Tina
  "Ahahah, tidak. Aku tidak akan berencana kembali lagi ke sana"

Yumeka merasa dia menginjak sesuatu. Dia melihat ke kakinya, ada semacam kertas yang dilipat. Yumeka memungut kertas yang terlipat tersebut, membukanya dan membacanya. Di kertas tersebut ada foto sesuatu yang sangat asing dan tidak dikenalinya. Yumeka tidak tahu benda apa itu. Di bawah foto tersebut terdapat tulisan ;

  "Lokasi ; Jakarta. Diduga di sini lah tempat Aztifak langka, kode Margin 22 berada. Bagi siapapun yang berhasil menemukannya dan menjualnya pada kami, kami akan membayar Rp.50 milyar"

Hanya 1 orang saja di sekolah yang bisa memiliki hal seperti ini... Rattler. Apakah dia akan kembali ke sana? - pikir Yumeka dalam hati. Yumeka berjalan menhampiri Rattler, tentu saja setelah berdesak-desakan dengan siswi lain.

  "Rattler" panggil Yumeka
  "Wah, Kawan baiku!" balas Rattler setelah melihat Yumeka
  "Boleh aku berbicara denganmu sebentar? Hanya kau dan aku"
  "Wah... Yumeka akan menembak Rattler" bisik salah satu siswi. "Aku iri!"
  "Ya. Tentu. Kenapa tidak?" jawab Rattler

Yumeka menarik Rattler keluar dari kerumunan dan berjalan ke belakang sekolah. Para siswi hanya bisa diam dan merasa penasaran. Yumeka berhenti di belakang sekolah - tempatnya sangat sepi, tidak ada orang, hanya beberapa pohon saja dan seekor burung gagak hitam yang sedang bertengger. Gagak hitam tersebut menatap mereka berdua.

  "Jadi, ada apa kawanku?" tanya Rattler sambil membenarkan lengan bajunya

Yumeka menyerahkan kertas yang ditemukannya. Wajahnya cemberut. Rattler mengambil kertas tersebut dari tangan Yumeka yang kecil.

  "Waah! Sahabatku! Terimakasih banyak Yumeka!" ucap Rattler dengan wajah yang sangat gembira. "Sebelum kau bertanya, kertas ini memang punyaku"
  "Kau berencana pergi ke Zona Merah lagi kan?"
  "Tidak. Sudah kukatakan padamu dan yang lainnya. Aku tidak akan pergi lagi ke sana. Mimpi buruk dari kawan-kawanku yang tewas di sana masih menghantuiku sampai sekarang"
  "Rattler, kalau kau berbohong. Aku tidak akan memaafkanmu"
  "Wow, hei... Tenang sedikit. Aku tidak berbohong. Memang benar kertas itu punyaku. Aku hanya menyimpannya sebagai kenang-kenangan dari Zona Merah"

Yumeka menggelengkan kepalanya. Dia masih tidak percaya. Rattler hanya menggaruk kepalanya.

  "Kau masih tidak berubah... Masih saja suka khawatir pada teman-temanmu" keluh Rattler sambil menyimpan kertas di dalam saku bajunya. "Ah iya... Ngomong-ngomong, kemarin aku melihat ayahmu bersama seseorang dan wajah ayahmu tampak sangat frustasi. Ada sesuatu yang terjadi dengan ayahmu?"

Tiba-tiba saja Yumeka langsung terpikirkan sesuatu. Dia mendekatkan dirinya pada Rattler dan menatap Rattler dengan sangat serius.

  "Hey... Jangan menatapku begitu... Dan kau terlalu dekat... Kau membuatku takut" protes Rattler sambil melangkah mundur
  "Rattler, kau menyukaiku kan?"
  "Hah?" Rattler menjadi bingung dengan ucapan Yumeka barusan
  "Bagaimana caramu menyusup ke Zona Merah?"

Mendengar pertanyaan tersebut. Rattler terdiam untuk sesaat.

  "J-jangan-jangan kau berencana untuk masuk ke Zona Merah?!"

Yumeka berjalan mundur dan duduk di pinggir tembok yang membatasi belakang sekolah dengan hutan belantara. Yumeka dengan berat hati, memberi tahu masalah keluarganya yang sedang terlilit hutang 20 milyar. Hal itu menarik simpati dari Rattler.

  "Oleh karena itu Rattler. Kumohon, tolong beritahu aku cara menyusup ke Zona Merah. Aku akan menemukan Aztifak dan menjualnya untuk melunasi hutang keluargaku" bujuk Yumeka
  "Kenapa kau tidak memberi tahu teman-teman yang lain? Kita semua akan membantumu!" protes Rattler

Yumeka menggelengkan kepalanya. Alasan kenapa Yumeka tidak meminta bantuan pada yang lain sangat sederhana ;

  "Aku tidak mau merepotkan teman-temanku" jawabnya sambil menahan air mata. "Setidaknya, tolong beritahu aku cara menyusup ke Zona Merah. Aku akan pergi ke sana sendiri"

Rattler sangat terkejut sekaligus terkesan mendengar kalimat barusan. Dia duduk di sebelah Yumeka sambil mengeluarkan sapu tangan dan memberinya pada Yumeka yang tidak menyadari matanya mulai sedikit berkaca.

  "Dengar, menyusup ke Zona Merah itu gampang. Tetapi bertahan hidup di Zona Merah lalu keluar lagi dengan selamat bukanlah segampang membalikan telapak tanganmu atau telapak tangan temanmu dengan paksa"

Yumeka mengambil sapu tangan Rattler dan menghapus air mata yang sedikit keluar dari kedua matanya.

  "Aku akan tetap ke sana dan mencoba keberuntunganku" ucap Yumeka
  "Haah" Rattler melihat ke langit. "Terserahmu..."

Rattler mengeluarkan lagi kertas tentang aztifak yang dihargai 50 milyar rupiah dan memberinya pada Yumeka.

  "Itu adalah berita lama. Berita barunya, hadiahnya dinaikan menjadi 80 milyar rupiah. Lokasinya masih sama tetapi terakhir kali kudengar, alien mulai meningkatkan jumlah pasukan mereka dan keberadaan mutan juga semakin meningkat. Di sisi lain, Zoners yang menyusup ke dalam sangat sedikit, gembong kriminal di dalam Zona Merah Jakarta semakin meningkat, Militer juga mulai berusaha untuk masuk ke Zona Merah"

Yumeka menengadah ke langit biru yang cerah sambil mendengar Rattler.

  "Kalau kau pergi ke sana, ada beberapa kemungkinan untukmu. Pertama, kau akan pulang membawa pengalaman dan uang yang sangat banyak. Kedua, namamu saja yang akan pulang... Itupun jika kau beruntung. Ada sekitar 100 Zoners yang tewas, 214 menghilang secara misterius di dalam Zona Merah dan nama mereka bahkan tidak dikenali. Kau yakin mau ke sana? Mencoba mencari Aztifak yang bahkan keberadaanya masih dipertanda tanyakan? Ditambah lagi meninggalkan teman-temanmu, keluargamu dan semua saudara-saudaramu?"


Yumeka hanya diam. Rattler berdiri. Tidak mendengar jawaban Rattler hanya berjalan perlahan menjauhi Yumeka.

  "Lebih baik kau pikirkan dengan matang kawanku" ucap Rattler sambil berjalan pergi. "Oh iya. Satu hal lagi" Rattler berhenti melangkah. "Aku suka gaya rambutmu itu"

Yumeka langsung memegang rambutnya sambil melihat Rattler yang berjalan pergi meninggalkannya sendirian. Dia sekali lagi mengalihkan perhatiannya pada selembar kertas tentang aztifak tersebut.



*****************

  Malam harinya di kamar Yumeka. Yumeka masih memikirkan kembali perkataan Rattler. Tentang Zona Merah. Yumeka sendiri merasa takut untuk pergi ke sana, tetapi apapun yang dilakukannya di Zona Hijau tidak akan bisa menutupi seluruh hutang. Sementara jika pergi ke Zona Merah, dia mungkin saja bisa mendapatkan uang lebih dari cukup untuk menutupi hutang.

Yumeka melihat ke sebuah senapan laras panjang yang terpampang di dinding kamarnya. Senjata itu bukanlah sekedar pajangan di kamar. Senjata itu adalah senjata pertama yang dipakainya untuk belajar menembak. Namun, karena satu dan dua hal, Yumeka berhenti belajar menembak dan memutuskan memajang senapan itu sebagai sebuah kenangan masa lalu.

Yumeka mengumpulkan segenap keberaniannya. Dia sudah mengambil keputusan bulat. Dia turun dan menghampiri ayahnya yang sedang duduk meminum secangkir air hangat di ruang makan.

  "Ayah"
  "Ya anakku?"
  "Aku ingin pergi ke Zona Merah" ucap Yumeka

BLERGH! Ayah Yumeka menyemburkan air hangat yang ada di mulutnya ke meja makan. Ayahnya benar-benar terkejut dengan kalimat anaknya. Dia menggaruk-garuk telinganya sambil batuk karena tidak sengaja keselek air yang tadi sempat diminumnya sedikit.

  "Yumeka, anakku... Kepalamu tidak terbentur di suatu tempat dalam perjalanan pulang kan?" tanya ayahnya yang masih syok
  "Tidak ayah. Aku ingin pergi ke Zona Merah dan mencoba menjadi Zoners"
  "Tidak boleh! Tidak boleh! Zona Merah itu berbahaya!"

Yumeka mulai berdebat dengan ayahnya tentang keinginannya untuk pergi ke Zona Merah. Sebagai orang tua, wajar saja jika ayah Yumeka tidak ingin anaknya pergi ke area-area yang berbahaya.

  "Dengar, ayah sudah kehilangan ibu. Jadi ayah tidak mau kehilanganmu. Kau mengerti?"
  "Ayah, aku ingin pergi ke Zona Merah. Selain aku bisa mendapatkan uang jika aku bisa mendapat aztifak, kemungkinan besar, di Zona Merah ada petunjuk tentang ibu. Ibu berasal dari Jakarta kan?"

Ayah Yumeka terdiam.

  "Ya, ibumu memang dari kota itu. Tetapi, biar ayah yang pergi ke sana"
  "Dengan phobia ayah terhadap alien? Aku tidak setuju... Biar aku yang ke sana" bantah Yumeka "Percayalah padaku Ayah. Aku bisa menemukan seseorang yang handal untuk membantuku pergi ke sana"

Ayah Yumeka berpikir serius. Memang dia tidak bisa membiarkan anaknya pergi ke Zona Merah tetapi dia sendiri tidak bisa pergi ke Zona Merah karena takut dengan hal-hal yang berbau alien. Beberapa menit berlalu, dengan berat hati. Ayah Yumeka mengambil keputusan.

  "Ibumu menghilang karena ayah tidak percaya pada ibumu... Jadi, kalau ayah percaya padamu... Kau akan kembali kan?"

Yumeka menganggukan kepalanya.

  "Pergilah... Kau memang keras kepala seperti ibumu nak"
  "Baik... Terimakasih ayah"

  Yumeka menyalim tangan ayahnya dan pergi kembali ke lantai 2 - berganti pakaian, mengenakan jaket hitamnya dan keluar rumah menyebrangi jalan raya yang indah dan dihiasi beberapa pohon. Yumeka berhenti di depan sebuah rumah kayu yang sangat sederhana dan dikelilingi pagar yang terbuat dari kayu.

Yumeka melangkah ke depan pintu rumah kayu tersebut dan mengetuknya. Rattler membuka pintu dengan wajahnya yang acak-acakan. Dia terkejut melihat Yumeka.

  "Wah, kawanku!" sapa Rattler
  "Rattler, aku sudah memutuskan"
  "Memutuskan? Maksudmu... Kau yang memutuskan sambungan kabel tetanggaku ya?"
  "Bukan" sedikit menghentakan kakinya

Rattler tampaknya tidak begitu nyambung dengan Yumeka. Mungkin karena dia sedang mengantuk berat. Yuemak menarik napas dalam-dalam.

  "Aku akan pergi Zona Merah!" ucapnya dengan tegas

Rattler berdiam sesaat. Kemudian menganggukan kepalanya setelah memahami ucapan Yumeka yang tegas dan penuh dengan percaya diri walaupun masih sedikit terkesan ragu-ragu.

  "Baiklah... Kalau kuingat-ingat kau punya senjata kan?"
  "Ya"
  "Siapkan senjatamu. Aku akan menghubungimu begitu waktunya tiba"

*****************

  Beberapa hari berlalu. Yumeka telah mempersiapkan dirinya untuk pergi walaupun dia sendiri tidak yakin dia akan bertahan berapa lama di Zona Merah. Yumeka sekarang sedang berdiri di depan rumahnya. Dinginnya udara malam tidak begitu mengganggu baginya.

Sebuah truk kargo berhenti di depan rumah Yumeka. Rattler yang hanya memakai baju biasa menunjukan dirinya di jendela mobil sambil memanggil Yumeka untuk pergi. Yumeka naik dan duduk di samping Rattler yang mengemudikan mobil.

  "Jadi, kita langsung ke Zona Merah?" tanya Yumeka yang sedikit canggung
  "Tidak. Kau belum siap. Kau pergi dengan pakaian seperti dan kau akan menjadi target empuk untuk sebuah peluru di Zona Merah. Kita pergi ke Zona Kuning yang berbatasan dengan Zona Merah Jakarta. Aku ingin kau bertemu dengan seseorang" jawab Rattler

Mobil mulai melaju. Yumeka melihat-lihat kota tempat tinggalnya. Zona Hijau, sebuah kota yang indah dan sangat normal. Kota dimana orang-orang hidup tanpa rasa takut akan kelaparan, tidak takut tidak punya pekerjaan dan jauh dari segala bahaya... Kecuali penipuan. Bisa saja ini adalah terakhir kalinya dia melihat tempat tinggalnya ini.

  "Selamat tinggal rumahku, ayah, teman-temanku.... Semuanya" - gumam Yumeka dalam hati begitu mobil yang ditumpanginya melewati sebuah papan besar bertuliskan "Zona Kuning, 100 m".

Yumeka mengeluarkan buku diary miliknya lagi. Menjernihkan pikirannya dan mulai menulis

________________________________________________________

10 April, 2200

  Dear Diary,

Setelah melalui banyak pertimbangan. Aku memutuskan untuk menyusup ke Zona Merah Jakarta dengan harapan, aku bisa menemukan aztifak yang dihargai Rp.50 Milyar - lebih dari cukup untuk membayar seluruh hutang keluargaku.

Tentu saja ayah tidak setuju. Tetapi setelah melalui perdebatan singkat, dia setuju juga untuk mengijinkanku pergi. Aku tahu, Jakarta adalah kota asal ibuku. Meskipun 17 tahun telah berlalu, aku yakin mungkin masih ada sedikit petunjuk tentang misteri hilangnya ibuku di Jakarta yang sekarang menjadi Zona Merah.

Aku berkonsultasi dengan Rattler, sahabatku sekaligus Zoners yang tahu lebih banyak tentang Zona Merah dibandingkan siapapun yang kukenal tentang cara menyusup ke Zona Merah. Dia memang belum mengatakan cara menyusup ke sana, tetapi dia setuju untuk membantuku.

Aku membawa HR-40 dan amunisinya, senapan laras panjang yang dikhususkan untuk memburu. Senapan itulah yang pertama kali kugunakan untuk belajar menembak. Aku juga tidak lupa membawa kartu identitas dan izin untuk memegang senapan untuk berjaga-jaga. Aku juga membawa beberapa pakaian dan celana ganti. Beberapa bekal, sebuah handuk, sisir, cermin, dan tabungan pribadiku.

Kupikir, aku akan langsung menuju ke Zona Merah Jakarta, tetapi menurut Rattler, aku tidak akan bertahan lama di Zona Merah jika seperti ini. Sehingga kita akan pergi ke Zona Kuning yang dekat dengan Zona Merah Jakarta. Dia ingin aku menemui seseorang. Aku sempat melihat suasana rumahku dan juga teman-temanku untuk terakhir kalinya. Siapa tahu, mungkin aku tidak akan pernah kembali ke sini lagi.

Aku penasaran, kehidupan di Zona Kuning itu seperti apa. Apakah seburuk yang kudengar dari kabar-kabar berita? Aku akan segera tahu kebenaran cerita-cerita tentang Zona Kuning sebentar lagi.

Catatan kecil untuk diri sendiri ; dari kabar-kabar yang kudengar tentang Zona Merah, jangan berpikir untuk memakai rok di Zona Merah
  ~ Yumeka ~

______________________________________________________________________

************************
Bersambung


4 komentar:

  1. Soal imajinasi, 5 jempol (sama jempol sapi) buat lu!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih atas jempolnya... Baru pertama kali dapet jempol sapi XD
      Kak, kapan fanfict centong nasinya dilanjutin? Penasaran!

      Hapus
    2. Sori baru bales Sob. Leaper lagi sibuk dengan kuliah. Secepat mungkin akan diupload bersamaan dengan lanjutan fanfict "Aku vs Kost" dan lanjutan "Zano & Kawanan"

      Hapus