Senin, 13 Mei 2013

Zano & Kawanan : Stella Hilang Part-3

Zano & Kawanan
Stella Hilang
Part 3

  Hast, kaki gue mulai gemetaran. Bukan karena takut atau jumlah perampok lebih banyak daripada gue melainkan gue cuma kesemutan setelah berlari menghindari perampok-perampok itu. Entah suatu keberuntungan atau gerakan perampok-perampok itu terlalu lambat. Yang jelas, mereka masih mengikuti gue dari belakang.


Gue kembali berlari masuk ke dalam gedung. Gue bersembunyi di kamar mandi. Berharap tempat ini tidak bakal diperiksa.

  "Kemana tuh monyet?! kata seorang perampok
  "Cari dia! Dia enggak mungkin terlalu jauh!"
  "Bagaimana kalau kita periksa kamar mandi?
  "OGAH! Bau"

Apa yang dikatakan perampok itu benar... Kamar mandinya bau banget men! Tapi gue bersyukur gue sudah terbiasa dengan bau busuk seperti ini. Bukan karena gue malas mandi (kenyataanya gue rajin mandi gara-gara Stella), tapi karena dulu gue sering jail menyembunyikan kaus kaki Andi yang sementara dijemur. Bau kaus kaki Andi yang dicuci seabad sekali itu baunya lebih menyengat men.

  "Menyebar! Kita mesti tangkap tuh anak"

  Beberapa menit lamanya gue menunggu. Kayaknya mereka sudah pergi. Gue tadi mau menghela napas tapi tidak jadi mengingat gue dalam kamar mandi yang bau. Gue membuka pintu.

  "Adah!"

Gawat, ternyata ada 1 perampok yang kebetulan mau masuk kamar mandi. Kebetulan kepalanya tadi menghantam pintu kamar mandi.

  "Elu kan?!"
  "Sori Om!" Gue langsung menghantamkan pintu ke muka perampok itu lagi. Perampok itu langsung pingsan
  "WOY!"

Mati, belum apa-apa lagi datang 4 perampok lain.

  "Itu dia orangnya?"
  "Iye, lihat aja mukanya yang abstrak! Itu berarti dia!"

Gue berlari lagi. Gue merasa seperti tokoh film "Home Alone" yang nyasar ke film "The Raid". Kalau gue selamat, gue yakin kisah ini bakal mengudara dengan judul "Cinta Perampoksaurus".... Oke, memang gak ada hubunganya sih.

  Kali ini gue berlari ke lantai 2. Lebih spesifiknya, gue kembali ke kamar di mana Stella disekap. Gue kali ini mencoba meloncat ke pohon. Sayang lompatan gue kurang tinggi sehingga muka gue sukses menghantam batang pohon yang besar itu. Gue jatuh ke tanah...

  "Kamp.... Stell.... Apa yang telah Screamer ajarkan padamu?!" keluh gue

Gue melihat di dekat gue ada tumpukan jerami. Gue bersembunyi di dalam tumpukan itu. Beberapa perampok datang dan mencari-cari gue.

  "Bos! Kayaknya tuh anak tadi ada di sini"
  "Tadi dia baru keluar dari kamar mandi kan? Pake hidung lu semua!"
  "Tapi bos..."
  "SEKARANG ATO GUE BACOK LU!"
  "Iya bos"

Gue mencium bau baju gue. Baunya cukup... cukup mengerikan. Ini pasti gara-gara kelamaan bersembunyi di kamar mandi. Tiba-tiba ada seorang perampok menarik gue keluar dari tumpukan jerami.

  "DAPET" tapi perampok itu langsung menutup hidungnya "Tapi bau banget"
  "Pegang dia! Gue bakal tembak!" Pemimpin perampok mengeluarkan pistol
  "Bos! Hati-hati! Jangan sampai kena saya!" ujar perampok yang tadi
  "Gak bakal bego!"
  "Tapi... kalau kena saya?"
  "Gue bakal bilang ke istri lu kalau elu adalah perampok yang baik"

Ketika pimpinan perampok itu membidik kepala gue. Gue terlalu tegang sehingga gue tidak sengaja buang angin. Beruntung perampok yang memegang gue tidak tahan dengan baunya. Alhasil, dia pingsan dan gue jatuh menindis perampok itu.

Pimpinan perampok itu kebetulan langsung melepas tembakan. Tapi berhubung gue sudah jatuh ke tanah, jadi tembakanya malah nyasar kena tembok.

  "Om, pinjem pisaunya bentar" Gue mengambil pisau dari saku perampok yang pingsan.

  Oke, gue gak akan memakai pisau ini untuk membunuh. Tapi mungkin bisa dipakai untuk paling tidak, menggertak perampok itu. Gue kabur ke arah kampung yang terabaikan. Suasana angkernya terasa seperti membuat gue silahturami ke film "Air Bud". Hm, memang gak ada hubunganya... Gue enggak mau berpikir hal-hal yang menyeramkan.

Dalam situasi seperti ini, gue harus memikirkan sesuatu yang bisa membuat gue senang... Salah satunya, anak anjing... Tapi yang terlewat di pikiran gue adalah anak anjing yang disembelih... Suram. Gue enggak mau berpikir tentang Stella. Takut bentar yang lewat dipikiran gue, dia disembelih... Tunggu... APA?! TIDAAAAK!

Ehem, sori... Kebawa suasana. TIDAAAAK! Uhuk... Sekarang gue harus sembunyi dulu karena komplotan pemain basket, ehm maksud gue komplotan perampok semakin mendekat. Gue melihat sekeliling... Ada banyak tempat sembunyi yang bagus sih... Tapi yang jelas, gue enggak mau sembunyi di tempat sampah dan kamar mandi! Gue bersembunyi di bawah reruntuhan tembok.

  "Kampret! Tuh anak hilang lagi!"
  "CARI! Dia enggak mungkin pergi terlalu jauh! Berpencar!"

  Gue menunggu beberapa menit lamanya. Badan gue udah mulai dibasahi keringat. Bukan kepanasan tapi gue masih gak ngerti cara bermain catur...

  "BOS! GUE NEMU DIA!"
  "HAJAR!"

Dari kejauhan gue mendengar bunyi seperti adengan "The Raid". Banyak bunyi bogem mentah. Kemudian suasana menjadi hening. Gue tegang. Jangan-jangan mereka nemu papan caturnya Sesil? Eh, maksudnya jangan-jangan mereka nemu Stella dan Andi?! Gawat...

Dugaan terburuk gue jadi kenyataan. Perampok-perampok itu menemukan Andi dan Stella. Mereka menyeret Andi dan Stella ke pimpinan mereka.

  "Bagus" gumam pemimpin perampok. "HEH BOCAH! SIAPAPUN NAMA LU! KALAU LU GAK NONGOL JUGA! GUE BAKAL BUNUH MEREKA BERDUA!"
  "Bos, gue saranin buat bunuh yang ceweknya dulu. Dia berbahaya bos" kata seorang perampok sambil mengelus-ngelus pipinya yang bersimbah darah. Gue yakin pasti dihajar Stella.

  Gimana nih?! Kalau gue maju sekarang, gue pasti mati... Setelah gue mati, gue yakin Stella dan Andi langsung dibunuh juga! Urgh.... Berpikir Zan... Pikir! Gue melihat Andi dan Stella.

Andi masih pingsan mungkin karena lemparan batu gue yang nyasar.... Jadi bisa disimpulkan Andi tidak apa-apa (secara teori). Tapi Stella, ARGH! Cewek gue! (Oke, dia memang bukan pacar gue... tapi berharap dikit gak ada salahnya kan?). Stella bersimbah darah. Gue enggak tega melihatnya.

  "ZANO LARI!" teriak Stella ketika pimpinan perampok mengacungkan pistol ke kepalanya.
  "Oh, kampret kecil itu namanya Zano ya?"
  "Bos, kalau enggak salah tuh anak terkenal sebagai hansip di kampungnya. Walaupun kadang-kadang jadi sangat bego tapi dia hansip terhebat. Tidak pernah ada kejadian kriminal ketika dia yang jadi hansip"
  "Maksud lu?! Orang-orang dewasa gak bisa ngelawan tuh monyet?"
  "Mungkin bos! Maling sendal jepit aja gak ada!"
  "Bodoh amat! Bego atau kagak, Kalau sampai hitungan ketiga dia enggak muncul! Nih cewek langsung mati!"
  "Percuma saja Om" Stella tertawa. "Dia enggak bakal ngerti apapun yang dibilang Om barusan"

  Stella.... Dia benar. Gue memang gak ngerti apa yang dibilang perampok itu barusan. Tapi dia kok tau ya? Jangan-jangan ini hasil didikanya Screamer lagi nih. Hujan mulai turun. Suasana menjadi semakin tegang apalagi gue lupa kalau masih ada jemuran di belakang rumah gue yang lupa gue angkat dari tadi siang. Ah, gue harap Sesil tidak lupa.

  "Lu tau apa tentang tuh bocah?" ujar seorang perampok
  "Oh... Gue ngerti... Kayaknya nih cewek suka sama tuh anak" gumam bos perampok. "Kita punya keuntungan di sini"
  "KANG ZANO! JANGAN SELAMATKAN STELLA! LARI!" teriak Stella

Pret, tau aja nih anak pikiran gue. Tapi gue enggak tega untuk melihat dia dalam kondisi gitu... Andi juga... Gue mengumpulkan keberanian gue (lebih tepatnya, sisa-sisa keberanian gue).Di samping gue ada sebuah toples kosong dan tumpukan pasir. Gue mengisi pasir dalam toples itu lalu keluar dari tempat persembunyian gue.

  "Itu dia!" ujar perampok
  "Kang?! Jangan coba-coba selamatkan Stella!" teriak Stella
  "Bos! Dia bawa pisau!"
  "Lalu kenapa?!"
  "Lindungi sarang tomcat!" Teriak gue

Suasana langsung menjadi hening. Stella menggeleng-gelengkan kepalanya (tapi tetep kelihatan manis sih, ehehe). Para perampok kelihatan heran.

  "Teriakan lepaskan cewek itu sudah terlalu mainstream. Kreatif dikit lah" kata gue
  "Kang.."
  "Ya Neng?"
  "Jangan ucapkan sesuatu yang offtopic lagi..."
  "Eh bocah! Lu pikir lu siapa?! Pahlawan bertopeng?" ledek seorang perampok
  "Bukan! Aku adalah.... Didikanya Kapten Jack Sparrow!"
  "Seperti itu..." Stella menundukan kepalanya sambil menahan tawa "Di situasi seperti ini masih aja ngelawak Kang"
  "Heh bocah, mending elu menyerahkan diri baik-baik buat kita. Elu mau ngelawan kita yang punya banyak senjata?! Ha?" kata pemimpin perampok sambil menertawakan gue yang hanya membawa toples isi pasir dan sebuah pisau kecil.
  "Yoi men!" jawab gue sok gaul (dan sok akrab)
  "Kang! Mereka punya pistol, pedang sama celurit! Apalagi mereka jumlah mereka lebih banyak!"
  "Gue punya toples isi pasir!" gue mengangkat toples itu. "dan batu..." gue melihat ke tanah.

Suasana sekali lagi menjadi hening. Pemimpin perampok meludah ke tanah. Dia memberi aba-aba untuk anak buahnya untuk menyerbu gue. Mereka semua maju. Ketika mereka mendekat, gue langsung melemparkan sedikit pasir ke mata mereka. Ketika mereka sementara menggaruk-garuk muka sangar mereka, gue hajar satu per satu.

Berhubung gue sudah terbiasa menghajar kayu di hutan dekat sungai, menghajar orang-orang besar inipun jadi ringan. Baru saja gue menghajar beberapa orang, bosnya langsung membidik kepala gue.

  "Bergerak sedikit saja. Elu mati!"

  Gue diem di tempat. Gue lihat, Andi sepertinya baru sadar... dan kebingungan.

  "Hem? Ada apa ini?" Andi menggaruk-garuk kepalanya

Pemimpin perampok berbalik ke Andi. Jujur, tampangnya Andi lebih menyeramkan daripada tampang sangar perampok-perampok ini.

  "Jangan bergerak"
  "Tapi... Ada apa ini?" keluh Andi

Tiba-tiba sebuah panah melesat mengenai pistol yang dipegang oleh pemimpin perampok itu. Pemimpin perampok itu bingung. Gue juga bingung. Tapi gue bingung bukan karena situasi ini. Gue cuma bingung kenapa gue gak bisa inget apakah genteng di rumah sudah gue perbaiki atau belum.

Beberapa perampok lain yang tadi jadi korban pasir toples berhasil membersihkan mata mereka. Ketika mereka akan menyergap gue tiba-tiba...

  "POLISI! JANGAN BERGERAK!" Teriak seorang polisi mewakili teman-teman sekompinya dari kejauhan.

Para perampok termasuk bos mereka mencoba lari. Tapi ada panah-panah melesat tepat di depan kaki mereka. Gue menoleh ke arah datang panahnya itu yaitu dari atas pohon tinggi. Yep, dugaan gue salah... Itu bukan Batman... Dia adalah Screamer.

  "Bro! Elu telat!" gue melambaikan tangan. Screamer hanya mengangguk. Screamer terlihat benar-benar keren... apalagi dia muncul tiba-tiba.
  "Oh! Gue mengerti sekarang!" celetuk Andi
  "Telat..." keluh gue sambil melepaskan tali yang mengikat tangan Stella dan Andi.

Sementara para polisi sedang sibuk menangkap para perampok. Screamer turun dari pohon itu lalu menghampiri kami bertiga.

  "Stell? Muka lu..." Gue langsung lemes melihat dia babak belur begitu.

  Ketika sementara syok, Stella langsung aja memeluk gue. Andi hanya sibuk ngupil. Screamer? Gue enggak tau ekspresi mukanya kayak bagaimana karena mukanya selalu ditutupi S10.

  "Kang, jangan begitu lagi... Stella takut" bisik Stella
  "Heh, Laki-laki itu makhluk tangguh!" jawab gue
  "Tapi... Stella sayang sama Akang. Stella gak mau kehilangan Akang" pelukanya semakin erat
  "Sayang sih sayang... tapi pelukan lu terlalu kuat Stell... Gue jadi sesak napas..." bisik gue
  "Ah! Maaf!" Stella melepaskan pelukanya. Huff... Hampir aja gue mati karena sesak napas.

Gue melihat muka Stella. Yah, sedikit kena bekas bogem mentah sih. Tapi tetep aja tuh anak bikin gue gemes. Hehehe. Gue mengeluarkan sapu tangan lalu membersihkan muka Stella.

  "Lu berdua kalau mau jadian, gue restuin sekarang"" kata Andi
  "Iiih, Kakak" Stella menundukan kepalanya. Sepertinya malu.
  "Oy, Mer... Lu bawa Polisi-Polisi ini ya?" tanya gue
  "Bukan..." jawab Screamer
  "Terus siapa? Gue menaikan alis sebelah
  "Dia..."

Screamer menunjuk ke seseorang. Gue melihat baik-baik... Sesil. Dia sedang berbicara dengan seorang polisi. Tentu saja, dia pake payung. Dia melihat-lihat sekelilingnya. Perhatianya tertuju ke gue dan spontan...

  "KAKAK!" dia berlari ke arah gue dan langsung memeluk gue. "Sesil tau Kakak pasti di sini"
  "Ada yang kabur tuh..." Andi menunjuk ke seorang perampok yang mencoba melarikan diri
  "Gue yang atasi!" Gue mengambil batu "Ini balasan karena sudah melukai Stella dan teman baik gue!" Gue mengayunkan batu itu. Lagi-lagi, batunya lepas ketika gue mengayunkan tangan ke belakang. Alhasil, kepalanya Andi jadi korban lagi. Andi jatuh ke tanah.
  "A-Argh...." Andi menutupi kepalanya
  "Ups..." Gue berbalik 180 derajat lalu mencoba mengayunkan batu lagi. Batunya terlepas ketika diayunkan belakang gue. Kali ini lemparan gue tepat mengenai perampok.

  Perampok itu jatuh dan 2 polisi langsung meringkusnya. Screamer menggelengkan kepalanya. Stella menahan tawa melihat Kakaknya.

  "Kak Stella!"
  "Iya Ses?"
  "Sini Kak! Aku obatin!"

Gue melihat Stella dan Sesil. Entah sejak kapan keduanya jadi akrab. Andi mengelus-ngelus kepalanya.

  "Screamer! Lu tolong latih Zano cara melempar batu yang benar!"
  "Tidak perlu... Guru yang baik adalah pengalaman. Biarkan saja dia tumbuh sendiri" jawab Screamer sambil berjalan pergi
  "Kang?" Stella menghampiri gue. Di sebelahnya ada Sesil
  "Yo?"
  "Makasih ya udah mau nyelametin Stella"
  "Kakak, Sesil pengen punya kakak seperti Kak Stella. Boleh enggak kalau dia jadi pacarnya Kakak aja?" tanya Sesil
  "Ah, Sesil... Masih kecil udah ngomongin pacaran" Stella mencubit pipi Sesil
  "Eh, Sesil udah 15 tahun! Lagian.. Kak Stella juga suka kan sama Kakak? Kakak juga biasa ngomongin Kak Stella kok tiap detik" jawab Sesil dengan polosnya

Stella menatap gue. Muka gue langsung pucat. Bukan, bukan karena gugup atau apa... Gue baru inget sesuatu...

  "Astaga! Gue lupa!" Gue menepuk jidat gue. "Gue pergi dulu! Bentar rumah kebanjiran!" Gue langsung berlari.
  "Kakak! Tunggu! Sesil mau ikut!"
  "Jangan, lu di sini obatin Stella aja! Kakak pergi dulu!"

  Yep. Gue bersyukur Stella sudah ditemukan. Apalagi para perampok berhasil ditangkap. Happy ending buat gue... tapi gue baru keinget masalah genteng rumah yang belum dibenahi dan Sesil juga kayaknya lupa mengangkat jemuran di belakang rumah. Yang lebih mengerikan lagi... Gue masih belum mengerti cara bermain catur! Argh!!!

The End
*******

Link untuk part 1 dan 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar